Mohon tunggu...
Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono Mohon Tunggu... Swasta -

Remah-remah roti

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Hilman, Setya Novanto dan Independensi Jurnalis

19 November 2017   14:22 Diperbarui: 19 November 2017   14:51 1941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase Hilman Mattauch, Mobil Fortuner, dan Setya Novanto | Tribunnews

Insiden kecelakaan tunggal mobil Fortuner B 1732 ZLO yang ditumpangi Setya Novanto ketika menabrak tiang listrik di Jalan Permata Delima, Kebayoran Lama, Jakarta Selasa, Kamis (16/11/207) lusa menarik untuk dibahas. Menarik, karena Ketua DPR RI ini belakangan menjadi sorotan setelah beberapa kali mangkir dari panggilan penahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Seperti diketahui, pria yang juga menjabat Ketua Umum Partai Golkar ini menjadi tersangka kasus korupsi KTP elektronik dengan nilai yang diterimanya lebih dari Rp 500 miliar.

Banyak pihak menduga kecelakaan itu direkayasa untuk menghindari upaya hukum dengan alasan sakit. Ini setelah beberapa pengamat melihat beberapa kejanggalan. Salah satunya pengemudi mobil, Muhammad Hilman Mattauch yang seorang kontributor Metro TV tidak mengalami luka. Begitupula ajudan pribadi Novanto, Reza yang duduk di jok kiri depan juga baik-baik saja. Namun uniknya Novanto yang duduk di jok tengah kanan justru mengalami luka serius dan harus dilarikan ke rumah sakit. Padahal mobil menabrak tiang dari depan.

Selain Novanto, sosok yang menarik untuk dibahas adalah Hilman. Beberapa waktu lalu, jurnalis senior Andreas Harsono mengunggah foto surat pemberhentian Hilman sebagai kontributor dari Metro TV pada Juni 2016 lalu. Di dalam surat itu disebutkan dua alasan stasiun televisi itu memecat kontributorya. Pertama karena Hilman dianggap sudah tidak menjalankan tugas dan tanggungjawab sebagai kontributor yang harus menjunjung etika profesi. Saat masih ditugaskan di KPK, dia sudah bertindak layaknya Laison Officer (LO) bagi individu yang bermasalah secara hukum.

Kedua, Hilman sebagai kontributor yang paham tugas jurnalistik dianggap telah menghalang-halangi wartawan lain termasuk dari Metro TV dalam peliputan di Gedung KPK. Kedua hal inilah yang dianggap fatal sehingga Metro TV tidak bisa mentolerirnya. Merujuk dua alasan itu, apa yang sudah dilakukan Hilman memang merupakan pelanggaran berat terhadap kode etik jurnalistik (KEJ).

Pasal 6 KEJ jelas menyebut bahwa Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Penafsiran, a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Sementara yang dimaksud LO dalam kasus Hilman bisa diartikan bahwa dia memanfaatkan kedekatan dengan narasumber dalam menjalankan profesi wartawannya untuk menjadi penghubung individu yang bermasalah dengan hukum. Tentu saja apa yang dilakukannya itu di luar tanggungjawab profesi demi kepentingan pribadi. Terlebih sampai menghalangi wartawan lain dalam melaksanakan tugas untuk melindungi individu yang bermasalah hukum. Diduga kuat sosok yang dimaksud Metro TV dalam surat pemecatan itu adalah Novanto.

Namun entah mengapa Metro TV menugaskannya menjemput Novanto menuju studio televisi tersebut ketika terjadinya kecelakaan. Belakangan media televisi berita itu mengakui Hilman sebagai kontributornya dan akan menelusuri pelanggaran etika jurnalistik yang diduga dilakukannya. "Hingga kini, kami masih menelusuri apakah Kontributor Metro TV Hilman Mattauch dalam menjalankan tugas jurnalistik terkait wawancara eksklusif Setya Novanto pada Kamis, tanggal 16 November 2017 melanggar kode etik jurnalistik dan code of conduct Metro TV. Metro TV tidak akan mentolerir dan akan menindak tegas jika ditemukan pelanggaran kode etik jurnalistik terkait dengan tindakan saudara Hilman dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya sebagai Kontributor Metro TV," ujar Pimred Metro TV, Don Bosco.

Baca: Hilman Sudah Dipecat Setahun Lalu, Mengapa Ditugaskan Menjemput Setya Novanto?

Kedekatan Hilman dengan Novanto diketahui kolega-koleganya sesama jurnalis telah terjalin sejak 2014 lalu. Ketika itu dia ditugaskan medianya untuk meliput segala sesuatu di Gedung DPR RI. Dari situlah dia mulai kenal dan menjalin hubungan kedekatan dengan Novanto. Dilansir dari Tribunnews, Hilman dianggap sebagai sosok berpengaruh di kalangan jurnalis, bahkan karena sepak terjangnya dan kedekatannya dengan pimpinan DPR, dia dipercaya sebagai Ketua Pressroom DPR periode 2014-2016. Biasanya salah satu tugas Ketua Pressrom adalah menjembatani hubungan komunikasi seluruh jurnalis yang bertugas di DPR dengan narasumbernya untuk memudahkan ketika liputan. Akun @susetyo_haris di twitter memberikan informasi jika sebelum jadi jurnalis dia sopir salah satu petinggi di media. Bisa jadi kedekatannya dengan petinggi media yang juga politisi menjadi modal baginya untuk dekat dengan politisi-politisi lain, termasuk Novanto.

Saking dekatnya dengan Setya Novanto sampai-sampai akun twitternya @mattauch_hilman jadi seperti buzzernya Setnov. Hilman kerap me-retweet cuitan Novanto. Pernyataan Novanto bisa sangat mudah ditemui di twitter-nya. Ia juga getol membela Novanto, terutama saat ketua partai Golkar itu dianggap akting oleh warganet. Salah satunya saat Novanto dituding berpura-pura menelpon saat akan diwawancarai sementara layar WA-nya nyala. Sampai-sampai dia membuatkan video khusus demi membela Novanto.

Dari keterangan yang didapat polisi diketahui kalau mobil Fortuner yang ditumpangi ketika kecelakaan adalah milik Hilman pribadi, bukan milik Novanto atau Metro TV. Tanpa bermaksud merendahkan profesi jurnalis, seorang yang berprofesi sebagai kontributor akan sulit membeli mobil Fortuner yang harga bekasnya mencapai Rp 300 sampai 500 juta kalau hanya mengandalkan pendapatannya sebagai kontributor. Di dalam industri media, kontributor bukanlah berstatus karyawan tetap yang mendapatkan gaji bulanan berikut fasilitas dan tunjangannya seperti jaminan kesehatan dan lainnya. Kontributor adalah pekerja lepas yang baru mendapatkan upah ketika hasil kerjanya dalam hal ini video reportasenya dipakai media yang bersangkutan. Belakangan perusahaan media besar memang telah memberikan fasilitas dan tunjangan kepada para kontributorya.

Kedekatan jurnalis terhadap narasumbernya seperti Hilman itulah sebenarnya yang perlu dihindari jurnalis manapun. Seorang jurnalis memang dituntut dekat dengan semua narasumbernya untuk mendapatkan segala informasi. Sekalipun kepribadian narasumber itu bertentangan dengan prinsip jurnalis yang bersangkutan. Namun di sisi lain juga harus tetap menjaga independensi dalam pembuatan berita. Sama saja dengan profesi lain seperti dokter, jurnalis juga dibekali kode etik ketika menjalankan tugasnya. Seorang profesional yang baik adalah ketika dia menjalankan profesinya dengan berpedoman kode etik daripada melacurkan diri demi mendapatkan keuntungan pribadi.

Di dalam KEJ Pasal 1 disebutkan bahwa Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Penafsiran, a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers. b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Independensi juga menjadi satu dari sembilan elemen jurnalisme dalam buku The Elements of Jurnalisme yang ditulis Bill Kovach dan Tom Rosenstiel. Kovach merupakan jurnalis The New York Times dan terakhir berkarir sebagai Pimpinan redaksi di Atlanta Journal-Constitution. Sedangkan Tom Rosenstiel adalah eks jurnalis harian The Los Angeles Times. Keduanya dikenal sebagai jurnalis idealis yang disegani di Amerika. Ketika jurnalis sudah independen, maka berita yang ditulisnya memang benar-benar obyektif tanpa ada keberpihakan. Namun menjadi seorang yang independen bukanlah sesuatu yang mudah.

Andreas Harsono di blognya menulis ketika Kovach meluncurkan bukunya di Medan 2004 lalu, seorang peserta menanyakan apakah dirinya juga menerapkan elemen independensi ketika menjalankan profesinya? "Ada aturan dalam rumah tangga saya. Saya selalu bilang pada anak-anak. Kalian boleh melakukan apa saja tapi jangan sampai besok perbuatan itu masuk headline suratkabar. Kalau itu terjadi, saya akan meliput kalian sama dengan saya meliput orang lain," jawab Kovach.

Ia bahkan pernah memiliki pengalaman tidak mengenakkan dengan koleganya ketika dirinya tetap menjaga independensinya meskipun yang menjadi obyek beritanya orang dekatnya sekalipun. Kovach punya kolega yang sama-sama suka bermain sepakbola bernama Homer Peas ketika masih SMA. Beranjak dewasa, Kovach memilih jadi jurnalis dan Peas jadi aktivis Partai Demokrat yang turut memenangkan John F Kennedy sebagai Presiden Amerika Serikat pada 1960.

Ketika itu dia membujuk veteran perang untuk memberikan suara mereka dengan imbalan sebotol whisky. Kovach saat itu menyelidiki tentang "pembelian" suara dan melihat Peas terlibat. Setelah menelepon untuk mengkonfirmasi koleganya ini, Kovach lalu memberitakannya. Akibat pemberitaan itu, Peas diperiksa polisi, diadili, dan terbukti bersalah lalu disuruh memilih hukuman antara dipenjara atau masuk dinas militer lagi. Peas memilih militer dan dikirim ke Vietnam. Pada 1966 Peas meninggal dalam sebuah pertempuran dekat Bien Dien Phu, Vietnam ketika kehabisan peluru dan melawan gerilyawan Vietnam dengan bayonet.

"Saya sering sedih dan marah karena secara langsung saya ikut menyebabkan kematian teman saya. Kalau saya tak menyebut nama Homer, dia jelas takkan berangkat ke Vietnam dan mati di sana. Tapi saya juga tahu bahwa keputusan untuk berbuat salah atau berbuat benar adalah keputusan Homer sendiri. Homer bisa menolak untuk ikut kejahatan yang membahayakan demokrasi kami. Tapi Homer memilih berbuat salah," kata Kovach kepada Andreas dalam perjalanan naik mobil antara Magelang-Yogyakarta kala itu. "Anda dan saya wartawan! Tugas kita adalah memberitahu warga kalau ada penyalahgunaan kekuasaan. Warga harus tahu apa yang salah, apa yang benar, sehingga mereka bisa mengambil sikap dengan informasi yang lengkap. Kalau saya harus menghadapi dilema ini lagi, saya kira saya akan melakukan hal sama dengan apa yang pernah saya lakukan terhadap Homer," katanya.

Menjadi jurnalis bukanlah pekerjaan mudah. Terlebih menjadi jurnalis di Indonesia ketika banyak media yang tidak sanggup memberikan upah layak kepada jurnalisnya. Terkecuali kelompok media-media besar yang sudah memberikan upah tinggi berikut tunjangan dan fasilitas lainnya. Di samping itu budaya ketimuran yang menuntut tata krama juga terkadang membuat jurnalis dilema ketika harus berurusan dengan orang-orang terdekatnya ketika sedang menjalankan profesinya. Namun percayalah, kalau jurnalis berkerja dengan baik dengan memberikan informasi yang benar kepada masyarakat daripada melacurkan diri, pintu surga akan terbuka lebar untuknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun