Sudah hampir memasuki satu tahun sejak virus Covid-19 diumumkan kali pertama pada 3 Maret 2020, masyarakat Indonesia hidup di tengah-tengah pandemi, yang penuh dengan ketidakjelasan dan ketidakpastian. Kondisi pandemi memaksa segala sektor harus melakukan perubahan dan penyesuaian, berbagai macam transformasi telah dilakukan guna tetap dapat melakukan segala aktivitas produktif, terutama yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak.
Di Jawa Tengah sendiri, kasus pertama Covid-19 ditemukan di Kota Surakarta pada tanggal 9 Maret 2020 dan terus mengalami kenaikan hingga saat ini. Meskipun sempat mengalami penurunan, kasus Covid-19 saat ini di Jawa Tengah tercatat mencapai total 136.641 kasus dengan kesembuhan sebesar 117.709 kasus dan meninggal sebanyak 8.574 kasus, sedangkan kasus aktif saat ini berada pada angka 10.358 (corona.jatengprov.go.id, 8 Februari 2021).
Berbagai upaya dan kebijakan telah berkali-kali diambil oleh pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang tujuan utamanya tentu saja menekan angkat positif harian kasus Covid-19. Kebijakan demi kebijakan dijalankan silih berganti, mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berskala Mikro, maupun kebijakan lainnya dari pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Namun, rasanya beberapa kebijakan yang telah diterapkan tidak begitu efektif dalam menekan angka positif Covid-19 yang selalu naik setiap harinya. Kenaikan kasus dan persoalan pandemi yang tak kunjung usai rasa-rasanya belum menunjukkan bakal menurun. Covid-19 seolah masih merasa nyaman hidup berdampingan dengan masyarakat kita, saling bersentuhan dan hidup bersama. Namun, kita harus selalu yakin, bahwa apa yang pernah dikatakan Raden Ajeng Kartini tidak bakal mengkhianati, habis gelap terbitlah terang, semoga, selekasnya.
Kondisi demikian nampaknya tak bisa disikapi dengan hanya berdiam diri, kebijakan 3M menjadi 5M harus selalu diterapkan dalam rutinitas sehari-hari. Segala upaya terus dilakukan oleh pemprov Jateng, salah satunya adalah Gerakan Jateng di Rumah Saja, sesuai dengan Surat Edaran nomor 443.5/0001933 tentang Peningkatan Kedisiplinan dan Pengetatan Protokol Kesehatan pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Tahap II di Jawa Tengah.
Gerakan Jateng di Rumah Saja merupakan sebuah gerakan bersama seluruh komponen masyarakat di Jawa Tengah dalam rangka memutus transmisi dan menekan penyebaran Covid-19 dengan cara tinggal di rumah/kediaman/tempat tinggal dan tidak melakukan aktivitas di luar rumah/kediaman/tempat tinggal masing-masing. Surat Edaran yang dikeluarkan tanggal 2 Februari 2021 itu mengatur Gerakan Jateng di Rumah Saja yang akan dilaksanakan serentak pada hari Sabtu dan Minggu, 6 dan 7 Februari 2021.
Menyepi dan Jeda Nafas Kota
Gerakan Jateng di Rumah saja yang diinisiasi oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo merupakan sebuah bentuk solidaritas dan empati atas gugurnya tenaga kesehatan, kiai, guru dan orang-orang di lingkungan kita. Dalam video yang ditayangkan di Instagamnya, Gubernur Ganjar Pranowo mengatakan Gerakan Jateng di Rumah saja merupakan sebuah gerakan untuk mengetuk kesadaran bersama, semacam hening cipta sebagai wujud empati dan hormat kepada pahlawan Covid-19.
Selain itu, gerakan ini sebagai sebuah energi tambahan bagi perjuangan dalam menekan angka positif Covid-19 yang sudah terlampau besar dan tinggi. Kita dipaksa untuk menunjukkan rasa solidaritas dan kekompakan dengan tidak keluar di jalan-jalan, tidak bepergian, liburan maupun membuat kerumunan yang berpotensi menyebarkan dan menularkan virus Covid-19 di Jawa Tengah.
Kita semua yakin dan maklum, bahwa setiap kebijakan dan keputusan pasti merugikan salah satu pihak, sudah pasti menimbulkan pro-kontra yang berkembang di masyarakat. Namun, paling tidak, kita semua dapat meminimalisir dampak-dampak negatif menjadi sebuah tantangan baik dalam penyelesaiannya. Kita dapat memilih dampak positif yang lebih besar dari pro-kontranya di masyarakat, dan Gerakan Jateng di Rumah Saja memberikan dampak positif bagi sirkulasi udara.
Jika kita melihat lebih jauh lagi, terutama pada saat penerapannya di lapangan tanggal 6-7 Februari 2021, gerakan yang diinisiasi oleh Pemprov Jateng ini memberikan sebuah kebemanfaatan yang besar, terutama dalam hal polusi udara di jantung-jantung kota. Sebab, pemberlakuan gerakan ini nampaknya memberikan efek yang cukup baik dalam memberikan jeda hiruk pikuk kota.