Mohon tunggu...
Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono Mohon Tunggu... Swasta -

Remah-remah roti

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Meski Tak Kaya Harta, Wartawan Berkontribusi Besar untuk Bangsa

18 Agustus 2017   14:20 Diperbarui: 18 Agustus 2017   17:45 5036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo dikerubuti wartawan. Tribunnews

Dengan perjuangannya melaksanakan profesinya kita melalui berita bisa tahu bahwa ada anak sekolah yang harus menyeberangi sungai tanpa jembatan untuk masuk sekolah, petani miskin yang lahannya akan dibeli murah investor dengan cara intimidasi, ataupun potensi-potensi alam dan budaya masyarakat yang sulit dijangkau orang pusat.

Wartawan juga berperan sebagai fungsi kontrol sosial seperti mengawasi pejabat tamak yang akan korupsi uang negara. Mengawal kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Dan juga menyampaikan gagasan-gagasan besar untuk negara dari tokoh semacam Pak Prabowo ini. Sebagai tokoh besar di republik ini dan dengan segala gagasannya serta bisnisnya, Pak Prabowo bisa saja jauh lebih kaya dan lebih berperan bagi republik.

Namun gagasan-gagasan Pak Prabowo akan sulit diketahui masyarakat apabila tidak ada wartawan yang menulis dan menyebarluaskannya. Sejumlah kolega sering mengatakan "Kalau cari kaya jangan kerja jadi wartawan". Meski tidak kaya harta, kekayaan sesungguhnya para wartawan adalah ketika mereka dengan perannya bisa berkontribusi untuk masyarakat dan republik ini.

Di sisi lain, meskipun wartawan dalam melaksanakan tugasnya telah dilindungi dengan UU Pers atau UU Nomor 40 Tahun 1999 tetap saja banyak tantangan yang masih mereka hadapi. Misalnya saja seperti intimidasi dari  dari narasumber yang tidak puas dengan pemberitaan, pembatasan akses liputan sampai intervensi dari pemilik media. Resiko mulai dari kehilangan pekerjaan sampai kehilangan nyawa sering menghantui mereka.

Mengenai kecilnya gaji wartawan di Indonesia mulai berabad-abad sampai kini masih belum ada solusinya. Setiap tahunnya AJI mengeluarkan rilis upah layak wartawan dan melarang wartawan menerima amplop tetapi masih belum menemukan solusi untuk itu. 

Perusahaan media juga demikian merasa sulit memberikan upah lebih pada wartawannya karena mengaku tidak mampu. Terlebih dengan ketidakmampuannya terutama media lokal meminta wartawan untuk mencari iklan. Padahal itu tidak boleh, karena tugas wartawan hanya mencari berita.

Kita tahu perusahaan media massa kini sedang mengalami masa sulit. Sudah banyak dari mereka yang tidak dapat lagi terbit karena sudah tidak sanggup. Harapan wartawan untuk mendapatkan gaji besar seperti wartawan media asing juga lebih kecil. Kini yang bisa dilakukan wartawan adalah dengan mencari sumber pendapatan lain agar tidak sampai "menjual" profesi wartawannya sekadar untuk bisa belanja di mal. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun