Belakangan industri halal seakan telah menjadi gaya hidup. Mengkonsumsi produk halal kekinian bukan sematan karena perintah agama, tetapi juga karena standarisasi halal telah menjamin kebersihan dan kesehatan sehingga konsumen lebih aman untuk mengkonsumsinya. Bahkan non-muslim kini telah menyukainya. Nah seperti apa fenomena industri halal kekinian? Yuk simak ulasannya.
Tertarik Ekspor Produk UMKM Halal? Peluangnya Menggiurkan Lho!
Berbeda dengan pengusaha besar, UMKM hanya dikenakan tarif sertifikasi 10 persen dari biaya umum yang akan berlaku sampai empat tahun. Ini dilakukan sesuai amanat Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 mengenai Jaminan Produk Halal (JPH) dengan pertimbangan aspek sosial kemasyarakatan.
Sejak peralihan sertifikasi halal ke BPJPH dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), peluang ekspor produk halal menembus pasar global semakin mudah. Dilansir dari Bisnis Indonesia, Kepala Pusat Kerjasama dan Standarisasi Halal BPJPH Kemenag, Nifasri mengatakan, salah satu faktor sulitnya produk halal menembus pasar ekspor karena kurangnya legitimasi MUI selaku lembaga pemberi sertifikasi halal dari negara-negara lain karena berbentuk ormas.Â
Kini legitimasi itu semakin kuat karena BPJPH bagian dari Kemenag yang merupakan representasi pemerintah. Sementara MUI bertugas memberikan fatwa halal yang kemudian disampaikan kepada BPJPH untuk penetapan sertifikasi halal. Setelah BPJPH diresmikan 11 Oktober 2017 lalu, banyak tawaran kerjasama dari beberapa perwakilan negara lain untuk proses sertifikasi halal.
Selain itu, standarisasi halal kekinian sudah menjadi tren di negara-negara maju yang mayoritas penduduknya non-muslim. Mereka juga ingin produk halal dan haram dibedakan dengan label. Sementara kini segala produk itu bercampur. Di Prancis, berdasarkan penelitian Florence Bergeaud Blackler dan Karimun Bonnie dilansir dari Tirto ID, masyarakat lebih suka mengkonsumsi daging berlabel halal yang berasal dari hewan sembelihan sesuai hukum Islam karena rasanya dianggap lebih enak.Â
Kedepan produk-produk Indonesia cukup berpeluang untuk bisa mendominasi pasar halal global. Mengingat sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia tentunya lebih memahami mengenai produk halal. Apalagi kini pemerintah telah mendukung penuh melalui BPJPH Kemenag. Dengan demikian terbuka peluang tidak hanya mengambil sisa pasar 15 persen tetapi juga bisa menggeser pasar halal yang selama ini didominasi negara non-muslim. Kalau sudah mengekspor maka kelak pelaku-pelaku usaha termasuk UMKM yang telah bersertifikasi halal bisa semakin sejahtera.
Menikmati Kuliner Halal dengan Suasana Nyaman di Kantin UB
Kepala Halqid UB, Dr Sucipto STP MP mengatakan kalau halal bukanlah semata gaya hidup melainkan sudah menjadi kewajiban Muslim mengkonsumsi kuliner halal. Gagasan ini diterima baik Rektor UB, Prof Dr Mohammad Bisri MS dan kantin halal menjadi pilot projects dengan tujuan kelak seluruh kantin di kampus ini berkonsep halal.
Setiap pedagang dan menu yang disajikan telah diverifikasi terlebih dahulu kehalalannya oleh Halqid sebelum dijual. Lembaga ini telah memiliki standar operasional prosedur (SOP) mengenai keamanan dan kehalalan. Dengan begitu menu yang disajikan benar terjamin kehalalannya. Kini seluruh pedagang di kantin halal difasilitasi UB sedang pengajuan sertifikasi halal di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag.
Nurul Sarah, seorang mahasiswa berpendapat jaminan halal di tempat makan bukanlah monopoli Muslim. Setiap orang masih bisa makan di tempat yang menjamin kehalalan karena tidak bertentangan dengan ajaran agama manapun. Baginya syarat halal sama saja dengan standard kuliner layak konsumsi pada umumnya.
"Saya kadang juga makan di sini (kantin halal) bareng sama teman-teman yang non-muslim juga. Mereka santai saja tidak masalah malah lebih bagus karena kalau sudah halal pasti sudah bersih, cara masaknya yang tidak jorok dan bebas dari bahan berbahaya," ujarnya.
Bingung Cari Kuliner Halal Saat Traveling? Aplikasi Ini Bisa Membantumu
Mereka berhasil menciptakan aplikasi yang bisa menunjukkan kepada pengguna tempat-tempat kuliner mana saja yang sudah tersertifikasi halal. Data kuliner yang sudah tersertifikasi halal diverifikasi koordinat lokasinya kemudian diinput ke dalam sistem aplikasi. Melalui sistem Georgia Traffic Safety Information System, aplikasi ini terkoneksi dengan Google Map sehingga pengguna dapat mengetahui rute tercepat menuju tempat kuliner halal.
Selain itu, aplikasi ini juga dilengkapi dengan informasi destinasi wisata, hotel syariah dan masjid-masjid yang memiliki nilai historis. Pengguna Android bisa mengunduhnya secara gratis di Playstore. "Karena aplikasi ini berkaitan dengan tourism kita menggabungkan dengan obyek tourism tertentu yang menarik di kota itu. Kelebihannya bisa mengintegrasikan antara halal tourism dengan halal produk," ucap Head of Research Group Halqid, Dr Sucipto STP MP, Kamis (26/10/2017).
Dari hasil penelitian Halqid tidak sedikit pengusaha yang meraup keuntungan signifikan setelah mengantongi label sertifikasi halal. Mengingat kuliner halal bisa dinikmati siapa saja karena tidak bertentangan dengan ajaran keyakinan manapun. Beberapa syarat kuliner halal seperti higinitas juga menjadi standar kuliner sehat pada umumnya. Selain itu tidak ada syarat pengusaha kuliner harus Muslim untuk mendapatkan sertifikasi halal. Asalkan kuliner memenuhi syarat kehalalan maka siapapun bisa mendapatkan sertifikasi tersebut.
"Kebutuhan kuliner halal sangat besar karena konsumen Muslim di Indonesia sangat banyak, apalagi halal tidak bertentangan dengan keyakinan manapun dan tidak harus Muslim untuk mendapatkan sertifikasi halal. Di beberapa negara lain yang mayoritas penduduknya bukan Islam, konsumsi produk halal meningkat terus dari segi bisnis," ujar Sucipto yang juga dosen Fakultas Teknologi Pertanian UB ini.
Kisah Warung Tinuk Handayani yang Jadi Jujugan Wisatawan Muslim
Di kalangan wisatawan Muslim, warung Bu Tinuk dikenal dengan kehalalan kulinernya. Tentu saja itu karena sertifikasi halal yang diperolehnya. Seringkali pula pemandu wisata menyarankan wisatawan yang dipandunya makan di warung Bu Tinuk ketika diminta mengantar mencari kuliner halal. Dikenalnya warungnya sebagai penyedia kuliner halal di Bali menjadi berkah bagi Bu Tinuk.
Namun bukan berarti rumah makan yang dikelolanya eksklusif untuk konsumen Muslim saja. Ia melayani dengan baik setiap konsumen yang datang tanpa membedakan latar belakangnya. Tidak jarang pula wisatawan mancanegara yang ingin mencicipi kuliner Jawa di Bali datang ke warungnya. Keuntungan Bu Tinuk dari bisnis kulinernya yang telah bersertifikasi halal berlipat. Dia tidak harus melayani konsumen Muslim saja, wisatawan lain tetap bisa menikmati kuliner di warungnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H