Seandainya saya jadi Menag, saya akan membuat standar untuk pemuka agama. Siapa saja yang berhak berceramah dan materi apa saja yang bisa disampaikan di tempat-tempat ibadah perlu ada standarnya. Misal saja, pemuka agama akan mendapatkan sanksi apabila melanggarnya. Tentu saja standarisasi ini perlu melibatkan banyak pihak, termasuk lembaga agama seperti kalau di Islam bisa melibatkan MUI, melibatkan PHDI di Hindu dan lainnya.
Saya juga akan meneruskan program Menag Lukman Hakim Saifudin yang sebelumnya telah merilis 200 daftar nama penceramah Islam yang direkomendasikan Kemenag. Rekomendasi ini perlu dilakukan karena selama ini belum ada standarisasi yang jelas mengenai pemuka agama. Siapa saja bisa mendaku sebagai pemuka agama, sekalipun masih belum berkompetensi.
Dengan banyaknya pemuka agama, menjadikan masyarakat bimbang untuk menentukan siapa penceramah yang baik. Apalagi bagi mereka yang awam terhadap agama. Niat hati ingin belajar agama, tetapi justru salah pilih guru agama. Jangan sampai ketika ingin belajar agama dengan mendatangkan penceramah, yang diundang justru penceramah tidak baik yang suka menyebarkan hoaks dan berujar kebencian di tempat ibadah. Rekomendasi penceramah ini juga akan saya berikan untuk agama-agama lain.
3. Memadukan Pelajaran Agama dan PPKn
Teman saya pernah bercerita kalau anaknya yang masih SD sering diolok teman-teman sekolahnya dengan julukan 'c*na kafir' karena berwajah oriental. Saya dan teman saya tinggal di satu desa di Jawa Timur. Kebetulan teman saya keluarganya berbeda suku dan agama dengan mayoritas masyarakat. Kepada orangtuanya, anak itu mengatakan kalau teman-temannya itu mengoloknya setelah diajari guru agamanya.
Disadari atau tidak, ujaran kebencian tidak saja terjadi di medsos, tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan pelakunya juga anak-anak yang diajari gurunya. Setiap ucapan guru akan dipercaya sebagai kebenaran oleh siswanya karena tugasnya sebagai pendidik.
Seandainya saya jadi Menag, saya akan mengidentifikasi setiap guru agama secara berkala. Jika guru agama berpotensi memiliki pemahaman radikal, maka akan segera diberhentikan. Memberikan pelajaran agama juga tidak bisa hanya secara tekstual, tetapi juga harus menyesuaikan dengan konteks dinamika masyarakat kekinian.
Saya juga akan bekerjasama dengan Mendikbud. Saya ingin memadukan pelajaran agama dengan pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (PPKn). Tujuannya agar para siswa selain mereka taat beribadah, juga bisa saling tenggang rasa, toleransi kepada sesama dan memiliki rasa cinta tanah air.
4. Merekrut Relawan Penangkal Hoaks
Kekinian sudah banyak masyarakat dari  berbagai latar  belakang  menjadi pengguna smartphone. Mereka yang sebelumnya awam dengan teknologi mulai mencoba bermain media sosial seperti Facebook sampai WhatsApp (WA). Banyak informasi yang kemudian mereka terima. Mereka yang tidak tahu menjadi tahu, lalu membagikan ulang informasi itu kepada temannya melalui media sosial agar temannya menjadi tahu. Meskipun mereka tidak tahu informasi itu benar atau hoaks.
Salah satu informasi yang sering paling diminati oleh pengguna media sosial adalah tentang tema agama. Informasi ini banyak beredar seiring tingginya niat masyarakat untuk menjadi religius. Dari satu akun ke akun lain, informasi itu beredar cepat. Meskipun kemudian diketahui sebagian dari informasi itu ternyata hoaks belaka.