Saya terus berjalan, meraba sisi-sisi lereng gunung dengan segala pemandangannya. Semakin keatas hutan semakin tipis. Pepohonan semakin jarang. Barangkali karena Merapi masih merupakan gunung yang aktif bahkan termasuk gunung paling aktif didunia., maka semakin keatas semakin jarang terdapat tumbuhan. Bahkan pada area tertentu sudah tidak ada lagi tumbuhan disitu. Saya akhiri pejalanan disitu. Melihat kebawah dan melihat  dan melihat begitu banyak hal dibawah sana, semakin tahu masih banyak tempat yang belum saya datangi. Ada rasa arogan dalam memandang sekeliling, bahwa saya lebih tinggi dari orang lain, namun juga ada rasa khawatir, akan melengkapi tanggung jawab saya dalam menempuh perjalanan pulang.
Di situlah kedalaman dalam memandang hidup. Semakin tinggi taraf kehidupan seseorang, seharusnya merasa semakin banyak yang belum diketahuinya, masih begitu jauh perjalanan menuju kesempurnaan., masih terlalu panjang berdiri diantara kegembiraan dan kesedihan, begitu sulitnya mencapaui ketentraman dan kebehagiaan. Terlalu lama berdiri diatas, akan membuat seseorang tak lagi ingat dimana ia berdiri, membutuhkan kekuatan hati dan keseimbangan juga kesadaran yang tinggi, mungkin bakal tergugah jika telah terjatuh kendatipun mungkin sudah agak terlambat menyadarinya  terlempar dari tempat yang begitu tinggi akibatnya adalah kesakitan yang teramat sangat. Bukan kebahagiaan yang kita dapat, akhirnya pada posisi itu semakin jauh kebahagiaan, semakin jauh ketentraman, bahkan untuk menempuh perjalanan sampai ketengah-tengah antara kegembiraan dan kesedihan membutuhkan kekuatan ekstra. Kesedihan yang didapat sudah terlalu dalam, sehingga perlu diciptakan rangking baru sejauh mana yang dinamai kegembiraan, untuk ditempuh dari jarak kesedihan yang dialaminya.
Sengaja saya hentikan perjalanan ditiga perempat ketinggian gunung, agar saya masih punya pikiran bahwa dalam mencapai puncak kebehagiaan manusia harus mempunyai kemampuan berjuang yang tak ringan. Kendati kebahagiaan dan ketentraman tidak harus dipenuhi dengan harta yang berlimpah, Namun sarana yang dibutuhkan juga tidak sedikit , musti harus dilalui  dengan perjuangan yang kuat.  Sampai disini lalu terasa kita tak mempunyai kekuasaan apa-apa, baik didunia maupun diakherat nanti. Bahwa manusia lahir dengan fitrahnya sebagai seorang pemimpin, pemimpin dunia, bangsa, kelompok, keluarga bahkan pemimpin bagi dirinya sendiri dan lahir bukan sebagai penguasa, jelas telah dimaklumi! Penguasa tunggal di Dunia ini hanyalah Allah.
Itulah! Perjalanan itu ringan, jika kita menganggapnya demikian, namun juga sebaliknya perjalanan akan menjadi demikian berat jika kita tahu apa yang kita hadapi, tak tahu cara menghadapi. Tak tahu maksud dari perjalanan bahkan tak tahu hasil  dari sebuah perjalanan, tak mengerti sampai dimana kesalahan yang telah kita perbuat.
Yogyakarta, 20 Desember 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H