Mohon tunggu...
Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono Mohon Tunggu... Swasta -

Remah-remah roti

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Peran BPK Wujudkan Mimpi Masyarakat Miliki Rumah Subsidi Layak Huni

6 Januari 2018   11:36 Diperbarui: 8 Januari 2018   12:41 1690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo di salah satu rumah subsidi.(presiden.go.id)

Keberadaan BPK yang menjalankan fungsinya hingga berhasil menemukan permasalahan rumah subsidi dapat kembali memberikan harapan bagi MBR untuk benar-benar mendapatkan rumah layak huni dengan harga terjangkau. Sekaligus juga mewujudkan tujuan pemerintah untuk memberikan rumah subsidi yang tepat sasaran. 

Kalau rekomendasi dari BPK benar dilaksanakan BTN serta didukung BLU PPDPP maka cita-cita buruh pabrik atau pekerja informal seperti pedagang kaki lima, tukang ojek dan sejenisnya untuk hidup sejahtera dengan memiliki rumah layak huni tidak mustahil untuk diwujudkan. Dengan dibentuknya tim pemantauan pemanfaatan rumah sedari Kantor Cabang BTN yang melaporkan hasilnya secara periodik maka akan memudahkan BLU PPDPP untuk menindak setiap pelanggaran apabila tidak sesuai ketentuan perundangan.

Dilansir dari ppdpp.id, sesuai Permen PUPR no. 26/PRT/M/2016, kelompok sasaran penerima KPR bersubsidi harus memenuhi persyaratan di antaranya harus memiliki KTP, tidak memiliki rumah, belum pernah menerima subsidi dari pemerintah, punya NPWP dan SPT, dan berpenghasilan maksimal Rp 4 juta per bulan untuk rumah tapak dan Rp 7 juta per bulan untuk rumah susun. 

Penerima KPR subsidi tidak hanya pekerja formal yang memiliki slip gaji, namun juga yang memiliki penghasilan tidak tetap yang dibuktikan oleh surat peryataan yang diketahui oleh kepala desa/lurah tempat KTP diterbitkan. Rumah subsidi juga tidak boleh disewakan atau dialihkan kepemilikannya kecuali telah dihuni lebih dari 5 tahun bagi rumah tapak dan 20 tahun bagi rumah susun.

BLU PPDPP juga bisa menindak tegas penyalahgunaan rumah subsidi dengan memberikan sanksi berupa pengembalian dana subsidi yang telah diterima dan untuk selanjutnya bank pelaksana akan menerapkan tingkat bunga komersil untuk angsuran selanjutnya. Sementara bagi para pengembang sarana dan prasarananya juga harus memenuhi ketentuan yang berlaku seperti tersedianya listrik dan air, dan kualitas bangunan memadai. Kementerian PUPR akan menjalin kerjasama dengan Pemerintah Daerah agar rumah KPR FLPP yang dibangun juga mendapatkan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sesuai dengan UU No.28/2002 tentang Bangunan Gedung.

Peran BPK sebagai lembaga independen, obyektif, dan tidak memihak dalam memeriksa laporan keuangan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengawasi tanggungjawab pengelolaan keuangan pemerintah sehingga terhindar dari praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN). Mengingat salah satu tujuan pengelola keuangan pemerintah adalah untuk membiaya sejumlah hal mengenai kesejahteraan rakyat. Tanpa BPK kawal harta negara barangkali BTN sebagai bank BUMN yang bertanggungjawab mengelola KPR subsidi dan Kementerian PUPR luput dari permasalahan rumah subsidi yang salah satunya tidak dihuni pemiliknya.

Barangkali tidak akan ada koreksi dan MBR yang sudah mencicil rumah subsidi akan tetap bergelut dengan segala permasalahannya. Rumah-rumah yang dibiayai pemerintah dari subsidi, yang sumbernya juga dari rakyat akan tetap mangkrak. Padahal biaya yang dikeluarkan pemerintah mencapai triliunan. MBR juga tidak akan bisa memiliki rumah itu karena selain harganya yang sebagian melebihi ketentuan juga tidak layak huni dan dibeli masyarakat mampu untuk kepentingan investasi.

Meskipun BPK tidak memiliki kewenangan menindak penyalahgunaan tanggungjawab tetapi setidaknya sesuai UUD 1945 terutama pasal 23E, 23F dan 23G, hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, DPRD sesuai dengan kewenangannya. Dan hasil pemeriksaan tersebut ditindak lanjuti oleh lembaga perwakilan dan atau badan sesuai dengan Undang-undang. Sehingga masyarakat yang kesulitan memiliki rumah mengingat penghasilannya rendah bisa membeli rumah subsidi karena pengelolaannya sudah tepat sasaran.

Ini tentu sesuai dengan tujuan kebijakan pemerintah melalui program bernama rumah sejahtera yang dilakukan sejak 2015 lalu ini untuk menyejahterakan rakyat. Dengan pendapatan Rp 3 - Rp 4 juta per bulan dan cicilan Rp 1 juta per bulan, maka besar cicilan akan berkisar 30 persen dari pendapatan. Sehingga kebutuhan rumah tangga lain masih bisa dipenuhi dengan sisa pendapatan. Apalagi dengan bunga tetap, tentu cicilan akan semakin ringan. Masyarakat tidak harus lagi mengontrak rumah karena dengan biaya yang hampir sama dikeluarkan setiap bulannya sudah bisa mencicil rumah layak huni. Cita-cita pemerintah untuk mensejahterakan rakyat dan mewujudkan sila kelima Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia akan tercapai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun