Mohon tunggu...
Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono Mohon Tunggu... Swasta -

Remah-remah roti

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Hilman, Setya Novanto dan Independensi Jurnalis

19 November 2017   14:22 Diperbarui: 19 November 2017   14:51 1941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase Hilman Mattauch, Mobil Fortuner, dan Setya Novanto | Tribunnews

Kedekatan jurnalis terhadap narasumbernya seperti Hilman itulah sebenarnya yang perlu dihindari jurnalis manapun. Seorang jurnalis memang dituntut dekat dengan semua narasumbernya untuk mendapatkan segala informasi. Sekalipun kepribadian narasumber itu bertentangan dengan prinsip jurnalis yang bersangkutan. Namun di sisi lain juga harus tetap menjaga independensi dalam pembuatan berita. Sama saja dengan profesi lain seperti dokter, jurnalis juga dibekali kode etik ketika menjalankan tugasnya. Seorang profesional yang baik adalah ketika dia menjalankan profesinya dengan berpedoman kode etik daripada melacurkan diri demi mendapatkan keuntungan pribadi.

Di dalam KEJ Pasal 1 disebutkan bahwa Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Penafsiran, a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers. b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Independensi juga menjadi satu dari sembilan elemen jurnalisme dalam buku The Elements of Jurnalisme yang ditulis Bill Kovach dan Tom Rosenstiel. Kovach merupakan jurnalis The New York Times dan terakhir berkarir sebagai Pimpinan redaksi di Atlanta Journal-Constitution. Sedangkan Tom Rosenstiel adalah eks jurnalis harian The Los Angeles Times. Keduanya dikenal sebagai jurnalis idealis yang disegani di Amerika. Ketika jurnalis sudah independen, maka berita yang ditulisnya memang benar-benar obyektif tanpa ada keberpihakan. Namun menjadi seorang yang independen bukanlah sesuatu yang mudah.

Andreas Harsono di blognya menulis ketika Kovach meluncurkan bukunya di Medan 2004 lalu, seorang peserta menanyakan apakah dirinya juga menerapkan elemen independensi ketika menjalankan profesinya? "Ada aturan dalam rumah tangga saya. Saya selalu bilang pada anak-anak. Kalian boleh melakukan apa saja tapi jangan sampai besok perbuatan itu masuk headline suratkabar. Kalau itu terjadi, saya akan meliput kalian sama dengan saya meliput orang lain," jawab Kovach.

Ia bahkan pernah memiliki pengalaman tidak mengenakkan dengan koleganya ketika dirinya tetap menjaga independensinya meskipun yang menjadi obyek beritanya orang dekatnya sekalipun. Kovach punya kolega yang sama-sama suka bermain sepakbola bernama Homer Peas ketika masih SMA. Beranjak dewasa, Kovach memilih jadi jurnalis dan Peas jadi aktivis Partai Demokrat yang turut memenangkan John F Kennedy sebagai Presiden Amerika Serikat pada 1960.

Ketika itu dia membujuk veteran perang untuk memberikan suara mereka dengan imbalan sebotol whisky. Kovach saat itu menyelidiki tentang "pembelian" suara dan melihat Peas terlibat. Setelah menelepon untuk mengkonfirmasi koleganya ini, Kovach lalu memberitakannya. Akibat pemberitaan itu, Peas diperiksa polisi, diadili, dan terbukti bersalah lalu disuruh memilih hukuman antara dipenjara atau masuk dinas militer lagi. Peas memilih militer dan dikirim ke Vietnam. Pada 1966 Peas meninggal dalam sebuah pertempuran dekat Bien Dien Phu, Vietnam ketika kehabisan peluru dan melawan gerilyawan Vietnam dengan bayonet.

"Saya sering sedih dan marah karena secara langsung saya ikut menyebabkan kematian teman saya. Kalau saya tak menyebut nama Homer, dia jelas takkan berangkat ke Vietnam dan mati di sana. Tapi saya juga tahu bahwa keputusan untuk berbuat salah atau berbuat benar adalah keputusan Homer sendiri. Homer bisa menolak untuk ikut kejahatan yang membahayakan demokrasi kami. Tapi Homer memilih berbuat salah," kata Kovach kepada Andreas dalam perjalanan naik mobil antara Magelang-Yogyakarta kala itu. "Anda dan saya wartawan! Tugas kita adalah memberitahu warga kalau ada penyalahgunaan kekuasaan. Warga harus tahu apa yang salah, apa yang benar, sehingga mereka bisa mengambil sikap dengan informasi yang lengkap. Kalau saya harus menghadapi dilema ini lagi, saya kira saya akan melakukan hal sama dengan apa yang pernah saya lakukan terhadap Homer," katanya.

Menjadi jurnalis bukanlah pekerjaan mudah. Terlebih menjadi jurnalis di Indonesia ketika banyak media yang tidak sanggup memberikan upah layak kepada jurnalisnya. Terkecuali kelompok media-media besar yang sudah memberikan upah tinggi berikut tunjangan dan fasilitas lainnya. Di samping itu budaya ketimuran yang menuntut tata krama juga terkadang membuat jurnalis dilema ketika harus berurusan dengan orang-orang terdekatnya ketika sedang menjalankan profesinya. Namun percayalah, kalau jurnalis berkerja dengan baik dengan memberikan informasi yang benar kepada masyarakat daripada melacurkan diri, pintu surga akan terbuka lebar untuknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun