KEENAM, hakikat puasa yang keenam adalah untuk keperluan mengambil keputusan dan bertindak untuk sesuatu hal. Kisah Para Rasul dalam dua kisah yang saya ambil menjelaskan tentang pergumulan para rasul untuk bertindak dan berpuasa untuk mencari tahu maksud Tuhan lewat Roh Kudus atas diri mereka agar tahu kemana dan bagaimana harus pergi. Di kisah kemudian, para rasul pun berpuasa untuk untuk menentukan penatua-penatua, sehingga “bertanya” kepada Tuhan lewat puasa. Nah, ini juga sering kita dengar di sekitar kita, jemaat gereja melakukan puasa untuk mencari tahu maksud Tuhan dalam memilih sesuatu untuk diri dan komunitas mereka.
Nah teman-teman, dari 6 hakikat puasa yang saya sarikan dalam Alkitab ini, apakah masih ada yang mempertanyakan tentang mana yang benar dan mana yang baiknya saya lakukan? Kok sepertinya berbeda dari puasa orang Islam? Yakin, beda?
Di Islam, puasa itu memang ada yang bentuknya wajib dan ada yang bentuknya sunnah. Puasa wajib itu adalah puasa di bulan Ramadhan yang datang sebulan dalam setahun. Meskipun pada akhirnya sifatnya wajib, bagi orang Muslim, puasa Ramadhan itu seperti sebuah acuan yang sangat baik untuk “pintu masuk” kehidupan manusia untuk bisa menahan, menyaring, menjernihkan, membeningkan, dan memfilter apapun yang ada dalam kehidupan. Makanya sebenarnya, puasa Ramadhan bagi orang Muslim (yang menurut orang Muslim sendiri) harusnya dipahami sebagai kekhususan yang diberikan kepada manusia untuk bisa menuju puasa-puasa yang lebih luas konteksnya.
Jadi konteks ajarannya dengan Kristen memang agak beda. Bedanya tentang kewajiban dan anjuran. Kita di Kristen memahami bahwa puasa itu tidak wajib, tetapi sangat baik jika dilakukan, di Islam ada puasa yang wajib dilakukan dan ada juga yang dianjurkan. Harusnya yang kita pertanyakan adalah kenapa kita harus (atau baik jika melakukan) berpuasa? Bukan soal puasa siapa yang lebih baik. Itu urusannya Tuhan karena Tuhan yang dapat menilai.
Jadi, kenapa kita harus puasa dalam konteks Islam maupun Kristen itu ada dalam 3 aspek. Mari lihat lagi 6 hakikat puasa di dalam Alkitab yang sudah disarikan di atas. Ternyata keenamnya menunjukkan 3 aspek yang sama dengan Islam tentang kenapa kita harus atau baik berpuasa.
- Puasa untuk diri sendiri atau duniawi : baik Islam maupun Kristen menempatkan puasa sebagai metode atau cara untuk mendapatkan sesuatu yang sifatnya duniawi.
- Puasa untuk ukhrawi : puasa ini menempatkan puasa demi tempat yang mulia di Kerajaan Surga, sehingga dibarengi dengan sikap hidup terus berbuat baik dan sesuai Allah. Dalam bahasa Islam adalah demi mendapatkan pahala yang sebanyak-banyaknya.
- Puasa untuk Allah atau ilahiyah : puasa ini sudah betul-betul menjadi keberserahan diri kepada Allah sehingga puasa menjadi bentuk diri yang membebaskan dari segala kepentingan diri sendiri. Puasa kita semata-mata untuk tetap berhubungan dengan Allah. Makanya di dalam segala keberserahan diri kita itu, ya kita membiarkan diri ikut dengan maunya Allah. Kalau dalam bahasa Kristen adalah “berserah”, maka dalam bahasa Islam adalah “Al-Ikhlas”.
Jadi, makanya puasa itu harusnya tidak dipahami cuma sekadar menahan untuk tidak makan dan minum, karena berpuasa juga harus memberikan perubahan diri. Kalau toh sederhananya yang bisa kita pahami tentang berpuasa adalah cuma menahan makan dan minum, lalu apa yang kemudian kita rasakan dan renungkan dari menahan makan dan minum? Kalau jawaban kita masih berkisar soal urusan perut, maka dunia yang kita ingin capai sebenarnya juga cuma soal perut. Tapi kalau bisa lebih jauh dari itu, misal “aku merasa merasa lebih menghargai dan prihatin dengan mereka yang tidak bisa makan”, maka hasil berpuasa kalian sudah lebih jauh daripada cuma soal urusan perut, tapi ke soal kesadaran realitas dunia kita.