Kumandang adzan dari seorang muadzin yang jawara lomba qiraah se-provinsi menghenyak kesyahduanku bersama entitas dzat Yang Maha Tempat Berserah Diri. Rasa kaget, disusul rasa jengkel mendadak menjadi kalimat penutup dari doa yang kusematkan.Â
Sudah-sudah. Biar kunikmati dulu rasa kesal ini, di emperan serambi langgar yang berukuran 3 x 9 meter persegi, menghadap ke arah jalan raya, dengan menyulut rokok kretek, aku jongkok dengan sedikit melingkis sarung, dan menyampirkan sorbanku, sembari menyahut lantunan adzan dari muadzin kurang ajar.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!