Mohon tunggu...
Luqman Abdul Chalik
Luqman Abdul Chalik Mohon Tunggu... -

Saya tertarik semua yang bermanfaat dan berguna bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mekanisme Pelatuk

4 Mei 2011   02:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:06 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata “mekanisme pelatuk” merupakan sebuah istilah yang dipinjam dari dunia militer dan persenjataan: dalam sebuah pistol ada sebuah pelatuk. Demikian juga tombol pada sebuah tustel foto. Bila kita ingin menembak, maka pelatuk ditarik: awalnya belum terjadi apa-apa, tetapi bila sudah lewat titik tertentu, maka pelatuk itu menyotok dan terjadi tembakan. Akibat-akibat dari penembakan itu sering belum dapat diramalkan sebelumnya. Nah, semua ini merupakan sebuah proses mekanis dan material belaka. Contoh lain mengenai mekanisme pelatuk, kali ini dalam arti kiasan: Seorang Grand Master catur menggeserkan sebuah bidak dan dengan demikian raja dan perdana mentri pihak lawan sekak-seter. Sebuah gerakan bidak yang kecil, kekuatannya tiba-tiba memperolah efek hebat. Nah, dalam struktur-struktur sosial pun terdapat sesuatu yang mirip dengan mekanisme pelatuk itu. Bila kita memahami struktur-struktur itu, maka kita dapat melihat juga dimanakah jalan-jalan buntu, sehingga jalan terbuka bagi suatu permasalahan yang baru. Dalam hal etika sebagai contoh, dalam sebuah pesawat terbang yang sedang gawat, terjadi kepanikan, maka sikap tenang satu orang saja dapat menyelamatkan penumpang. Sekelompok keluarga mulai mendiami rumah-rumah di daerah Pecinan misalnya, maka perbuatan tersebut banyak manfaatnya bagi integrasi suatu bangsa. Sebuah perusahaan keluarga etnis tertentu menempatkan seorang general managernya atau seorang direkturnya dari ras lain, maka penempatan posisi tersebut banyak manfaatnya bagi cairnya komunikasi dan keterbukaan di banyak perusahan lain dengan kasus sejenis. Bila seseorang secara demonstratif membakar diri (ingat Jan Pallach di Cekoslowakia, atau seorang biksu di Vietnam Selatan), maka peristiwa tersebut dapat mengubah situasi politik.

Jan Pallach bakar diri
Pidato Martin Luther King : “I Had a Dream” , yang kemudian menjadi terkenal itu, menarik sebuah pelatuk dalam situasi politik yang sudah menjadi beku, hingga ledakannya berdampak sampai kini yakni naiknya Obama, seorang ras negro–amerika menjadi orang nomor satu di negeri yang dulunya menganggap hal itu tidak mungkin terjadi. Juga di Asia, Benigno Aquino tertembak  menjadi pemicu 'people power' di Filipina dan mengubah sistem negara itu menjadi lebih demokratis. Seorang Briptu Norman menari dan berlipsing di Youtube, atau seorang polwan yang berjalan-jalan di catwalk dapat mengubah citra polisi yang dianggap menyebalkan menjadi lebih humanis. Dalam semua kasus ini perbuatan satu orang yang bukan ‘siapa-siapa’ berdampak jauh melampaui lingkupnya dan tidak disangka-sangka.
Anand Krishna mogok makan
Namun ingat, menggeser satu bidak hanya ada efek, bila pemain sungguh tahu peraturan-peraturan main catur. Hanya seorang yang sungguh tahu akan struktur-struktur sosial dapat mengaitkan perbuatannya dengan keadaan sekitarnya. Setelah Jan Pallach mengorbankan diri masih ada beberapa pemuda lain yang membakar diri, tapi perbuatannya tak ada efek. Bukan perbuatan ‘nyeleneh’nya yang penting, melainkan perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan struktur-struktur yang ingin dirombak. Rentetan bom bunuh diri (seperti yang terakhir di Cirebon) atau aksi mogok makannya Anand Krisna akan berhenti pada keheranan bagi orang-orang yang mendengarnya saja. Bisa saja fenomenanya seperti orang-orang yang ikut -ikutan MLM (Meletus Lalu Melempem). Tidak mampu membuat ‘ledakan’ yang lebih besar yang merombak tatanan sistem hukum misalnya. Bila tidak mengerti akan struktur dan mekanisme permainannya dengan tepat, seorang yang secara individu, seorang diri, ingin merombak keadaan, yang terjadi adalah orang gila yang pantas masuk rumah sakit jiwa. Karena perbuatannya dipandang dari sudut moral, tidak relevan tidak merupakan suatu perbuatan yang sungguh etis yang akan merombak sebuah struktur yang sudah berkarat. Suatu perbuatan baru dapat disebut “relevan” bila muncul dari rasa tanggung jawab moril serta pengetahuan tepat mengenai struktur-struktur yang ada. Bila suatu situasi dianggap jalan buntu, maka satu perbuatan dapat menjadikan situasi itu laksana penyalur petir, sehingga perhatian dan proses seluruh dunia dibangkitan. Nah, Anda ingin merombak keadaan? Pelajari mekanisme pelatuk dan struktur-struktunnya dengan cermat. Bila tidak matang, siap-siap menjadi orang sia-sia dan dianggap gila!. (Tulisan ini  gua posting mengingat permintaan mendesak *wajah memelas* dari para penggemar paragrafunik.blogspot.com. Disarikan dari buku "Strategi Kebudayaan" karya Prof. Dr. C.A. van Peursen. Semoga arwah beliau tenang di alam baqa)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun