Mohon tunggu...
Luki Ahmad Rizky
Luki Ahmad Rizky Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta

Mahasiswa Progam Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta, Penerima Beasiswa 1000 Da'i Bamuis BNI

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Pernah Menyerah kepada Kebaikan

18 Januari 2025   21:38 Diperbarui: 18 Januari 2025   21:38 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  Tepat pada perayaan hari ulang tahun ku yang ke-6 tahun, di kampung halaman, keluarga besar sedang berkumpul hangat di kediaman rumah kakek dari ayah, kala itu kakek adalah seorang tokoh agama setempat yang mempunyai banyak santri, dan datang salah satu seorang santri laki lakinya untuk ikut berdoa merayakan perayaan sederhana tersebut, santri itu teduh wajah nya, lembut sikap nya, seketika ayah kagum dan berkata padaku sambil menunjuk pemuda tersebut "Aa..lihat itu santri abah (kakek), beliau umur 16 tahun sudah hafal al - Qur'an 21 Juz". lantas aku iri kepada orang itu karena amat dibanggakan oleh abah dan ayah, funfact nya, salah satu iri yang diperbolehkan ialah iri kepada orang yang bagus (hafal dan mengamalkan) bacaan qurannya, dan orang kaya dermawan yang menggunakan kekayaan nya dengan bijak, sejak saat itu kutanamkan dendam kepada ayah ku agar aku bisa setara dengan orang itu, hari demi hari berlalu, aku sangat susah menghafal al qur'an, akhirnya ayah memberikan ku metode untuk menghafal surat tertentu saja seperti ; Al - Kahfi, Al-Waqiah, Ar-Rahman, Al-Mulk, dan Juz 30 semua ku hafal dengan terpaksa, karena paksaan dari ayah yang keras saat mengajar ngaji, bahkan aku sering menangis karena terus mengulang - ulang hafalan yang tak kelar kelar, karena susah untuk belajar dan menghafal akhirnya pun berpindah - pindah tempat pengajian, al hasil, semua tidak sesuai ekspetasi, bahkan iqro pun hanya sampai di iqro 3, disekolah selalu mendapat ranking nilai tengah kebawah.

  Hingga pada suatu saat Allah berikan jalan dengan memperkenal kan pondok pesantren Rafah, sebelum masuk pesantren rafah, aku mendaftar 7 pondok pesantren dan semuanya lolos, salah satu nya ialah pesantren la tansa, tapi takdir berkata untuk masuk pesantren rafah entah tanpa alasan, alasan paling kuat ialah karena melihat santri "migdad' berpakaian rapih dan membungkus buntelan baju untuk dicuci, petualangan pun dimulai, dan sejak saat itu aku baru sadar bahwa usahaku masih belum seberapa, hingga akhirnya aku selalu mengobarkan waktu, tenaga, dan pikiran hanya untuk menghafal al Qur'an, saat mengantri makan menyempatkan baca Qur'an, setelah belajar malam izin ke pengurus (OSIS/OSPERA) untuk mengurangi jatah tidur untuk menghafal, tidak mudah karena pasti ada cobaannya, pasti ada ujiannya, ujiannya pada saat itu ialah orang tua tidak punya waktu untuk menjenguk, padahal rindu ini sudah tak tertahan, dimana santri lainnya dijenguk, di beri perhatian dan diberi makan enak, ujian lainnya berupa ada saja masalah yang dibuat tidak sengaja, sehingga pernah dijauhkan oleh teman angkatan karena terlalu patuh pada aturan (aturan memakai bahasa arab dan inggris, serta menegur teman yang berbicara bahsa indonesia), pada saat itu perasaan dipondok sudah sangat bulat, aku tidak betah. 

  Tapi aku tidak boleh menyerah, hingga pada akhirnya atas izin Allah pada kelas 4 (1 SMA), mendekati Idul Adha 1441 H, pada umur 16 Tahun, dibimbing dan dibina oleh Al - Ustadz Awin Ihsani Al - Hafiz, aku berhasil mengkhatamkan dan menghafal Al- Quran 30 Juz bil Ghoib (tanpa melihat), dan selalu mendapatkan ranking teratas, serta ekonomi orang tua yang semakin jaya dibalik jarangnya mereka menjenguk ke pondok.

Semua cerita ini adalah 'Tahadust Bin Ni'mah' bukan karena sombong atau keangkuhan pribadi, dan pesan yang bisa didapat ialah Allah pasti membantu keinginan keinginan baik hambanya, baik secara langsung, ataupun tidak. Dan janganlah menyerah serta putus asa karena Allah melihat proses mu bukan hasilmu, karena yang memandang hasil hanyalah manusia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun