Mohon tunggu...
Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono Mohon Tunggu... Swasta -

Remah-remah roti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Natalius Pigai: Antara HAM, Papua, Rizieq dan FPI

10 Agustus 2017   14:05 Diperbarui: 11 Agustus 2017   07:07 6552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompas.com: Natalius Pigai

"Empat bulan kemudian Habib Rizieq dan rombongan melakukan pengaduan di Komnas HAM. Kami ada 12 komisioner tidak ada yang berani ambil. Saya bilang saya mau jadi ketua tim pembela Habib Rizieq," ungkapnya.

Bagi dia, kesediaannya membela Rizieq adalah bagian dari sikap profesionalnya sebagai Komisioner Komnas HAM. Ia menilai ada kesengajaan dari sejumlah pihak untuk mengkriminalisasi Rizieq. Soal Rizieq yang sempat menyebutnya monyet dianggapnya sudah lalu, dan bagi dia permasalahan pribadi semacam itu terlalu kecil untuk mempengaruhi sikap profesionalismenya dalam bekerja. Ia pun tidak hirau dengan itu.

Meskipun pada akhirnya sikap Pigai yang membela Rizieq mendapat protes dari sejumlah pihak. Termasuk para koleganya sesama komisioner Komnas HAM yang menganggap sikap Pigai adalah sikap pribadi tidak mewakili lembaga Komnas HAM. Belum lagi dari kelompok anti FPI yang banyak memprotesnya, bahkan tidak jarang cacian bernada rasial tertuju kepadanya atas sikapnya membela Rizieq. Ditambah protes dari sejumlah orang-orang Papua yang menganggap kasus Rizieq tidak lebih penting diperjuangkan daripada kasus pelanggaran HAM di Papua.

Terlepas dari benar tidaknya sikap Pigai membela Rizieq, dia patut diapresiasi atas kebesaran jiwanya melupakan ucapan kasar Rizieq dan justru berbalik membelanya saat kesusahan. Sikap ini tentu tidak mudah bagi semua orang yang pernah dihina. Tapi Pigai seorang Papua mampu menunjukkan kematangannya sebagai manusia. Berbeda dengan monyet yang diciptakan tidak pakai akal, dia sebagai manusia yang berakal mampu menunjukkan pola pikir yang luas dan maju ke depan.

Bagi seorang Islam, sikap Pigai ini mengingatkan tentang sosok Muhammad. Dahulu Muhammad sudah terbiasa dengan perlakuan kafir yang membenci, mencaci sampai menghinanya dengan kalimat kasar, tetapi dia tidak pernah mempersoalkannya. Setiap Muhammad berangkat ke masjid, kafir itu sering mengasarinya dengan meludah ke arah wajah Muhammad, tetapi Muhammad sama sekali tidak pernah membalasnya dan justru tersenyum.

Sampai suatu ketika Muhammad selama berhari-hari tidak pernah melihat seorang kafir yang biasa meludahinya. Ia yang penasaran bertanya kepada para tetangganya dan didapati kabar bahwa kafir itu jatuh sakit. Muhammad dengan jiwa besar berinisiatif menjenguk kafir itu di rumahnya. Sikap itu membuat si kafir terperangah tidak menyangka Muhammad semulia itu, sampai satu ketika si kafir memutuskan masuk Islam.

Pigai sebagai seorang Katolik tentu tidak berharap sikapnya itu akan membuat Rizieq mendapat hidayah dan masuk Katolik. Begitupula dia tidak akan sampai membayangkan FPI berubah nama menjadi Front Pembela Katolik (FPK). Namun alangkah mulianya andai saja Rizieq beserta pengikutnya dengan besar hati berniat membalas budi sikap Pigai. Ketika Rizieq suatu saat setibanya dari Arab Saudi berinisiatif mengomando pengikutnya untuk membela orang-orang Papua dengan apapun cara dia. Kalau saja itu terjadi betapa waow-nya bangsa ini, kita akan dipersatukan pemikiran bahwa kita semua bersaudara dalam satu kesatuan bangsa Indonesia. Bangsa asing tentu saja akan grogi menggoda orang-orang Papua untuk makar. Dan tentu saja tidak ada lagi orang Papua yang ditembak aparat karena semuanya baik-baik saja. (lugas wicaksono)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun