Mohon tunggu...
Luhur Satya Pambudi
Luhur Satya Pambudi Mohon Tunggu... profesional -

Seorang lelaki sederhana yang suka menulis cerpen, soal sepak bola, dan bisa pula perihal lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dialog Dua Anjing Tetangga

7 Agustus 2010   05:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:14 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(sesuatu yang telah saya tulis sekian bulan lalu)

Tetangga yang sudah hampir dua tahun tinggal di rumah sebelah memelihara seekor anjing sejak kedatangannya. Anjing yang selalu diikat atau ditaruh di kandang itu suka sekali menyalak. Setiap ada orang melewati rumah itu selalu disapanya, bahkan termasuk mereka yang akan bertamu ke tempat tetangga kanan kirinya. Sekian pekan silam, rumah depan akhirnya berpenghuni juga setelah mengalami masa renovasi yang panjang sekali. Ternyata mereka pun memelihara seekor anjing dari jenis yang berbeda. Uniknya, anjing itu jarang terdengar suaranya. Suatu ketika, anjing rumah sebelah dan anjing rumah depan saling menggonggong, berisik sungguh kedengarannya. Padahal sesungguhnya mereka berdua tengah terlibat dalam sebuah perbincangan yang seru. Berikut ini terjemahan bebasnya berdasarkan imajinasi belaka.

“Hai teman, kenapa sih kau cerewet sekali? Setiap ada orang lewat, pasti kau bersuara,” ujar anjing rumah depan.
“Aku hanya minta perhatian mereka, sekalian sedikit protes,” sahut anjing rumah sebelah.
”Protes? Memang majikanmu tak pernah memerhatikanmu? Bukankah setiap hari kau dikasih makan?”
”Iya sih, aku memang selalu diberi makan. Kadang aku juga dimandikan. Aku tahu majikanku sayang kepadaku. Tapi ada satu hal yang tak pernah bisa dia berikan.”
”Apakah itu, teman?”
”Aku tak ingin terus-terusan diikat atau tinggal di dalam kandang seperti ini. Aku ingin bebas berjalan dan berlarian seperti kau, teman.”
”Ah, betapa malang nasibmu. Aku jadi sadar bahwa aku beruntung sekali telah diberi banyak kebebasan oleh majikanku. Aku boleh berjalan dan berlarian ke mana pun di dalam rumah. Bahkan aku kadang tidur bersama majikanku di atas kasur yang empuk.”
”Pantas saja kau tak banyak bersuara, habis semua kebutuhan hidupmu terpenuhi tanpa kecuali. Andai saja kumiliki kebebasan seperti yang kau punyai, teman.”
”Ah, tapi kadang bosan juga aku di dalam rumah melulu. Aku ingin sesekali merasakan berada di luar rumah dalam kurun waktu yang lama sepertimu. Aku ingin bebas menghirup segarnya udara dan hangatnya sinar mentari di pagi hari atau merasakan sejuknya hembusan angin malam.”

Dialog serta merta terhenti karena majikan anjing rumah depan menutup pintu rumahnya yang sebelumnya terbuka lebar, tapi terpasang jeruji kayu yang tingginya sekitar tujuh puluh lima sentimeter, yang membuat si anjing tak mungkin bisa keluar dari rumahnya. Anjing rumah sebelah pun tiba-tiba diam tak bersuara lagi.

5 April 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun