Mohon tunggu...
Lukas SungkowoJoko Utomo
Lukas SungkowoJoko Utomo Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis buku

Katekis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Katolik, Akankah Bangkit bersama Yesus?

30 Maret 2024   22:15 Diperbarui: 30 Maret 2024   22:20 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3. Sengsara itu di depan Mata.

Dalam Injil Lukas 23: 27 dikisahkan bahwa para wanita meratap melihat kesengsaraan yang dialami Yesus.  Peristiwa yang terjadi di depan mata mereka membuat mereka sedih dan prihatin.  Namun Yesus berkata kepada mereka: Hai, putri-putri Yerusalem, jangan kamu menangisi Aku, tetapi tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu! (Lukas 23: 28).  Saat ini banyak pemangku kepentingan di sekolah katolik yang melihat bahwa institusi pendidikan Katolik sudah mulai masuk dalam "kesengsaraan" karena mulai ditinggalkan.  Apakah kita sudah tidak sebaik dulu lagi?  Tentu saja tidak, kita masih sebaik dulu, hanya masalahnya institusi yang lain sudah mengejar kita dan mereka tampil lebih baik.  Jika ada yang lebih baik, tentu masyarakat akan memilih yang lebih baik.

Pada saat seperti itu, kita hanya bisa menangis dan meratap, menyesali nasib dan berprihatin.  Menangis melihat kegagalan institusi kita (sekolah katolik) yang semakin tidak diminati.  Kita prihatin karena para pemimpin tidak bisa mempertahankan kejayaan kita. Dan jika kita saat ini hidup bersama Yesus secara "fisik", Dia pasti menegur kita: Hai kalian, jangan meratapi orang lain, jangan menuntut mereka bekerja untuk menyelamatkanmu, tetapi kamu juga harus bekerja keras, jangan hanya menangis, lihatlah, sekolah tempat kamu bekerja sudah kritis dan nyaris tutup.  Inilah kesengsaraan nyata yang saat ini kita pikul, dan Tuhan sesungguhnya sudah menasihati kita dengan sangat keras, melalui kondisi persekolahan yang saat ini kita hadapi.

4. Sekolah Gratis

Jika ada yang gratis, kenapa harus bayar?  Saya merasa bahwa ungkapan tersebut tepat untuk disematkan pada kondisi umat kita saat ini.  Kenapa? Karena mungkin dalam kegratisan itu mereka mendapatkan sama seperti yang berbayar.  Dan hal tersebut wajar bukan?  Saat ini pemerintah, terutama di jakarta memang menggratiskan sekolah jenjang dasar dan menengah.  Bahkan mereka telah merambah pada sekolah sekolah swasta untuk mendapat perlakuan yang "mirip".  Sekolah sekolah yang tidak lagi dipungut biaya dalam melaksanakan proses pembelajaran ini dilengkapi dengan fasilitas yang mumpuni, yang memungkinkan mereka menjadi sarana pendidikan hebat.

Kebutuhan guru dalam segala bidang dicukupi.  Apa yang tadinya menjadi kekhasan sekolah Katolik, terutama pembinaan iman Katolik yang mumpuni, juga diadakan di sekolah-sekolah pemerintah ini.  Apalagi coba yang kurang.  Maka tidak bisa disalahkan jika kemudian beberapa orang tua, menunggu pengumuman sekolah negeri dahulu untuk mendaftarkan anak-anak mereka di sekolah katolik.  Jika umat Katolik sendiri sudah memiliki pandangan seperti ini terhadap sekolah kita, bagaimana dengan masyarakat umum?  Jika umat paroki sendiri tidak mencintai sekolah gerejanya, bagaimana dengan masyarakat pada umumnya?

5. Saling menggigit di antara "Kita"

Menurunnya jumlah umat Katolik, khususnya dan umat Kristiani yang merupakan sasaran sekolah Katolik menjadi kesengsaraan berikut yang harus dipikul.  Mengapa menurun? Karena keluarga Kristiani rata-rata hanya memiliki anak satu atau dua orang.  Praktis dengan jumlah sekolah Katolik yang ada saat ini, menjadi salah satu faktor penurunan animo masyarakat untuk bersekolah di sekolah Katolik.  Ditambah lagi, lokasi sekolah Katolik yang saling berdekatan satu dengan yang lain.

Hal ini akan mendorong masing-masing sekolah untuk berebut murid dengan segala cara yang mungkin bisa dilakukan.  Peranan lembaga Katolik di atasnya yang menaungi sekolah-sekolah katolik nyaris tidak terdengar pada saat sekolah sekolah kita saling "gigit".  Mereka memang menghimbau, menyarankan, tetapi yang dibawah pasti lebih senang jika mendapatkan murid sesuai target daripada melaksanakan himbauan tersebut, itupun jika ada.  Kondisi ini memang wajar terjadi dalam semua institusi pendidikan, baik negeri maupun swasta, dalam segala bentuknya, dari yang sederhana maupun yang kompleks, dari yang kecil maupun yang besar.  Kondisi ini bisa membuat kita bersemangat dalam berkompetisi dalam mendapatkan murid, tetapi juga bisa membuat yang satu membuat binasa yang lain.

Harus diakui, Lembaga yang lebih atas, yang menaungi dari sekolah-sekolah Katolik sebenarnya sudah memberi berbagai cara untuk mempertahankan kelangsungan hidup sekolah Katolik seperti berbagai peningkatan kompetensi para pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan, tetapi sepertinya hal ini menguatkan suasana persaingan di antara sekolah katolik, sehingga suasana saling "gigit" itu semakin terasa.

6. Ego Internal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun