Oleh karena itu, negara ini sebenarnya hanya tinggal memilih mau menggunakan ideologi, sistem pemerintahan dan ketatanegaraan macam apa, sebagai roda penggerak bangsa. Untuk memilihnya juga sangat sederhana, negara ini paska merdeka, mau dibiarkan untuk dipegang kedali oleh partai politik apa. Sayangnya, kita hanya punya dua pilihan. Kanan atau kiri, ketika itu.
Organisasi kemasyarakatan atau partai politik saat itu sadar, bahwa ideologi pemikiran yang menjadi prinsip organisasi mereka tidak akan bisa hidup jika tanpa didukung kekuatan massa dan kapabilitas intelektual dari kader-kadernya. Satu-satunya cara agar dapat mencapai target itu, adalah dengan memperluas persebaran dan jangkauan pengedaran ideologi partai keberbagai lini kemasyarakatan, mulai dari kalangan pelajar, buruh, nelayan, sopir oplet, petani, tukang tenun, buruh batik, guru, pedagang, dokter, dan sebagainya.
Dikalangan pelajar perguruan tinggi, partai politik atau organisasi masyarakat juga membentuk organisasi dikalangan mahasiswa. Munculnya organisasi ekstra parlementer kampus mahasiswa dilatarbelakangi atas dasar itu. Hal demikian juga menjawab mengapa organisasi ekstra parlementer kampus begitu identik dengan organisasi masyarakat maupun partai politik di tingkat nasional. Melihat kebelakang punggung sejarah bangsa ini, di era orde lama misalnya, organisasi masyarakat yang menjadi underbow Partai Komunis Indonesia (PKI) memiliki organisasi taktis-ideologis di tingkat pelajar mahasiswa bernama Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI).Â
Partai Nasionalis Indonesia (PNI) memiliki underbow organisasi taktis-ideologis di tingkat pelajar mahasiswa bernama Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Partai Masyumi organisasi taktis-ideologis di tingkat pelajar mahasiswa bernama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Partai Sosialis Indonesia (PSI) memiliki underbow organisasi taktis-ideologis di tingkat pelajar mahasiswa bernama Gerakan Mahasiswa Sosialis (GMSos). Partai Katholik memiliki underbow organisasi taktis-ideologis ditingkat pelajar mahasiswa bernama Persatuan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI).Â
Partai Kristen memiliki underbow organisasi taktis-ideologis di tingkat pelajar mahasiswa bernama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Partai Nahdlatul Ulama' (NU) memiliki underbow organisasi taktis-ideologis ditingkat pelajar mahasiswa bernama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Tentunya organisasi ekstra parlementer kampus yang pernah ada diawal kemerdekaan bangsa Indonesia itu, ada yang masih eksis dan adapula yang sudah hilang. Beberapa organisasi ekstra parlementer kampus yang telah hilang biasanya akibat dari arus geopolitik yang begitu deras menerpa organisasi masyarakat atau partai politik induknya. Seperti CGMI misalnya, organisasi ekstra parlementer kampus ini akhirnya hilang, setelah PKI (induk dari CGMI) ditahun 1965 dianggap sebagai biang keladi penculikan dewan jendral TNI AD dan tuduhan makar.Â
Akhirnya PKI dibubarkan paksa oleh pemerintahan ketika itu pada medio 1966 hingga 1967 (alih kuasa Soekarno ke Soeharto). GMSos juga mengalami hal serupa dengan CGMI, hanya saja GMSos lebih kepada masalah orientasi gerakan mahasiswa di dalam tubuhnya tidak lagi bisa adaptif dan sejalan sebagai gerakan mahasiswa yang berorientasi pada prinsip Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera), selain itu, ada pula permasalah yang menyangkut pimpinan PSI yang ditangkap di era orde lama, yakni Sjutan Sjahrir, lalu dipenjara hingga akhir hayat. Ada hal lain juga yang melatarbelakngi hilangnya PSI, yakni setelah orde lama tumbang diganti oleh orde baru, para pimpinannya banyak yang menduduki kursi parlemen dan lupa akan tujuan utama partai yang telah disepakati bersama. Â Â
Beberapa yang masih eksis seperti GMNI, HMI, PMKRI, GMKI dan PMII kini menjadi organisasi ekstra parlementer kampus mahasiswa yang bertebaran tumbuh subur diberbagai macam universitas atau perguruan tinggi se-Indoneisa. Organisasi ekstra parlementer kampus tersebut, kini tetap memelihara apa yang menjadi tujuan dan orientasi gerakan mahasiswa terdahulu.Â
Kendati karena dinamika zaman yang berubah, beberapa visi dan misi, atau orientasi gerakan ekstra parlementer mereka sedikit menyesuaikan zaman. Tapi sebagai entitas ideologi pemikiran dikalangan pelajar mahasiswa yang hidup di lingkungan perguruan tinggi. Mereka juga tetap menjalankan amanat organisasi yang diturunkan dari senior-senior mereka agar senantiasa, terus diwariskan kepada kader-kadernya.
Melihat apa yang mereka lakukan di kampus, organisasi ekstra parlementer kampus disadari atau tidak memiliki satu saja esensi berorganisasi yang terinternalisasi dalam urat nadi organisasi mereka, yakni gerakan mahasiswa. Tepian sejarah menyisahkan sebuah pemahaman yang mana begitu identik dengan adanya mahasiswa, sebagai elemen masyarakat yang terpelajar. Mulai dari angkatan tahun 1966, 1978, hingga 1998. Cuma satu hal saja pesan yang dapat kita ingat di tiang kesadaran kita, tentang mahasiswa, yakni mereka melakukan gerakan pengerahan massa. Mengapa gerakan pengerahan massa, karena hanya itu yang dapat ditunjukkan (oleh diri mereka) sebagai mahasiswa. Dan hanya itu pula yang dapat mereka tunjukkan sebagai bukti eksistensi mereka.
Sense ini telah mendarah daging pada mahasiswa zaman dulu, hingga menular di zaman sekarang. Justru kini telah menjadi konstruk berfikir baku bagi para mahasiswa baru-baru ini. Mereka seringkali terjebak pada kekeliruan berfikir bahwa mahasiswa hanya bisa tampil dalam bentuk gerakan pengerahan massa atau demonstrasi. Seakan tanpa ada cara lain dalam menciptakan antitesa baru perubahan keadaan. Dan menganggap jika aktivitas berorganisasi mahasiswa tidak berujung pada adanya demonstrasi, adalah kegagalan baginya.