Mohon tunggu...
Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono Mohon Tunggu... Swasta -

Remah-remah roti

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kartu Kuning Jokowi, Representasi Gerakan Mahasiswa "Zaman Now"?

4 Februari 2018   18:47 Diperbarui: 4 Februari 2018   19:13 3118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berasipirasi di media sosial nyatanya dianggap lebih efektif dan efisien. Tak perlu mengumpulkan banyak massa di jalan, aspirasi sudah bisa diketahui pemegang kebijakan. Bahkan dari media sosial, telah banyak lahir kebijakan-kebijakan pemerintah.

Di sisi lain, minat mahasiswa kekinian untuk aktif dalam organisasi pergerakan semakin menurun. Mereka cenderung lebih suka berhimpun sesuai minat bakat yang lebih praktis. Misal saja fotografi, film, musik, wisata, kuliner dan sebagainya. Tren kekinian mahasiswa lebih suka berkecimpung dalam industri kreatif daripada pergerakan. Melalui industri kreatif, mahasiswa tidak saja dapat merasakan kepuasan karena bisa menyalurkan minat bakat, tetapi juga bisa mendapat uang. Keuntungan ganda bisa didapat.

Meski begitu pergerakan mahasiswa tetap ada peminatnya. Namun bagi aktivis gerakan mahasiswa kekinian, aksi unjuk rasa turun jalan bukan lagi prioritas. Mereka lebih cenderung banyak membaca buku, berdiskusi, menulis tulisan mendalam tentang satu isu, lalu mengunggah di website dan menyebarkannya di media sosial. Cara ini dianggap jauh lebih efektif mengkritik dan memberikan solusi kepada penguasa sekaligus mengedukasi masyarakat dibandingkan aksi turun jalan.

Sebagian kelompok mahasiswa ada yang memilih turun langsung mendampingi masyarakat sembari menunggu peran pemerintah. Misal saja membentuk bank sampah di lingkungan sekitar untuk mengatasi permasalahan sampah. Mengajar anak-anak miskin atau membentuk komunitas peduli orang miskin.

Di tengah perubahan tren gerakan mahasiswa kekinian, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) Zaadit Taqwa melakukan aksi yang menghebohkan saat Presiden Joko Widodo pidato sambutan dalam acara Dies Natalis UI ke 68 di Balairung UI, Depok, Jawa Barat, Jumat (2/2/2018).

Ia yang mendapat kehormatan duduk sebagai salah satu hadirin yang mendengarkan pidato tetiba meniup peluit lalu berdiri sembari mengangkat buku bersampul kuning. Paspampres kemudian mengajaknya keluar gedung agar tidak mengganggu jalannya acara. Belakangan diketahui buku yang dianalogikan kartu kuning itu berisi tulisan tiga tuntutan yang salah satunya tentang kasus gizi buruk di pedalaman Asmat, Papua.

Aksi Zaadit ini sebenarnya salah satu upaya caper sebagaimana tujuan aksi unjuk rasa di jalan. Melalui aksi itu diharapkan Presiden mengetahui apa yang ingin disampaikannya. Namun kalau melihat fakta di pemberitaan, apa yang dilakukan aktivis KAMMI yang berafiliasi dengan parpol PKS ini tidak elok. 

Jubir Presiden, Johan Budi mengungkapkan, Presiden Joko Widodo sebenarnya telah menyediakan waktu untuk bertemu BEM UI yang ingin menyampaikan aspirasi sesuai acara. Namun panitia Dies Natalis UI kemudian meniadakan agenda itu menyusul insiden kartu kuning.

Aksi caper itu sebenarnya baru elok dilakukan kalau sebagai cara terakhir, setelah semua cara formal dilakukan tetapi tidak berhasil. Namun Zaadit caper justru sebelum cara formal penyampaian aspirasi dilakukannya. Memang cara ini bisa dikatakan berhasil karena aksinya ini diberitakan luas di media. Presiden akhirnya juga menanggapi dengan berencana mengajak BEM UI ke Asmat untuk mengetahui permasalahan yang terjadi sekaligus membantu masyarakat.

Namun secara substansial, aksi Zaadit biasa dikatakan gagal. Kalau saja dirinya memilih jalan bertemu Presiden, maka akan banyak yang bisa disampaikan. Mereka bisa saling bertukar pikiran sekaligus menyumbang pikiran dan memberikan solusi bagi permasalahan bangsa. 

Sebaliknya dengan aksi kartu kuning itu, yang ada hanya kegaduhan belaka. Beritanya beredar luas tetapi sumbangan pemikiran maupun solusi tidak utuh sampai ke Presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun