Bahasa komunikasi tersebut akan membuat pelanggan lain berpikir 2 kali untuk menyampaikan keluhannya.Â
"Jangan-jangan, saya juga akan mendapat perlakukan serupa jika menyampaikan keluhan," yang mana hal ini urusannya bakal panjang karena pelanggan akhirnya malas menyampaikan keluhan.Â
Padahal, keluhan, kritik, dan saran adalah variabel penting dalam meningkatkan layanan kereta api di kemudian hari.
Jika di kemudian hari menemukan keluhan serupa, pegawai KAI sebaiknya tetap menahan diri dan menggunakannya sebagai evaluasi layanan. Jangan sampai membalas menggunakan akun pribadi dengan bahasa yang terkesan mengintimidasi.
Cukup sampaikan ucapan terima kasih atas masukannya. Kemudian, jika ada hal yang dirasa perlu diluruskan, cukup luruskan hal itu. Dalam kasus kemarin misalnya, pelanggan tidak tahu menahu soal tarif tiket yang disubsidi pemerintah.Â
Dari situ, cukuplah memberikan edukasi soal tarif tersebut dan hubungannya dengan layanan yang diberikan. Tentunya dengan bahasa yang enak dibaca oleh warganet.
Pegawai KAI harus memahami bahwa meskipun sosialisasi lewat media sosialnya sudah masif, selalu ada segmen masyarakat yang tidak tersentuh media ini.Â
Masih ada masyarakat yang belum paham soal ini, dan itu harus dipahami. Setelah memahami hal ini, gunakan bahasa komunikasi yang santun untuk mengedukasi pelanggan. Beri kesan yang baik bagi pelanggan yang menyampaikan keluhan.
KAI Perlu Evaluasi GAPEKA 2021
Melihat hal yang terjadi kemarin, saya mencoba untuk melihat dari sudut pandang lain. Keluhan pelanggan tersebut menurut saya, juga ada hubungannya dengan penerapan Grafik Perjalanan Kereta Api (Gapeka) 2021.
Gapeka 2021 mengubah jam keberangkatan Kereta Api Mutiara Timur dan memperpanjang rutenya hingga Yogyakarta.Â
Awalnya, kereta api ini memiliki 4 jadwal perjalanan per harinya baik dari Stasiun Ketapang dan Stasiun Surabaya Gubeng. Gapeka 2021 mengubah jadwal perjalanan menjadi 2 per hari baik dari Stasiun Yogyakarta dan Stasiun Ketapang.