Mohon tunggu...
Luki Yeoda
Luki Yeoda Mohon Tunggu... -

Mahasiswa teknik elektro, yg coba tengak tengok dunia kelam politik Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kejanggalan Somasi Kader Demokrat di Jawa Timur

5 Mei 2015   05:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:22 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang Kongres Partai Demokrat di Surabaya, 11 sampai 13 Mei ini, dinamika partai besutan para pendiri Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono ini meningkat signifikan. Terakhir adalah kemarin (21/04/2015), di mana berita somasi yang dilancarkan tiga PAC ke pengurus DPP PD, gencar sekali. Peng-Golkar-an Partai Demokrat mulai terlihat tatkala pola yang 'dilampirkan' sama persis dengan penghancuran Golkar dan PPP.

Apa pola tersebut? Yakni melampirkan dongeng seolah-olah terjadi perpecahan di dalam partai. Setelah akhirnya tercipta perkubuan, maka salah satu pihak yang 'diciptakan' untuk melawan pihak-pihak yang berkuasa secara de facto, akan melakukan penuntutan, lagi-lagi, karena merasa "ada ketidakadilan" dalam proses berorganisasi. Setelah itu pun mudah ditebak, pihak yang kecewa melakukan tuntutan hukum. Tujuannya apalagi kalau bukan menarik pemerintah yang berkuasa untuk campurtangan dalam konflik yang diciptakan tersebut.

Pola ini sebenarnya sudah tercium saat kampanye media untuk delegitimasi Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketum Demokrat. Apa agenda delegitimasi untuk SBY itu? Berawal dari Forum Komunikasi Pendiri dan Deklarator (FKPD) Partai Demokrat yang digawangi Ventje Rumangkang, Akbar Yahya, Ahmad Mubarak, Sys NS, dan yang lainnya.

Belum lama ini FKPD meminta SBY tidak maju lagi dalam proses pemilihan ketua umum dalam Kongres Surabaya. Argumennya yang digunakan FKPD adalah, perlu ada regenerasi partai di tubuh Demokrat; juga mempertanyakan perolehan PD yang menurun drastis saat Pemilu 2014; dan ketiga politik dinasti Keluarga Cikeas.

Anehnya, para pendiri itu menyampaikan keinginannya tidak dalam forum tertutup, melainkan show off di media. Ventje Rumangkang dalam sesi tersebut seperti tengah menjalankan agenda delegitimasi SBY secara vulgar. Bahkan tidak segan-segan, dalam propagandanya Ventje yang kala itu berjubah pendiri PD kerap mendengungkan agenda 'asal bukan SBY'. Dan secara terang benderang, Ventje meminta para kader PD ikut menumbangkan SBY dalam kongres, jika kembali mencalonkan.

Di sini kadang kita merasa sedih. Bagaimana tidak, Ventje seperti sedang melupakan sejarah perjalanan politik dirinya. Sejarah yang menorehkan bahwa dirinya pernah hengkang dari Demokrat, dan tepat pada 1 Oktober 2007 mendeklarasikan Partai Barisan Nasional (Barnas). Artinya, Ventje yang mengaku-ngaku pendiri, sebenarnya telah mencederai dirinya yang tidak konsisten memperjuangkan kejayaan PD, karena mendeklarasikan parpol yang digemabar-gemborkan sebagai pesaing PD di Pemilu 2009.

Demikian juga dengan Sys NS yang mengaku-ngaku pendiri PD dan mengaku-ngaku berjuang untuk kejayaan PD, tapi telah mencederai sejarah sosoknya dengan mendirikan Partai NKRI, yang dengan gamblang dinyatakan sebagai partai pesaing Demokrat. Dan lagi-lagi sejarah perpolitikan mencatat, baik Partai NKRI dan Partai Barnas tidak memperoleh suara besar. Dan sbealiknya, Partai Dmeokrat dengan mengusung sosok SBY, lebih mendapat respon luas di masyarakat, dengan kembali terpilih menjadi Presiden.

Nah, itu cerita delegitimasi SBY yang tengah dijalankan Ventje. Yang belakangan marak adalah somasi yang diajukan tiga DPC Demokrat Kabupaten Nganjuk, Kota Pasuruan, dan Kota Surabaya. Mereka melakukan somasi kepada Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan dan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas).

Ada beberapa kejanggalan yang dipertontonkan dalam episode somasi mendegradasi SBY. Pertama, pemecatan ketiga kader tersebut dilakukan pada Agustus 2014 yang lalu. kenapa ketiganya tidak memproses di awal pemecatan dulu? Kenapa somasi dilayangkan menjelang penyelenggaraan Kongres Demokrat?

Kedua, apa yang diuraikan kuasa hukum tiga kader Demokrat asal Jawa Timur itu seperti mengaburkan fakta. Ambil contoh pemecatan Ketua DPC PD Nganjuk yang dilakukan DPP, tidak lain karena ada mosi tidak percaya yang dilakukan 13 Ketua PAC Wilayah Nganjuk, dari 19 kepengurusan PAC. Sedangkan untuk DPC Kota Surabaya, DPP menerima 29 mosi tidak percaya yang dilajukan PAC Kota surabaya. Secara regulasi partai, jumlah pengajuan mosi tidak percaya telah memenuhi syarat untuk dilakukannya pemecatan.

Namun pemecatan itu tidak langsung dilakukan oleh DPP Demokrat. DPP saat itu menghindari perpecahan yang meruncing, yang bisa mengancam perolehan suara karena terjadi menjelang Pemilu 2014. Dan baru pada Agustus 2014 usai Pilpres pemecatan dilakukan.

Nah, kenapa fakta-fakta ini tidak diuraikan dalam konferensi pers yang digelar kuasa hukum?

Kejanggalan ketiga, kuasa hukum tiga DPC ini, Rio Ramabaskara, tidak lain adalah loyalis Anas Urbaningrum. Ada beberapa fakta yang memperjelas soal itu. Misalnya, tweet @Rio_Ramabaskara yang jelas memperlihatkan loyalitasnya terhadap Anas. Apakah Anas Urbaningrum ikut meng-Golkar-kan Partai Demokrat? Kemungkinan itu bisa saja terjadi. Sebab, sejarah mencatat perseteruan keduanya.

Dan fakta lain mencatat, usai berita soal somasi ke kubu SBY tersiar luas, buzzer loyalis Anas pun silih berganti bersahutan menyebarluaskan pemecatan yang mereka sebut sebagai tindakan tidak adil, walau fakta bicara sebaliknya.

Kejanggalan keempat, kenapa konferensi pers ini dilakukan di Chilis Resto STC Senayan, bukan di wilayah Jawa Timur? Kenapa ketiga DPC yang dipecat ini malah yang diboyong ke Jakarta? Apakah pihak 'pemesan kisruh Demokrat' ini orang-orang di sekitar Senayan? Siapa yang memesan perseteruan yang dilancarkan kubu Anas urbaningrum tersebut? Apakah pemerintahan Jokowi ikut bermain dalam drama Golkarisasi Partai Demokrat?

Fakta-fakta tersebut akan kita ulas nanti. Namun yang jelas, Demokrat sedang ditarik ke dalam pusaran perpecahan layaknya Partai Golkar dan PPP. Apakah Ketua Umum Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono akan mampu melewati badai ini seperti saat dia menakhodai Demokrat menerjang gelombang pada Pemilu 2014 yang lalu? Kita tunggu bagaimana SBY menyelesaikan perselisihan yang terlihat dipaksakan ini. Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun