Hasrat untuk tetap bersikukuh dengan tidak mau mendengar informasi, masalah dan keluhan orang lain, ternyata hanya sebuah hasrat belaka, hasrat yang akhirnya jebol pula, setelah, aku sepakat 5 jam aku merasa lelah membaca lembaran buku ini, dengan tetap membiarkannya terbuka dihalaman terakhir aku baca.
Sengaja tidak kulipat ujungnya, dan kusiapkan telinga lebar-lebar secara sadar untuk menangkap semua informasi, kisah, cerita, gurauan, candaan dan lain sebagainya.Â
Biar tak curiga aku tetap menundukkan kepala tetap dihadapan tulisan-tulisan itu menganga, orang lain kuharap tetap menganggapku sedang membaca dan tak menghiraukan urusan mereka yang terucap dari mulut yang tak sengaja akhirnya terdengar juga oleh telingaku, yang ku sadari begitu peka.
"Apa, Ji? Mau bicara apa lagi kamu, mau mendebat lagi, wong sudah jelas di syariatnya tertulis, bahwa bersuci itu ya harus sesuai dengan apa yang ditulis Al-Quran dan Hadist, gak pake mikir juga bisa," celetuk seorang bersuara ringan khas suara seorang pria dibalik punggungku, suaranya terdengar ia berada diposisi barat dari punggungku, sepertinya membahas tentang Agama Islam. Kira-kira dia bicara dengan siapa, dan beberapa orang.
"Iya tapi kan kadang-kadang." Seorang lain bernada beda, dengan intonasi cukup pendek, suaranya terdengar tepat dari arah yang sama dari pria pertama yang kudengar suaranya bercerita tentang syariat Al-Quran dan Islam.
Tak butuh orang kedua berkata, entah untuk menanggapi atau sekedar mengutarakan pertanyaan baru. "Kadang-kadang apa? Orang ada juga yang sembarangan, pokoknya batin bicara iya, pasti Tuhan mengiyakan, yo gak isok, Ji? Syariat itu operasionalisasi kita untuk beragama, bagaimana sihawakmu iku," jelas kedua suara itu muncul dari arah yang sama, barat, sudah dipastikan 2 orang pria dengan nada suara berbeda itu berada disatu meja, bercakap-cakap tentang keyakinan mereka yang setiap hari mereka jalani.
"Kita itu ngikut syariat dari Al-Quran, Ji? Karena itu pedoman hidup kita, cara operasionalisasinya ya meniru kanjeng nabi, dari mana kita bisa tahu, ya baca hadist, cukup, gak usah nambah-nambah lagi. Tafsir itu kalau kamu kebanyakan jadinya ya gak jalan." Percakapan yang semula kusadari hanya 2 orang pria dewasa itu, akhirnya tiba pada situasi dimana prasangkaku keliru, bukan hanya 2 orang pria, melainkan 3 orang.
"Bisa, bisa, bisa dibilang begitu juga bisa, gak salah kok. Gak ada yang keliru." Suara orang ketiga, laki-laki usia tak jauh beda mungkin, suaranya terbata-bata cepat, intonasi cenderung fluktuatif.
Terdengar orang kedua yang tadi kuketahui ucapannya dipotong mendadak oleh orang pertama. "Aku iku yo bingung bro, nah itu tuh, tapi ya bagaimana lagi, kalau niat saja gak bener, syariat kan ya percuma saja, katanya youtube-youtubegitu sih."
"Yang, aku kemarin yang sama kamu itu, udah 2 bulan lebih, belum juga datang loh, aku bingung, mau periksa, tapi yagimanaya bingung juga." Suara bernada lain, bukan dari mulut salah satu dari 3 pria dewasa di meja sebelah barat punggungku tadi.Â
Mungkin perempuan, tak terlalu centil juga sih, cuma suaranya begitu halus, nadanya agak manja, dan sedang bercakap dengan pacarnya yang duduk di selatan dari belakang punggungku.Â