Pada 10 Agustus 2022 pukul 20.00 WIB di Gedung Fakultas Hukum UI, mata najwa mengundang dua orang narasumber yang merupakan alumni dari UGM. Dimana narasumber pertama ialah Zainal Arifin Mochtar seorang Ahli Hukum Tata Negara UGM dan seorang pegiat antikorupsi dan sempat menjabat sebagai direkur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, beliau juga meraih gelar master dari Northwestern University dan meraih gelar doktor di FH UGM . Narasumber kedua ialah Eddy O.S. Hiariej Wakil Mentri Hukum dan Ham periode 2020-2024 dan beliau juga meraih gelar profesor dari FH UGM di usia 37 tahun dan sebelumnya dikenal sebagai guru besar Ilmu Hukum Pidana UGM. Kedua narasumber tersebut dipertemukan dalam acara mata najwa tadi malam yang mengusung tema "Merdeka Bersuara" yang dimoderatori oleh Najhwa Shihab.Â
Debat kali ini membahas mengenai RKUHP yang berisikan pro dan kontra dari berbagai civitas salah satu diantaranya ialah masyarakat sipil hingga mahasiswa yang ada di Indonesia. Dimana terdapat pasal-pasal yang di indikasi  mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi. Debat ini juga berfokus pada pasal penghinaan kepada kepala negara dan terhadap kekuasaan negara tersebut, bukan dalam arti pasal-pasal lainnya diabaikan melainkan pasal penghinaan kepada kepala negara dan terhadap kekuasaan negara tersebut merupakan bukti perjuangan dalam mempertahankan kebebasan untuk berbicara.
Pasal penghinaan kepada kepala negara terdapat dalam Pasal 218 RKUHP yang berisikan
1. Setiap orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV
2. Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Penjelasan selanjutnya juga dapat dilihat dalam pasal 219 RKUHP.
Dalam pasal 218 ayat 2 RKUHP terdapat penjelasan mengenai kritikan yang dapat disampaikan oleh masyarakat sipil yang bersifat konstruktif dan sedapat mungkin memberikan suatu alternatif maupun solusi ataupun dilakukan dengan cara yang obyektif. Pada pasal 220 juga pidana ini hanya dapat dilakukan melalui delik aduan yang langsung dituliskan oleh Presiden atau Wakil Presiden itu saja.Â
Zainal Arifin Mochtar menyampaikan bahwasan nya  dalam pasal 218 RKUHP terdapat sebuah diskriminasi dimana Presiden dan Wakil Presiden dianggap sebagai warga negara istimewa, padahal bisa saja pasal tersebut diberlakukan untuk semua masyarakat sipil bukan hanya untuk Presiden maupun Wakil Presiden saja. Eddy O.S. Hiariej menyanggah  bahwa Presiden dan Wakil Presiden di anggap istimewah atau melanggar Asas equality before the law, melainkan beliau menyampaikan bahwa tidak masuk diakal nya sekalipun jikalau di dalam KUHP diseluruh dunia terdapat perarturan dalam menjaga martabat maupun keamanan Presiden dan Wakil Presiden dari negara lain. Sementara Presiden dan Wakil Presiden dari negara kita itu sendiri tidak dilindungi.
Pasal 351 Ayat 1 berisikan "Setiap orang yang Di Muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II". Lembaga negara yang dimaksud bisa berupa lembaga kepolisian, kejaksaan dan lembaga pemerintah lainnya.
Moderator Najhawa Shihab menyinggung juga mengenai masalah pembunuhan yang dilakukan oleh irjen FS, bahwasan nya beliau tidak dapat menjadi contoh dalam masyarakat, sehingga masyarakat berspekulasi bahwasan nya pihak kepolisian tidak dapat dipercaya dan menyebabkan keluar nya kata-kata dari masyarakat seperti "Polisi itu bebal, Polisi bodoh" dan kata-kata lain sebagainya. "Apakah ucapan tersebut dapat dikenakan Pidana atau tidak"? ucap Najhwa Shihab. Eddy O.S. Hiariej menaggapi akan pertanyaan moderator tersebut, bahwa hal tersebut tidak dianggap sebagai penghinaan melainkan hal tersebut merupakan kritik dan beliau bisa memastikan bahwasan nya hal tersebut bukanlah penghinaan.  Eddy O.S. Hiariej juga menyampaikan bahwa pengertian  penghinaan itu bersifat merendahkan yang mengandung unsur-unsur negatif yang tidak bersifat membangun.
Zainal Arifin Mochtar menyampaikan ketidaksetujuan akan lembaga umum yang dilindungi seperti kejaksaan, kepolisan,DPR dan pejabat pemerintah lainnya, sehingga beliau berpendapat bahwa yang ingin dilindungi ini adalah kelembagaan yang seringkali di kritisi oleh masyarakat sipil dan bisa saja kepentingan ini bukanlah untuk kepentingan masyarakat saja melainkan terdapat oknum-oknum yang ingin berlindung di dalam RKUHP ini.
Pasal 240 RKUHP berisikan "Setiap orang yang Di Muka Umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV". Penjelasan pasal yang dimakasud dengan "kerusuhan" adalah suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang menimbulkan keributan,keonaran,kekacauan, dan huru hara.
Eddy O.S. Hiariej menyampaikan maksud dari pasal 240 RKUHP ini bahwasan nya kerusuhan yang dimakud ini bersifat huru hara fisik atau nyata dan ada, sehingga tidak satu orang pun dapat terkena pasal ini jikalau kerusuhan yang terjadi ini tidak bersifat nyata. Tetapi Zainal Arifin Mochtar menyanggah akan statement yang di sampaikan oleh saudara Eddy O.S. Hiariej, hal ini dikarenakan jikalau dalam sebuah kerusuhan yang terjadi ini asal penyebabnya bukan berasal dari orang tersebut melainkan diciptakan oleh pihak ketiga yang sengaja masuk dan mencoba membuat kekeliruan dalam kerusuhan tersebut. Eddy O.S. Hiariej menaggapi jikalau terjadi hal demikian, maka pihak berwenang akan terus mencari dan menyelidiki siapakah yang berada dibalik kerusuhan tersebut dan orang-orang yang tidak terkait dipastikan tidak akan terkena pasal pidana ini.
Pada akhir sesi debat, Najhwa Shihab selaku moderator melempar pertanyaan kepada saudara Eddy O.S. Hiariej mengenai "seberapa besar ruang yang dapat di berikan oleh para lembaga pembuat undang-undang dalam masukan-masukan yang disampaikan oleh masyarakat sipil terhadap kebebasan bersuara?". Eddy O.S. Hiariej selaku Wakil Mentri Hukum dan Ham menyampaikan bahwa lembaga komisi III akan sangat menerima masukan yang disampaikan oleh masyarakat sipil bukan hanya mengenai pasal penghinaan kepada kepala negara dan terhadap kekuasaan negara saja, melainkan pasal-pasal yang dianggap dapat merugikan masyarakat sipil juga dapat diperimbangkan
Penulis : Luis Fernando Gea
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI