Manusia adalah mahluk Tuhan yang tidak dapat terpisah dari lingkungan alam dan sosial di kehidupannya. Interaksi manusia dengan alam dan lingkungan saling terkait secara positif maupun negatif (Adiwijaya & Pisi, 2020: 3). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan
lingkungan hidup menegaskan pengertian lingkungan hidup yakni ruang, benda,
keadaan, daya, dan mahluk hidup yang membentuk kesatuan di dalamnya
mengandung perilaku manusia yang berpengaruh pada kelangsungan hidup
mahluk lain (Adiwijaya & Pisi (2020: 3).Â
Pandangan manusia atas keberadaan
lingkungan dan alam sangat beragam tergantung kebutuhan. Manusia memiliki
kemampuan besar untuk memanfaatkan dan melakukan penyesuaian dengan
sumber daya alam di sekitarnya. Lingkungan hidup dapat mengalami perubahan
diakibatkan manusia yang berperan positif dan negatif terhadap lingkungan
(Adiwijaya & Pisi, 2020: 3).
Terdapat perbedaan karakteristik manusia dan lingkungan di tiap daerah.
Hal itu dapat dilihat pada masyarakat pedesaan yang hidup berdampingan dengan
alam dan lingkungan berperan dominan dalam kehidupan. Berbeda halnya
lingkungan di perkotaan yang telah mengalami perubahan karena manusia lebih
mendominasi (Adiwijaya & Pisi, 2020: 4).Â
Senada dengan Susilo (2012) yang
menggambarkan ketidakseimbangan sumber daya air sebab penduduk di daerah
tinggi sulit mengakses mata air. Kepadatan jumlah penduduk tidak disertai
pemenuhan sumber daya alam yang memadai. Alhasil banyak warga yang
mengalami krisis dan lingkungan bisa semakin hancur.Â
Terkait bencana
lingkungan terdapat lima jenis seperti kerusakan lingkungan, pencemaran,
punahnya sumber daya alam dan lingkungan, iklim global yang semakin parah
serta masalah sosial.
Adapula menurut Keraf pencemaran lingkungan terdiri dari polusi udara,
polusi laut, sampah, dan polusi air (Nugroho, 2017). Ditegaskan pula mengenai
krisis lingkungan yang pada dasarnya berakar dari cara pandang dan perilaku
manusia yang lalai atas lingkungan (Radjab dkk, 2019).Â
Kerusakan lingkungan tersebut memunculkan sikap tidak ramah terhadap lingkungan seperti pemanfaatan lingkungan untuk mengambil profit. Kemudian timbul reaksi dari lingkungan seperti wabah penyakit kondisi lingkungan yang rusak hingga bencana alam (Adiwijaya & Pisi, 2020: 4). Perubahan lingkungan disebabkan perilaku individu ataupun kelompok yang terlihat dalam pendekatan revolusi.Â
Namun perubahan sosial di masyarakat juga bisa disebabkan lingkungan yang berubah (Susilo, 2012). Maka dari itu, pelestarian lingkungan perlu diupayakan dengan beberapa cara sebagai berikut :
1) Gerakan Lingkungan
Salah satu upaya gerakan sosial baru yang bertumpu atas merebaknya krisis lingkungan disertai kemauan masyarakat merawat lingkungan hidup disebut gerakan lingkungan. Schusler & Krasny menegaskan beberapa
bentuk tindakan lingkungan yang menjadi pusat perhatian gerakan lingkungan diantaranya, pendidikan lingkungan fisik (berupa aksi memulihkan kondisi alam), pendidikan lingkungan (penyebaran informasi
yang mendidik), penelitian (kegiatan berbasis penelitian ilmiah), analisis isu perubahan kebijakan misalnya peraturan tentang pembuangan limbah, dan terakhir layanan kontribusi (seperti meningkatkan produk lokal agar bernilai tambah) (Nugroho, 2017).
2) Pemberdayaan Lingkungan
Upaya memberikan pengetahuan, kesempatan, dan keterampilan serta sumber daya kepada masyarakat yang dilakukan terus menerus agar dapat memberi pengaruh pada kehidupan masa depan. Dengan demikian, cara-cara pemberdayaan memiliki variasi brgantung pada objek yang akan diberdayakan. Model pemberdayaan tersebut seperti :
a. Membangun kesadaran ekologis melalui pendidikan lingkungan dan menegakkan aturan bagi perusak alam. Pengetahuan dapat
diberikan secara formal dan informal, seperti di lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga. Nilai-nilai ekologi perlu terus digaungkan pada anak-anak penerus generasi agar mereka peka, sadar, dan peduli lingkungan sejak dini. Peraturan formal yang diberikan untuk menyelamatkan lingkungan harus dapat dijelaskan secara detail dan sifatnya dinamis.Â
b. Penguatan kelembagaan lokal yang pernah ada sebelumnya di masyarakat setempat. Seperti misalnya komunitas peduli alam,
masih diperlukan intervensi oleh pihak pemerintah agar pemberdayaan berorientasi jangka panjang, sehingga persoalan baru tidak bermunculan lagi.
c. Mendirikan kemitraan di daerah yang belum mampu mencari potensi sumber daya alam di sekitarnya. Pemberian stimulus dapat
dilakukan agar masyarakat terdorong ke arah yang lebih baik. Kegiatan kemitraan biasanya dipraktikkan oleh perusahaan dan masyarakat melalui program CSR (Corporate Social
Responsibility).
d. Perlawanan atas bentuk pemberdayaan yang disebabkan ketertindasan masyarakat dari perubahan lingkungan. Bentuk aksinya sama seperti gerakan sosial baru yang bertumpu pada isu lingkungan.
(Susiolo, 2012: 235-244).
Permasalahan lingkungan yang tampak nyata di beberapa pemukiman padat penduduk dan usaha industri rumahan ataupun perbelanjaan yakni, petugas angkut sampah yang seharusnya datang bertugas setiap hari, tetapi hanya datang seminggu sekali. Padahal sampah yang dihasilkan sangat banyak tiap harinya.
Alhasil masyarakat memilih membuang sampah di tempat yang tidak semestinya,
seperti di sungai yang akan menghambat aliran air bahkan di pinggir jalan umum yang merusak keindahan dan kenyamanan para pengguna jalan.Â
Meskipun sarana dan prasarana dari pemerintah setempat sudah memadai, namun pengendalian sampah terlihat tidak diatasi dengan bijak. Hal itu diperparah dengan sikap masyarakat yang terbiasa melanggar aturan
dengan tetap membuang sampah sembarangan yang justru menyulitkan peran
petugas angkut sampah. Selain itu gotong royong yang harusnya dilaksanakan
seminggu sekali, malah jarang dilakukan karena tiap warga memiliki kesibukan
masing-masing. Persoalan tersebut biasanya terjadi pada warga perumahan ataupun perkotaan yang terbiasa menghabiskan separuh waktunya untuk bekerja. Adapun terkadang pihak aparat terkait tidak memberikan sanksi yang tegas dan di
beberapa tempat tidak disediakan sarana pembuangan sampah yang memadai.
Pada akhirnya terjadi disfungsi yang menunjukkan adanya fungsi manifest atau fungsi laten pada seseorang yang berkepentingan dalam sistem tersebut.
Sesuatu yang dianggap fungsional mungkin tidak terlihat fungsional bagi kelompok lain. Kelompok sosial akan berfungsi jika terdapat keseimbangan, keteraturan, dan stabilitas di masyarakat. Berdasarkan beberapa contoh di atas fungsi manifest ditunjukkan pada ketersediaan sarana prasarana yang memadai.
Sedangkan fungsi laten berupa permasalahan lingkungan yang semakin hari bertambah karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan.