Misalnya, di Stasiun MRT Haji Nawi, motif gigi balang yang kuat dengan unsur Betawi menjadi sumber inspirasi utama. Desain stempel di stasiun ini dikombinasikan dengan gambar Ratangga, melambangkan fondasi yang kokoh dalam konektivitas transportasi publik, keseimbangan budaya, dan ketangguhan menghadapi perubahan urban. Ini menunjukkan dedikasi MRT Jakarta untuk berperan lebih dari sekadar alat transportasi; tetapi juga sebagai pelindung dan penjaga warisan budaya.
Di sisi lain, Stasiun Cipete Raya, ikon petai yang dipadukan dengan latar belakang kembang sepatu dan motif Betawi tumpal dijadikan simbol keberagaman dan kreativitas. Melalui ini, MRT Jakarta ingin menekankan pentingnya menjaga keseimbangan harmonis antara budaya tradisional dan kehidupan modern yang dinamis.
Sedangkan di Stasiun Blok A, stempel dengan desain gabungan antara anyaman bambu dan MRT Jakarta. Desain ini mencerminkan kekuatan konektivitas dan fleksibilitas dalam menghadapi perubahan, sambil mengapresiasi keindahan dalam kesederhanaan.
Selain itu, desain stempel Stasiun Blok A juga merepresentasikan keindahan dalam kesederhanaan yang menciptakan gambaran tentang kemajuan dan keseimbangan di tengah kota metropolitan.
Untuk mendapatkan stempel ini, pengguna MRT Jakarta bisa menggunakan kertas khusus yang sudah disediakan di stasiun atau menggunakan buku catatan yang dibawa sendiri. Stempel bisa diminta ke petugas di stasiun. Ini juga persis dengan Eki Stamp yang sudah lebih dahulu populer di Jepang.Â
Akhir kata, saya punya pertanyaan untuk yang sudah membaca sampai selesai. Tertarik mulai mengoleksi Eki Stamp ala MRT Jakarta ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H