"Diksi keras untuk koruptor"adalah judul tulisan dari Indra Tranggono pada Kompas 21 November 23, Tulisan ini menarik, Indra mempermasalahkan kenapa dalam judul berita pelaku korupsi selalu ditulis dengan halus,lembut normatif eufimistis, mriyayeni,  tidak seperti pelaku Kriminal lainnya  "pencuri sepeda motor tewas...,tiga pemuda bejat perkosa murid SMP". ,
Menurut Indra dalam Tulisan tindak pidana dengan diksi keras ini, jurnalis punya beberapa tujuan , ingin memberikan tekanan untuk menggugah keprihatinan publik, merendahkan derajat kemanusiaan pelaku Kriminal dan yang terakhir memberi "hukuman moral"
Tetapi kenapa untuk kejahatan serius yaitu korupsi tidak muncul "Tujuan" seperti kejahatan yang  lainnya? saya coba ketik di google "Kasus Korupsi terbesar di Indonesia" yang muncul memang tidak ada kesan yang merendahkan derajat pelaku ,menggugah keprihatinan publik ,dan hukuman moral pelaku.
Tidak semua kejahatan korupsi dapat diperlakukan dengan diksi keras yaitu korupsi yang dilakukan terpaksa karena  tertekan/pressure dan merasa tidak punya Solusi tetapi ada korupsi yang memang karena serakah/greed dan pelakunya "sakit."
Menurut  Fraud Trees,korupsi  merupakan percabangan  kejahatan dari Fraud,yang pada prinsipnya secara umum adalah suatu kejahatan yang sungguh sungguh mencuri dengan cara berbohong "theft by lying" berkata tentang sesuatu dengan tidak yang sebenarnya, menyesatkan atau tidak jujur, contoh jenis  Fraud  yaitu korupsi, penggelapan,penipuan, penyalah gunaan jabatan untuk keuntungan pribadi dan lain lain.
Korupsi  yang terjadi di Indonesia  jenis  yang mana? ada dua jenis  Fraud  yaitu  Accidental Fraud atau Predator fraud?
Accidental FraudÂ
Menurut Premis dari Donald Cressy, Segitiga Fraud, seseorang  melakukan Fraud harus memenuhi  tiga unsur  yang memotivasi pelaku  yaitu tekanan/pressure, kesempatan/opportunity dan rasionalisasi/rationalization. Tekanan/Pressure pada pelaku  ini biasanya tidak dapat diceritakan ke orang lain.
 kesempatan/Opprtunity, seorang pelaku fraud sangat hati- hati  karena pada dasarnya pelaku adalah orang yang taat hukum, pekerja yang baik dan berusaha menanamkan kepercayaan dalam tugasnya, akan melakukan Fraud setelah merasa betul- betul aman baru dilaksanakan.
Rasionalisasi ,  pelaku  betul- betul  berperang dengan hati nuraninya untuk mencari- cari pembenaran melakukan Fraud, karena pelaku masih mempertimbangkan resiko, nama baik ,pada dirinya sendiri ataupun keluarganya. Sampai pada titik batas tidak dapat jalan keluar lagi maka dengan sangat hati -hati dilaksanakan niatnya.
Tindakan Fraud ini biasanya baru pertama atau kedua kali dilakukan, pelaku sudah lama bekerja di tempat kerjanya dan tidak tampak pantas melakukan Fraud, oleh karena itu Fraud jenis ini disebut Accidental Fraud.
Pelaku Accidental Fraud  ini, di negara maju tidak langsung diselesaikan dengan cara penuntutan di sidang pengadilan tetapi di selesaikan internal, malah ada institusi yang sudah berjaga- jaga dengan mengasuransikan kerugian semacam ini ,  yaitu yang disebut Fidelity insurance.
Predator Fraud
Korupsi jenis ini tidak dapat diterangkan dengan premisnya Donald Cressy yaitu pathologi -predator Fraud, Fraud jenis ini sangat licik, jahat hanya fokus mencari dan berburu/hunt  kelemahan  dan kerentanan dari organisasi, pertimbangan rasionalisasi dan tekanan sudah tidak lagi  sebagai motivasi, yang terpenting mancari -cari kesempatan/opportunity kesempatan dapat diciptakan oleh predator Fraud dengan melakukan kolusi dengan orang dalam untuk melaksanakan tujuannya supaya mendapatkan untung sebagai gaya hidup keserakahannya, hasrat tak terkontrol(pathological),ataupun,korupsi jenis ini paling banyak di Indonesia.
Dampak Predator Fraud
Dampak Predator Fraud ini  merugikan dan merusak  pribadi, sedih dan  kecewa kehilangan kepercayaan diri ,marah dan tentu saja kehilangan material. Organisasi, kehilangan kepercayaan pelanggan, material, dan dapat  menghancurkan struktrur keamanan negara, kerugian moneter, masyarakat timbul ketidak percayaan,investor pergi, yang makin parah, menarik para penjahat untuk melakukan money laundring, ini yang disebut efek  attractiveness index . Data dari ACFE (  Association of Certified Fraud Examiners) kerugian diseluruh dunia akibat kejahatan Fraud sekitar 3.5 trilliun US $.
Maka seharusnya  Predator Fraud di jadikan musuh bersama masyarakat, diperangi dan jurnalis harus  memperlakukan para koruptor predator ini  dengan  diksi  keras  untuk menggugah keprihatinan publik, merendahkan derajat kemanusiaan pelaku koruptor  dan yang terakhir memberi "hukuman moral".sehingga peran jurnalis dapat menjadi deteran kejahatan korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H