Mohon tunggu...
Luhur Pambudi
Luhur Pambudi Mohon Tunggu... Staff Pengajar SOBAR Institute of Phylosphia -

Perut Kenyang Hatipun Senang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Betapa Tidak Menarik Politik Ekstra Parlemen Kampus, Belakangan Ini (3)

2 Oktober 2018   20:38 Diperbarui: 2 Oktober 2018   21:23 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa Mereka (Mahasiswa-Mahasiswi) yang Berhimpun di Partai Politik Mahasiswa

Seandainya partai politik mahasiswa itu, geliatnya berpolitik sama dengan partai politik tingkat nasional, yang mengibarkan bendera lambang partai politik di sepanjang jalan protokol Kota Surabaya, atau disepanjang pagar pembatas jembatan seperti di jembatan layang Wonokromo, atau dibaliho-baliho besar di persimpangan jalan seperti di Jalan A. Yani. Mungkin kita tidak akan sulit menemui apa saja partai politik mahasiswa negara kampus UIN Sunan Ampel Surabaya. Ternyata ketika hendak hilir mudik di dalam lingkungan UIN Sunan Ampel Surabaya, sama sekali kita tidak akan melihat bendera bertuliskan nama dan gambar lambang partai politik mahasiswa lengkap dengan aneka slogan. Namun ada pemandangan lain yang nampak pada kita, bahwa disana partai politik mahasiswa sebenarnya adalah sebuah bungkus kepentingan semata. Karena partai politik mahasiswa adalah instrumen, dan benar-benar menjadi alat untuk mencapai sekaligus memonopoli kekuasaan secara politis di dalam miniatur negara kampus. Pertanyaannya, lantas siapa mereka yang berpayung partai politik mahasiswa? Yakni mereka para mahasiswa dari latar belakang dapur organisasi ekstra parlementer kampus.

Mereka, organisasi ekstra parlementer kampus menjadi roh dari jasadiah partai politik mahasiswa, yang tentunya sangat berpengaruh dalam menentukan gerak-gerik, sikap dan orientasi berfikir partai politik mahasiswa. Kesadaran atas fungsi partai politik sebagai alat untuk memenuhi prasyarat kekuasaan, telah secara seksama antar organisasi ekstra parlementer kampus pahami, untuk tidak benar-benar penting dibawa atau diedarkan di ruang-ruang non-politik.

Dalam hal ini, kita akan tergelitik untuk bertanya lantas mengapa harus repot-repot membuat instrumen atau alat bernama partai politik mahasiswa, jika pada akhirnya yang ditampilkan ke ruang-ruang publik adalah simbol utama dari organisasi yang bersangkutan (bukan pamer bendera partai politik mahasiswa, tapi bendera organisasi ekstra parlementer kampus).

Karena mereka tau bahwa eksistensi organisasi ekstra parlementer kampus secara status quo tidak menjadi tanggung jawab pihak kampus. Organisasi ekstra parlementer kampus adalah independen yang dinaungi oleh struktural pusat yang formal di tingkat nasional. Namun dikarenakan kebutuhan akan mendompleng dan menyerap saripati kehidupan politik, yang didalamnya terdapat; uang, kekuasaan dan eksistensi. Organisasi ekstra parlementer kampus berfikir dengan keras untuk menemukan cara agar mereka bisa masuk tanpa harus membawa identitas organisasi yang tak ada sangkan paraning dengan kampus, (justru dapat menimbulkan konfrontasi besar-besaran bagi mereka yang tahu sejarah), yakni pembuatan legalitas, statuta, dan traktat hukum untuk melegalkan partai politik mahasiswa.

Artinya, partai politik mahasiswa yang distatusnya legal tertulis dalam traktat hukum undang-undang negara kampus AD dan ART KBMU UIN Sunan Ampel Surabaya, dalam rangka memfasilitasi organsasi ekstra parlementer kampus untuk dapat masuk secara leluasa memberikan warna atau bahkan turut merecoki iklim organisasi miniatur negara kampus UIN Sunan Ampel Surabaya.

Akhirnya jelas sudah apa yang melatarbelakangi keanehan kita, tentang mengapa bendera ekstra parlementer kampus lebih sering berkibar mewarnai sudut-sudut kampus, ketimbang partai politik mahasiswanya. Kita geser sedikit rasa penasaran kita tentang partai politik dan organisasi ekstra parlementer kampus di UIN Sunan Ampel Surabaya, kepada suasana dan dinamika politik mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya dari masa ke masa.

Dinamika politik mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, kendati paska konversi dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya dulunya, cenderung masih mempertahankan konstalasi yang sama dalam  tatanan sistem tradisi, tatanan nilai dan budaya. Seakan telah menjadi sebuah warisan peradaban yang sengaja dirawat, dilaksanakan secara berkala, hingga pada waktunya harus diwariskan kepada generasi baru setelahnya. Menjadi idiom yang khas ketika kita hendak memperbincangkan politik mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, dalam terminologi politik saja, jika hendak menggunjing sedikit secara universal, selalu identik dengan strukturasi yang didalamnya berisikan; kelas, komplotan, kelompok, gerombolan, ras, bahkan simpatisan. Dan UIN Sunan Ampel Surabaya nyatanya memiliki idiom khas itu sendiri, dalam mewarnai konstelasi politik mahasiswanya kendati di perguruan tinggi yang lain sepertinya tak jauh beda. Singkat kata, dalam memperbincangkan politik, selama itu pula kita akan disudutkan oleh sebuah pertanyaan; tentang siapa mereka? Yang kita sebut sebagai kelompok. Maka jawabannya adalah mereka Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

PMII merupakan salah satu organisasi yang dulunya adalah sempalan dari organisasi ekstra parlementer kampus yang berhaluan Islam dalam kerangka bertindaknya yakni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), akibat saling sikut antar anggota, saling duel antar kepentingan, tak terkecuali perbenturan antar pemikiran, mengakibatkan dualisme kubu ditubuh HMI pada waktu itu semakin menebal, hingga pada suatu ketika garis dan jarak pemisah semakin menebal, antara yang paham dan tidak paham, juga antara yang didengar dan yang tidak didengar. Hingga sampai pada situasi, bagi mereka yang merasa tak didengarkan dan tak diakomodir ide, gagasan dan pemikirannya, memutuskan untuk keluar dengan maksud menghimpun kekuatan dan membuat antitesa gerakan pemikiran mahasiswa baru dengan nama yang baru pula, yakni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

Tanggal 17 April 1960 lahirlah organisasi ekstra parlementer kampus tersebut yang kini menjadi organisasi ekstra parlementer kampus tak kalah banyak dibandingkan HMI, memiliki cabang di berbagai kota dari Sabang hingga Merauke. Sebuah organisasi ekstra parlementer kampus yang berisikan para cendikiawan dan pelajar muda dari kalangan Nahdlatul Ulama' (NU), kendati deklarasi Murnajati tanggal 14 Juli 1972 menandaskan prinsipil bahwa PMII tidak secara struktural berada dibawah naungan NU yang ketika itu bukan sekedar organisasi masyarakat tapi partai politik. Prinsip independensi dan interdependensi menjadi salah satu bukti keteguhan prinsipil para pemuda Nahdliyin yang secara kultur memiliki kesamaan aras manhajul fikr yang mustahil dipisahkan dari Ahlusunnahwaljamaah an-nahdliyin.

Di UIN Sunan Ampel Surabaya dalam perkembangan gerak sejarah aktivis mahasiswa memiliki cerita dan romantisme tertentu, kendati romantisme itu hanya akan kita dengar dari cerita dan celetuk ringan para senior PMII dan alumni Institut Agama Islam Negeri (IAIN) atau UIN Sunan Ampel Surabaya disela-sela cangkruk di warung kopi, dan tak pernah ada satupun kisah yang secara sadar dan sengaja untuk ditulis dalam lembaran-lembaran buku. Selain PMII, ada juga organisasi ekstra parlementer kampus lainnya yang berhaluan Islam, yakni HMI dan Ikatan Mahasiswa Muhammadyah (IMM). Kedua organisasi ini diperlihara oleh kultur dan tradisi keislaman ala organisasi masyarakat Muhammadyah. Adapula organisasi ekstra parlementer kampus lainnya yang berhaluan nasionalis, meski hanya minoritas mereka tetap mewarnai kancah pergulatan aktivis mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, yakni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun