Mohon tunggu...
Luhur Pambudi
Luhur Pambudi Mohon Tunggu... Staff Pengajar SOBAR Institute of Phylosphia -

Perut Kenyang Hatipun Senang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Betapa Tidak Menarik Politik Ekstra Parlemen Kampus, Belakangan Ini (3)

2 Oktober 2018   20:38 Diperbarui: 2 Oktober 2018   21:23 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PMII, HMI, IMM dan GMNI dalam menjalankan mekanisme politik mahasiswa didalam kedaulatan miniatur negara kampus memiliki partai politik mahasiswa yang sifatnya resmi dan diakui oleh otoritas tertinggi pimpinan organisasi ekstra parlementer kampus wilayah UIN Sunan Ampel Surabaya. Saya pribadi hanya mengetahui partai politik mahasiswa milik PMII, bernama Partai Revolusi Mahasiswa (PRM), dan partai politik mahasiswa miliki PMII Cabang Surabaya Selatan bernama Partai Republik Mahasiswa (Parem). Ada sebuah pandangan yang mengatakan jika PMII Cabang Surabaya Selatan adalah Cabang PMII yang mendompleng otonomi wilayah di UIN Sunan Ampel Surabaya yang tak direstui secara statuta AD & ART Pengurus Koordinator Cabang PMII Jawa Timur. Saya tidak ingin terjebak pada kemungkinan kesalahan tafsir tentang kondisi perkembangan politik mahasiswa kampus UIN Sunan Ampel Surabaya yang menyisahkan kisah yang tak kalah menarik mengenai dualisme didalam tubuh PMII UIN Sunan Ampel Surabaya dari awal tahun 2000-an, tapi saya lebih percaya ada sebuah arus sejarah yang sengaja hulu-hilirnya tak boleh disentuh, diklarifikasi atau diketahui oleh kebanyakan orang (anggota dan kader PMII Cabang Surabaya dan PMII Cabang Surabaya Selatan), karena ada kepentingan yang hendak dipelihara menyangkut statistik memperebutkan pengaruh kekuasaan, politik, dan uang. Siapa yang memelihara kepentingan itu? Sebuah pertanyaan menarik untuk terus memelihara rasa penasaran kita tentang politik mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya. Jawabannya, cepat atau lambat akan kita ketahui seiring senior-senior kita entah yang berada di kubu selatan atau tanpa selatan, mendadak memperoleh kesempatan beasiswa pendidikan pascasarjana dan kesempatan menjadi dosen tetap di dalam kampus UIN Sunan Ampel Surabaya.

Apa boleh buat, satu hal yang seksama kita bisa lakukan, yakni dengan tetap menyebut PMII Cabang Surabaya Selatan sebagai saudara sekandung yang tak serumah dengan PMII Cabang Surabaya. Dan tetap memfokuskan diri secara struktural organisasi menjalankan amanat AD & ART, Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII, dan niat tolabulilmi dengan proses pendidikan kaderisasi ideologi, pemikiran dan gerakan-gerakan perubahan yang transformatif pada kader-kader muda yang memutuskan belajar (sebenarnya ada campur tangan Tuhan) di rumah singgah bernama PMII.

Lagipula, apa pentingnya ketika kita hendak menyusuri pangkal dari segala sesuatu yang menyangkut kancah politik kader PMII di dalam kampus atau di luar kampus, toh paska menjadi ketua rayon, naik ke ketua komisariat, berlanjut lagi ke tingkat cabang, hingga sampai pada tingkat pengurus koordinator cabang, hanya menyisahkan kemunafikan dan sisa-sisa tanda tanya tentang slogan-slogan pergerakan dan pemikiran hasil ijtihad ilmu pengetahuan dan manhajul fikrAhlusunnahwaljamaah, yang sering kali dihasutkan ke telinga adik-adik kita mahasiswa baru yang lugu di semester-semester pertama perkuliahan. Terkesan bromocorah mungkin, tapi bagi kalian sahabat-sahabat saya yang terhasut bujuk rayu para senior yang berkepentingan mengikuti pergulatan alur maju mundur dan manuver tajam jalannya Konferensi PMII Cabang Surabaya hari Sabtu, 29 Oktober 2016, saya akan sebut anda munafik jika menutup mata atas bodohnya, boroknya, dan bobroknya politik senior-senior kita di tingkat PMII Cabang Surabaya.

Dari sini fungsi partai politik mahasiswa akhirnya kita tahu ditujukan untuk apa. Oleh mereka para mahasiswa yang menghimpun diri mereka di dalam organisasi ekstra parlementer kampus, karena status quo dan legal formal keberadaan organisasi mereka yang tak dinaungi sama sekali oleh kampus, instrumen partai politik mahasiswa akhirnya dibakukan melalui traktat politik AD/ART suprastruktur miniatur negara kampus, yang difasilitasi oleh DEMA dan SEMA, dalam forum kekeluargaan Kongres Besar Mahasiswa Universitas (KBMU). Agar orang-orang dari latar belakang ekstra parlementer kampus dapat dengan leluasa masuk dan turut berpartisipasi ke dalam percaturan politik miniatur negara kampus, tanpa harus resah dengan personalitas dan identitas diri mereka sebagai organisasi yang ilegal ketika masuk kampus.

 Cukup sederhana untuk melihat bagaimana cara organisasi ekstra parlementer kampus itu bisa hidup, dan sekaligus menjawab kegundahan isi kepala kita dengan kondisi percaturan politik mahasiswa yang sarat akan perbenturan kepentingan yang berbalut aroma ideologi politik antar golongan mahasiswa. Silang-sengkarut antara organisasi parlementer ekstra-intra parlementer kampus, yang mendadak menjelma menjadi partai politik mahasiswa dan turut memberikan warna beserta gaung atmosfer perpolitikan, kendati antipati dalam benak hati sering kali menginterupsi dengan kegalauan politik yang kerapkali dimonopoli dan dieksploitisir oleh kelompok-kelompok dominan. Setelah membaca dari awal hingga akhir tulisan ini, rasa-rasanya segala hal yang ingin kita hendaki, diawali bertanya "apa" dengan cara "bagaimana" betapa beratnya tanpa harus bertanya tentang, "kita ini siapa?" Dan, "mengapa bertanya?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun