Mohon tunggu...
Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono Mohon Tunggu... Swasta -

Remah-remah roti

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ayah dan Anak Cacat 15 Tahun Tak Tersentuh Bantuan

26 November 2014   09:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:49 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang itu. Ketut Sadiada (40) berjalan terpincang di rumahnya di Banjar Kajekauh, Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, Buleleng, Bali Minggu (21/11). Sudah sejak 15 tahun kaki dan tangan kanannya tidak dapat berfungsi normal. Tepatnya setelah mengalami kecelakaan ketika mengendarai sepeda motor saat masih bekerja sebagai satpam di Denpasar.
Belum cukup sampai di situ saja. Setahun kemudian ayahnya, Nyoman Wagia (70) mengalami kebutaan di kedua matanya setelah karena sakit Glukoma yang dideritanya tak kunjung sembuh. Ia tidak bisa bertani lagi dan harus dibantu sebuah tongkat untuk membimbing langkahnya saat berjalan.
Saat ini, Sadiada mengaku tidak bisa menjalankan aktivitas apapun karena keterbatasan fisiknya. Begitu pula dengan ayahnya. Sedangkan, untuk memasak keperluan makan sehari-hari dikerjakan ibunya, Ketut Punagi (67). Kondisinya yang telah renta juga sering membuatnya sakit-sakitan. Terlebih ketika memasuki musim dingin seringkali sakit asmanya kambuh.
Sementara keempat saudaranya telah berkeluarga dan tinggal di perantauan. Menurutnya, hanya seorang adiknya saja yang sesekali mengirimi uang untuk makan. Mengingat, mereka juga telah berkeluarga dan memiliki tanggungan ekonomi masing-masing.
Sadiada menuturkan, sejak pertama kali lumpuh sampai saat ini belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Upayanya untuk mengurus data penduduk dari tingkat desa sampai Dinas Sosial Kabupaten Buleleng supaya mendapatkan bantuan sia-sia.
"Saya beberapa kali datang ke kantor desa untuk menanyakan, tapi jawabannya katanya data orang miskin atau orang cacat sudah dari pemerintah pusat, desa hanya menjalankan saja. Empat hari lalu saya ke Dinsos di Singaraja saya belain jual kelapa kering untuk ongkos transport sampai habis Rp 50 ribu, tapi kata petugasnya keluarga saya masih masuk daftat tunggu," tutur Sadiada.
Menurutnya, untuk biaya hidup sehari-hari keluarganya hanya mengandalkan hasil kebun kelapa yang tidak seberapa. Bahkan, ia mengaku dalam sehari hanya makan satu kali untuk berhemat.
"Saya merasa tidak adil saja perlakuan pemerintah. Saya lihat orang di desa saya punya usaha punya mobil pikap, ada yang punya sepeda motor tapi bisa dapat KPS dan kemarin dapat bantuan Rp 400 ribu. Sedangkan saya dari awal tidak pernah dapat apa-apa," keluhnya.
Ia berharap, dapat bantuan rehabilitasi dari Kementerian Sosial (Kemensos). Supaya ia dapat memiliki skill sehingga dapat memulai hidup baru yang lebih baik. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun