Dalam beberapa dekade terakhir, teknologi informasi dan media komunikasi berkembang pesat di seluruh dunia, memberikan dampak signifikan pada berbagai aspek kehidupan, termasuk praktik keagamaan. Gereja-gereja Kristen, khususnya, kini dihadapkan pada perubahan dan tantangan yang memerlukan adaptasi dengan teknologi modern. Gerakan Kristen Progresif adalah salah satu contoh adaptasi tersebut, dengan penekanan pada keadaan hati dan penerimaan keberagaman, serta pengabaian dogma-dogma tradisional yang kaku.
Kristen Progresif, yang dapat dianggap sebagai lanjutan dari gerakan teologis pascaliberal, menitikberatkan pada keadilan sosial, kepedulian terhadap orang miskin dan tertindas, serta pelestarian lingkungan hidup. Namun, ada perbedaan mendasar dalam pandangan terhadap Alkitab dan ajaran Kristen tradisional. Gerakan ini sering kali mengesampingkan Alkitab sebagai otoritas utama dan lebih mengutamakan perasaan pribadi dan pengalaman. Ini menyebabkan banyaknya tafsiran ulang terhadap doktrin-doktrin penting, seperti kebangkitan Yesus dan konsepsi dari perawan, yang oleh Kristen Historis dianggap sebagai landasan iman.
Di sisi lain, pengalaman pribadi dari individu yang menghadiri gereja-gereja yang berubah menjadi Kristen Progresif menunjukkan adanya tanda-tanda pergeseran teologis yang mengkhawatirkan. Banyak dari mereka yang terlibat dalam gerakan ini menunjukkan kecenderungan untuk menolak doktrin-doktrin tradisional dan menggantinya dengan pandangan yang lebih relatif dan subjektif. Pandangan ini termasuk menganggap dosa dan penebusan tidak lagi relevan, dan menggantinya dengan fokus pada keadilan sosial dan tindakan baik. Hal ini bisa membingungkan bagi mereka yang mencari kebenaran dalam ajaran yang konsisten dan historis.
Sebagai siswa sekolah Alkitab, saya melihat bahwa meskipun gerakan Kristen Progresif membawa beberapa aspek positif, seperti penekanan pada keadilan sosial dan kepedulian lingkungan, penting bagi gereja untuk tetap menjaga keseimbangan antara inovasi dan kesetiaan pada ajaran dasar Alkitab. Gereja harus beradaptasi dengan teknologi dan media komunikasi modern untuk menyebarkan Injil secara masif, namun tidak boleh mengorbankan doktrin-doktrin inti yang mendefinisikan iman Kristen. Penggunaan teknologi harus digunakan untuk memperkuat, bukan mengaburkan, pesan Injil yang sejati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H