Mohon tunggu...
Lugas Rumpakaadi
Lugas Rumpakaadi Mohon Tunggu... Jurnalis - WotaSepur

Wartawan di Jawa Pos Radar Banyuwangi yang suka mengamati isu perkeretaapian.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Sudah Efektifkah Sosialisasi Pengambilan Foto dan Video oleh KAI?

19 April 2022   12:21 Diperbarui: 19 April 2022   21:08 1506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kereta Api Matarmaja memasuki Stasiun Malang Kota Lama. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

KAI sudah melakukan sosialisasi melalui media sosial resminya yang sekiranya mudah untuk dipahami oleh siapapun yang melihat postingan tersebut. Namun, seperti judul artikel ini, "Sudah efektifkah hal tersebut?"

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita melihat sejauh mana pemahaman sasaran sosialisasi tersebut dalam hal ini adalah pengguna kereta api (secara umum) dan penggemar kereta api (secara khusus).

Kita akan mengambil contoh kasus dari cerita rekan railfans yang saya jabarkan sebelumnya. Jika melihat argumen yang digunakan, railfans tersebut telah memahami dasar aturan yang diberlakukan oleh KAI saat melakukan hunting.

Hal itu terbukti dari pemahamannya soal peraturan bahwa hunting di area stasiun dengan perangkat kamera mirrorless, lensa tele, masih diperbolehkan. Dalam ceritanya juga, railfans ini juga mampu menjelaskan secara detail perangkat yang perlu izin khusus dari pihak Humas yaitu mic eksternal, tripod, lighting, hingga drone.

Dari situ dapat disimpulkan bahwa railfans yang juga menjadi sasaran dari sosialisasi aturan pengambilan foto dan video di stasiun oleh KAI, dapat memahami aturan dengan baik. Dengan ini, bisa dikatakan bahwa sosialisasi tersebut sudah efektif di kalangan para railfans.

Meskipun demikian, pemahaman aturan ini justru berbanding terbalik hasilnya ketika diterapkan ke para pegawai KAI yang bertugas di lapangan. Pada cerita sebelumnya saja, argumen yang digunakan justru jauh dari aturan yang berlaku. Sebut saja, hanya menggunakan lensa tele, harus ada izin khusus terlebih dahulu.

Petugas bahkan menyebut lensa tele sebagai lensa yang biasa dipakai wartawan untuk memperkuat argumennya. Cukup aneh menurut saya pribadi, karena di era kecanggihan teknologi saat ini, seorang wartawan bisa saja hanya menggunakan smartphone untuk mendapatkan bahan liputan seperti menulis dan mengirim artikel, mengambil dan menyunting foto hingga video, sampai menerbitkan artikelnya atau mengunggah hasil foto dan video liputannya dalam waktu singkat.

Saya memiliki beberapa kenalan pegiat fotografi dan tidak sedikit dari mereka yang memiliki beragam koleksi lensa mulai standar, fix, hingga tele. Lensa tersebut juga mudah untuk didapatkan di toko-toko kamera. Artinya, pemilik lensa tele tidak hanya dari kalangan wartawan saja, namun bisa juga dari orang biasa yang memang menjadi pegiat fotografi.

Dari analisis sederhana ini, akhirnya muncul sebuah kesimpulan bahwa efektivitas sosialisasi aturan pengambilan foto dan video di area stasiun oleh KAI sudah termasuk baik bagi kalangan railfans, namun masih buruk untuk kalangan petugas di lapangan.

Padahal, seharusnya baik petugas di lapangan dan railfans atau pengguna kereta api memiliki pemahaman yang sama mengenai aturan pengambilan foto dan video ini.

Beberapa hari setelah viralnya cerita rekan railfans tersebut, melalui media sosial TikTok, KAI Commuter mengunggah video mengenai tips aman mengambil foto dan video di area stasiun. Humas KAI Commuter Anne Purba melalui akun Twitter-nya turut membagikan video tersebut dan meminta untuk menghubungi pihaknya apabila ada petugas yang melarang.

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun