Mohon tunggu...
Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono Mohon Tunggu... Swasta -

Remah-remah roti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Perjuangan Kakak Beradik Disabilitas, Mulai Melukis, Jualan Kaos, sampai Menulis Buku

19 Agustus 2017   15:16 Diperbarui: 23 Agustus 2017   09:38 8606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keterbatasan fisik tidak menghalangi kakak beradik penyandang disabilitas Putu Agus Setiawan dan Kadek Windari untuk terus berkarya. Kondisi tangan dan kaki mereka yang lumpuh tidak membuat mereka menyerah pada keadaan. Mereka merasa malu kalau hanya sekadar berpangku tangan menunggu datangnya bantuan.

Agus dan Windari adalah kakak beradik pasangan almarhum Ketut Punia dan Komang Warsiki asal Desa Banjarasem, Seririt, Buleleng, Bali. Keduanya mulai menderita kelumpuhan sejak usia enam tahun. Kedua tangan dan kaki mereka sangat lemah dan berukuran kecil sehingga tidak sanggup digunakan untuk beraktivitas secara normal. Praktis kedua kakak adik ini hanya bisa duduk saja. Saat beraktivitas untuk makan atau mandi, mereka dibantu ibunya.

Kaos dan lukisan karya kakak beradik Agus dan Windari dipamerkan dalam sebuah event.
Kaos dan lukisan karya kakak beradik Agus dan Windari dipamerkan dalam sebuah event.
Sejak ayahnya yang berprofesi sebagai seniman ukir kayu meninggal dunia tiga tahun lalu, keluarga ini tidak memiliki penghasilan tetap. Mengingat selama ini ibunya lebih berperan sebagai ibu rumah tangga untuk merawat keduanya. Setelah kepergian sang ayah, mereka sempat mengalami masa-masa sulit.

Sang ibu mulai bekerja serabutan untuk bertahan hidup keluarga ini. Sementara kedua kakak adik mendapatkan bantuan yang diberikan pemerintah untuk penyandang disabilitas. Namun bantuan yang nominalnya tidak banyak itu tidak jarang mengalami keterlambatan saat pencairan, sehingga itu tidak bisa begitu diharapkan.

Agus saat menulis buku.
Agus saat menulis buku.
Dengan jiwa seni yang menurun dari sang ayah, Windari mulai mencoba melukis. Namun melukis di atas kanvas tidaklah mudah baginya. Butuh keterampilan dan kesabaran. Terlebih tangannya tidak normal. Namun itu tidak menghalangi niatnya dalam berkarya.

Ia berusaha keras agar dapat menghasilkan karya seni lukisan yang indah. Mulanya ia belajar menggambar di buku gambar. Setelah gambar dirasa bagus, ia lalu mencoba melukisnya di kanvas.

"Tulang tangan saya lemah tidak cukup kuat untuk melukis. Kalau sedang melukis, tangan kiri saya gunakan untuk menopang tangan kanan saya biar lebih kuat," ucap Windari.

Sementara sang kakak, Agus yang membantu memasarkan lukisan adiknya melalui media sosial. Satu lukisan Windari dijualnya seharga Rp 2,5-5 juta bergantung jenis dan ukurannya. Seiring berjalannya waktu lukisan Windari diminati sejumlah orang. Tidak jarang pemesannya berasal dari luar negeri. Dalam sebulan, Windari bisa menyelesaikan dua lukisan. Sang ibu merasa senang. Dari hasil berjualan lukisan karya Windari, perlahan perekonomian keluarga membaik.

Beberapa bulan lalu Agus juga mulai mencoba berjualan kaos. Kaos yang dijualnya berbeda dengan kaos-kaos lain yang beredar di pasaran. Yang membedakan kaosnya bertema kata-kata motivasi yang berasal dari ide dia sendiri. Dari 200 kata motivasi yang dibuatnya, sudah 20 kata yang dibuat untuk desain kaos.

Ia juga memasarkan kaosnya melalui media sosial. Kini dia sudah menerima lebih dari 150 pesanan kaos. Kata motivasi itu terinspirasi dari pengalamannya di tengah keterbatasan fisik tetapi dengan kondisi itu dia tidak mudah menyerah.

"Kata-kata yang paling berkesan adalah 'Meski kakiku tidak bisa melangkah, dan tanganku tidak kuat untuk menggenggam, tetapi semua itu tidak akan membuat api semangat didalam diriku padam'," kata Agus.

Ia yang mengaku suka menulis, menuliskan kisah perjalanan hidup keluarganya yang penuh kegetiran menjadi sebuah buku. Dengan keterbatasan fisiknya, dia menulis buku berjudul 'Ni Komang Warsiki dan Perjuangan Menembus Kemelut Kehidupan' dengan satu tangan dan komputer hasil pemberian teman media sosialnya selama tujuh bulan.

Cover buku karya Agus.
Cover buku karya Agus.
"Banyak kendala salah satunya komputer yang sering rusak. Karena keterbatasan fisik susah nulisnya hanya pake satu jari untuk ngetik," ucapnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun