Sejak tahun 2005, Kota Surabaya telah menjadi pusat bisnis, perdagangan, industri dan pendidikan. Sehingga kota ini lebih dikenal sebagai kota Industri. Jauh sebelum itu, Kota Surabaya terkenal akan historis dan budayanya karena banyaknya peristiwa yang terjadi di kota ini. Sehingga kota ini terkenal sebagai Kota Pahlawan. Kota Surabaya telah beberapa kali diusulkan untuk menjadi kota kreatif dan masuk kedalam Jaringan Kota Kreatif UNESCO (UCCN).
Hal ini didasarkan pada beberapa elemen yang ada seperti Sejarah, kreatifitas Masyarakat, budaya, dukungan pemerintah dan infrastruktur. Namun hingga saat ini, Kota Surabaya belum mampu mencapai tujuan tersebut. Istilah kota kreatif merujuk pada kota yang mampu menghadirkan ruang untuk berkreasi bagi warganya.
Pada tahun 2004, UNESCO berinisiatif untuk membentuk sebuah proyek bernama UNESCO Creative Cities Network (UCCN). Bertujuan untuk membangun kolaborasi antar kota di dunia yang memiliki komitmen untuk mengembangkan pembangunan kota yang berkelanjutan melalui pendekatan budaya dan kreativitas. Jaringan tersebut diproyeksikan dalam bentuk kerjasama untuk mempromosikan kreativitas dan industri kreatif dalam Pembangunan berkelanjutan dalam aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan di perkotaan.
Jaringan ini telah mencakup tujuh bidang diantaranya Craft and Folk Art, Media Arts, Film, Design, Gastronomy, Literature and Music. Indonesia sendiri telah memiliki beberapa kota yang telah masuk kedalam jaringan kota kreatif UNESCO diantaranya Jakarta dibidang literature, Bandung dibidang Design, Ambon dibidang music dan Pekalongan dibidang craft and folk art.
Lalu timbul pertanyaan, mampukah Kota Surabaya menyusul kota lainnya untuk menjadi Kota Kreatif? Perlu diketahui, bahwa terdapat tiga elemen penting dari kota kreatif yaitu Sumber Daya Manusia, Budaya dan Pemerintah. Sumber daya manusia (SDM) menjadi faktor penting yang dimiliki oleh sebuah kota. Kreativitas dan inovasi yang dimiliki oleh Masyarakat mampu mengubah dan membangun sebuah kota secara berkelanjutan.
Jika dilihat, Kota Surabaya memiliki potensi untuk dapat menjadi Kota Kreatif. Telah banyak komunitas-komunitas kreatif yang ada di Surabaya namun memang kurang mendapat perhatian dari Pemerintah setempat. Salah satu contohnya, adalah komunitas Ludruk. Seperti yang diketahui ludruk merupakan salah satu kesenian khas Surabaya, namun saat ini eksistensi ludruk kian menurun. Kurangnya promosi terhadap seni ludruk membuat Masyarakat kurang sadar akan kehadiran Ludruk di Surabaya.
Selain itu, terdapat Komunitas Seni Reog yang ada disekitaran Gubeng Kertajaya. Pada malam hari, komunitas ini akan mengadakan Latihan di trotoar pinggir jalan. Ini adalah bukti nyata bahwa komunitas kreatif tidak memiliki ruang untuk mengekspresikan kreativitasnya. Padahal ruang public yang khusus untuk memfasilitasi aktivitas seni dan budaya merupakan komponen penting dari kota kreatif. Kurangnya fasilitas yang mendukung kreativitas dapat menjadi hambatan bagi sebuah kota untuk mendapat predikat kota kreatif.
Dukungan Pemerintah sangat diperlukan dalam mengatasi hal ini. Diperlukan adanya kerjasama antara Pemerintah Kota Surabaya dengan komunitas kreatif. Â Tidak hanya mengundang komunitas kreatif pada event-event tertentu, tapi sebaiknya pemerintah membangun system yang dapat mengakselerasi pertumbuhan komunitas kreatif.Â
Seperti mengadakan jadwal rutin untuk pertunjukan komunitas kreatif, membangun ruang public yang khusus memfasilitasi aktivitas seni dan budaya. Untuk meningkatkan partisipasi Masyarakat dalam kegiatan seni dan budaya, pemerintah dapat mempertimbangkan paradigma pertunjukan menjadi interaktif. Dimana, penonton dapat menjadi bagian dari pertunjukan tersebut.
Dari segi budaya, tidak dipungkiri jika memang budaya yang ada di Kota Surabaya telah banyak mengalami pergeseran. Pergeseran budaya ini menyebabkan Surabaya seperti kehilangan identitasnya. Sebenarnya pada kondisi inilah komunitas kreatif menjadi sangat penting. Selain sebagai element penting dalam kota kreatif, komunitas kreatif juga memiliki peran dalam pelestarian budaya lokal.
Kebingungan akan identitas kota Surabaya juga ditunjukkan oleh ketidak konsisten Pemerintah dalam membranding kota Surabaya. Sama seperti city branding Kota Surabaya yang ambisius namun sekarang seperti kehilangan semangat. Upaya untuk memperkuat identitas budaya lokal bisa dilakukan melalui dukungan terhadap seni tradisional, upaya pelestarian budaya, dan penyelenggaraan berbagai festival dan acara budaya.
Masih banyak PR yang perlu diselesaikan oleh Pemerintah Kota Suarabaya untuk mendapat gelar kota kreatif. Daripada mendapat julukan kota kreatif namun tidak mendapatkan keuntungan apapun, sebaiknya Pemerintah fokus untuk mendorong masyarakatnya menjadi pelaku kreatif. Bisa mendorong masyarakatnya untuk maju secara ekonomi dan mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.
Kolaborasi pemerintah dengan pihak swasta dalam suatu kegiatan dapat menggerakkan industri kreatif di Kota Surabaya. Keterlibatan sektor swasta dalam mendukung inisiatif budaya dapat menghasilkan sumber daya tambahan dan kolaborasi yang bermanfaat. Namun memang diperlukan cara untuk meyakinkan pihak swasta atau investor untuk dapat berinvestasi pada kegiatan ini
Surabaya dapat memadukan kreativitas dengan kearifan lokalnya untuk mewujudkan potensi luar biasa yang dimiliki oleh komunitasnya. Namun dalam mewujudkan hal ini tentunya membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, komunitas kreatif dan investor. Apabila PR ini telah diselesaikan, tidak menutup kemungkinan kita akan melihat berita peresmian Surabaya sebagai Kota Kreatif UNESCO.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H