Mohon tunggu...
Lukas Budi
Lukas Budi Mohon Tunggu... Lainnya - Biografometrik Nusantara

Biografometrik Nusantara (grafonomi,deteksi kebohogan, tes integritas, )

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lawan Koruptor Kalau Ingin Indonesia Merdeka dari Korupsi

8 Agustus 2022   11:01 Diperbarui: 8 Agustus 2022   11:29 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada koran Kompas  3 Agustus 2022 , kolom pemberantasan korupsi ditulis "Pendekatan Pencegahan Belum Efektif Tangkal Korupsi", kesimpulan ini berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, Indeks Persepsi Antikorupsi(IPAK), Indeks  Indonesia naik dari 3,88 pada 2021 menjadi 3,93 Tahun2022. Tetapi menurut peneliti Transperancy International Indonesia, banyak indikator IPAK yang justru menurun.

Menurut Transperancy International  pada Desember 2021, score persepsi pemberantasan Korupsi Indonesia  38, naik satu point dari  tahun sebelumnya,kalau dibandingkan Vietnam  score  39 naik 3 poin dari tahun sebelumnya (nilai 0 sangat korup dan 100 sangat bersih), terlihat  score persepsi korupsi  Indonesia menurut Tranperancy International juga belum bergerak secara signifikan. 

Oleh karena itu dikatakan pemberantasan Korupsi dengan pendekatan pencegahan  belum efektif. Apakah memang demikian belum efektif? Tetapi justru yang perlu dicari permasalahannya kenapa pendekatan pencegahan belum efektif?  Di kolom Kompas ini ditulis pendapat Alvin Nicola bahwa IPAK terbatas memotret korupsi kecil, Padahal pemerintah perlu fokus memberantas korupsi besar.

 Mungkin perlu diketahui kejadian   korupsi  besar terkini  yang menyakiti hati Nurani  bangsa  Indonesia yaitu korupsi yang  dilakukan oleh Surya Darmadi dan merugikan negara Indonesia 78 Triliun, CNN Indonesia,3 Agustus 2022, korupsi ini dilakukan berkolusi dengan bupati Indera Giri Hulu (1999- 2008) dan Surya Darmadi ini  diperkirakan sudah lari ke Singapura, (moga moga Sigapura menepati perjanjian extradisi dengan Indonesia). Kenapa terjadi berulang ulang dan tidak dapat dicegah dan terdeteksi lebih awal oleh pengawas internal atau eksternal?

Indonesia mempunyai pengawas eksternal terhadap Lembaga pemerintah , BUMN , pemerintah pusat dan daerah dan pengawas internal Inspektorat  yang berfungsi melakukan pengawasan dan mencegah , mendeteksi  manajemen dan keuangan negara.

Padahal   strategi untuk pencegahan ,deteksi   korupsi dan fraud  ini  sudah dipunyai oleh  pengawas eksternal dan pengawas internal Lembaga ,organisasi pemerintah.  Tetapi mengapa    strategi pencegahan  dan deteksi melawan korupsi   ini  belum efektif ?

 Korupsi di Indonesia sudah sangat akut dan membahayakan keuangan negara,  Ciri -ciri korupsi yang terjadi di Indonesia  yaitu  berkolusi dengan internal para manajer  atau top manajer birokrasi/organisasi , kerugian negara sangat besar, lama terungkap.

Kembali ke pendekatan pencegahan dan deteksi korupsi dan Fraud ,  Apakah pengawas eksternal   serta  pengawas internal tidak dapat  mencegah dan mengidentifikasi korupsi  lebih awal ?  sehingga kerugian negara dapat diminimalisir atau zero corruption.  sejak Indonesia berdiri berapa rupiah pengawas ekternal dan internal dapat  menyelamatkan uang negara dengan strategi pencegahan dan deteksinya?

Ada suatu teori umum (common sense), "kalau ingin berperang , ketahuilah kekuatan dan kelemahan musuhmu, jangan sampai berperang  tidak tahu lawannya, sehingga kalah dan dipermalukan". Begitu juga Korupsi  yang berkembang di Indonesia, kita anggap sebagai lawan,kita kenali dulu   ini jenis korupsi apa? Bagaimana strategi melakukan korupsi?Sehingga dengan mengenali karakteristik korupsinya , yang berwenang dapat mengantisipasinya.

Korupsi dapat di kelompokkan sebagai  Fraud, secara definisi ada yang membedakan , tetapi  unsur  Fraud dan korupsi  sama  yaitu Accidental Fraud dan Predator Fraud. Menurut   Donald Cressy yang mengembangkan model Accidental Fraud,  mempunyai premis bahwa Fraud atau korupsi  dapat terjadi kalau terdapat  tiga komponen yang exist yaitu pelaku merasakan tekanan/pressure, tekanan ini cenderung bersifat pribadi sulit untuk dapat dibagikan kepihak lain dan   tekanan umumnya  masalah keuangan atau yang dapat dikonversi dengan uang, kedua peluang /Opportunity yang didapat, bahwa sebelum melakukan fraud, pelaku baranggapan ada suatu kesempatan yang dapat diambil keuntungan dari system yang tidak mungkin tertangkap, biasanya organisasi internal control longgar. Ketiga adalah rasionalisasi, pada dasarnya orang baik dan tidak mau di persepsikan sebagai Kriminal maka untuk menghilangkan persepsi terhadap dirinya sendiri muncullah rasionalisasi. Ini yang dikenal dengan segitiga Fraud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun