"Jika kamu seorang jurnalis, tunjukkan padaku sebuah cerita (story)," tutur Scott Rensberger, pemenang NPPA dan IRE scroll tahun 2016. Lalu, apa hubungan antara jurnalis dan cerita dan bagaimana caranya (membuat cerita)?
Jurnalisme berasal dari Bahasa Perancis, Le Journal, yang artinya buku, jurnal. Apabila ditarik lebih lampau lagi, kelahiran jurnalisme dimulai pada masa Romawi yakni acta diurna. Acta diurna pada waktu itu digunakan pemerintah Romawi untuk menyampaikan pengumuman hal-hal penting kepada masyarakat. Oleh karena sejarah yang panjang tersebut, maka kegiatan jurnalisme tidak bisa dipisahkan dari tulisan, teks, maupun narasi.Â
Jurnalisme Naratif atau storytelling journalism mulai dikenal sejak akhir abad 18 dan awal abad 19. Ide jurnalisme naratif sangat erat kaitannya dengan cerita-cerita fabel yang terkenal dan dikenal di kalangan anak-anak. Cerita yang memuat tokoh, konflik, dan solusi memang sangat menarik perhatian anak-anak. Setidaknya, elemen-elemen itulah yang ada pada jurnalisme naratif.Â
Seiring dengan perkembangan teknologi, narasi dalam jurnalisme tidak hanya disampaikan melalui medium teks saja. Akan tetapi, banyak media yang dapat menyalurkan kegiatan jurnalisme, baik melalui foto maupun video. Terkhusus bagian foto, ada jenis fotografi yang sangat erat kaitannya dengan jurnalisme naratif, yakni photo story atau cerita foto. Cerita foto hanya berfokus pada satu individu, tempat, atau kegiatan yang dengan itu audiens dapat merasakan (merasa hadir secara langsung) dengan melihat foto-foto yang disajikan.Â
Berikut 6 tips yang dapat digunakan untuk membuat photo story yang baik berkenaan dengan kegiatan jurnalisme.Â
1. Mulai menentukan tema dan angle foto
Tema dan angle foto merupakan hal penting dalam cerita foto. Hal itu dikarenakan, dua hal tersebut merupakan hal dasar bagi seseorang ketika akan mengambil sebuah foto. Salah satu cara agar foto nampak "berbicara" ialah mengambil foto yang terdapat  manusia.Â
2. Cerita adalah kunci
Sama dengan foto, narasi merupakan hal yang tak kalah penting dari foto itu sendiri. Oleh karena itu, keseimbangan antara foto dan cerita sangatlah penting. Apabila hanya satu elemen (antara cerita atau foto) yang unggul, maka tidak akan menghasilkan cerita foto yang baik.Â
3. Spesifik
Apabila sudah menentukan tema dan topik cerita foto, maka seorang pencerita foto harus spesifik. Potret dan pilihlah foto yang sesuai dengan topik pilihan. Semakin spesifik, maka semakin baik. Hal itu akan melahirkan cerita foto yang mendalam dan tajam.Â
4. Temukan Cerita yang Tersembunyi
Cerita tersembunyi merupakan hal yang paling menarik para audiens. Hal itu akan membuat audiens semakin penasaran dan larut dalam cerita foto yang telah dibuat. Oleh karena itu, temukan cerita-cerita yang tidak banyak orang tahu. Hal itu dapat dicapai dengan pendekatan dan wawancara yang mendalam.Â
5. Berpasangan dengan Jurnalis Lain
Berpasangan dengan jurnalis lain bukan tanpa sebab. Cerita yang menarik, tajam, dan mendalam hanya akan lahir ketika dua atau lebih manusia saling bertukar pikiran. Terlebih, hal itu akan berguna untuk memperkuat kekayaan dan kedalaman cerita yang dibuat. Secara praktis pula, hal itu membantu ketika akan dan sedang pendekatan dan wawancara dengan narasumber.Â
6. Berlatih
Seseorang yang ingin menjadi pencerita foto yang baik wajib selalu melatih kemampuannya. Hal itu akan meningkatkan ketajaman rasa ketika mengambil foto atau menulis cerita, bahkan secara menentukan topik cerita foto.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H