Mohon tunggu...
Lugas Rumpakaadi
Lugas Rumpakaadi Mohon Tunggu... Jurnalis - WotaSepur

Wartawan di Jawa Pos Radar Banyuwangi yang suka mengamati isu perkeretaapian.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

155 Tahun Perkeretaapian Indonesia dan Pekerjaan Rumah yang Belum Terselesaikan

10 Agustus 2022   11:52 Diperbarui: 15 Agustus 2022   04:01 1600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi riset dan pengembangan. (Sumber: Photo by Pexels/Abby Chung)

Beberapa waktu yang lalu saya juga sempat menuliskan artikel mengenai "Kursi Adu Dengkul". Mungkin beberapa juga sudah ada yang membacanya. Namun, buat yang belum, mungkin bisa mampir dulu untuk mendapat insight dalam membaca sub bagian ini.

Sarana perkeretaapian Indonesia terus mengalami perbaikan, terutama setelah KAI dipimpin oleh Ignasius Jonan pada tahun 2009-2014 lalu. Banyak yang berubah terutama dari segi layanan. Jonan memang menghendaki kereta api ke depannya tidak berfokus pada produk, namun layanan.

Hal itu dibuktikan dengan perbaikan layanan kereta api pada kelas ekonomi dan bisnis. Serta, di kemudian hari dilakukan penyederhanaan layanan dari awalnya 3 kelas menjadi 2 kelas saja yaitu eksekutif dan ekonomi saja.

Seiring berjalannya waktu, mulai banyak masukan yang diberikan oleh pelanggan kereta api, terutama pelanggan kelas ekonomi. Seperti yang diketahui bersama saat ini KAI mengoperasikan 3 jenis kereta ekonomi yaitu ekonomi kepasitas 106 penumpang, ekonomi eks Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dan ekonomi premium.

Dua dari tiga jenis kereta kelas ekonomi tersebut menggunakan kursi yang berhadapan dan tegak. Namun, pada kereta kelas ekonomi berkapasitas 106 penumpang, jarak antar bangku relatif lebih sempit jika dibandingkan ekonomi eks Kemenhub, yang mana juga menggunakan konfigurasi tempat duduk berhadapan dan tegak.

Pelanggan kereta api menghendaki penggunaan kereta ekonomi 106 penumpang itu dihentikan. Terutama untuk kereta api antar kota yang tarifnya sudah tidak disubsidi oleh pemerintah. 

Menurut mereka, harga yang ditawarkan tidak sebanding dengan layanan yang didapatkan. Harapannya, kereta kelas ekonomi antar kota yang sudah dicabut subsidinya tidak lagi menggunakan rangkaian kelas ekonomi berkapasitas 106 penumpang ini.

Selain pada kelas ekonomi ada juga kereta kelas eksekutif yang dirasa masih belum memuaskan pelayanannya. Saya pernah menuliskannya pada artikel "Melihat Matahari Terbenam dari Kereta Api Gajayana".

Kereta kelas eksekutif yang dimaksud adalah buatan tahun 2016 atau biasa disebut dengan sebutan new image. Fasilitas foot rest (sandaran kaki), serta peredam kabin belum sepenuhnya baik. Apalagi jika digunakan untuk kereta api dengan jarak yang sangat jauh seperti Gajayana.

Terbuka pada Masukan namun Terhalang Bemper

Ilustrasi media sosial. (Sumber: Pexels/Magnus Mueller)
Ilustrasi media sosial. (Sumber: Pexels/Magnus Mueller)

Sub terakhir ini mungkin tidak se-teknis sub bagian sebelumnya yang saya tulis pada artikel ini. Namun, hal ini juga menurut saya sebaiknya tetap ditulis sebagai bagian dari perbaikan layanan kereta api ke depannya. Karena secara tidak langsung para "bemper" ini juga menjadi penghambat bagi kemajuan layanan perkeretaapian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun