Namun, jika tebeng menghadap searah jalur kereta api, di mana lingkaran tebeng tidak terlihat oleh masinis, maka kereta api diperbolehkan untuk melanjutkan perjalanan kembali.
Seiring berjalannya waktu, sinyal tebeng mendapatkan berbagai pembaharuan seperti mengubah handel pengendali sinyal dari kayu menjadi besi, menambahkan peralatan yang dapat mengunci sendiri, serta meninggikan tiang sinyal tebeng.Â
Hasil pembaharuan ini pertama kali diterapkan di Stasiun Krian, yang saat ini masuk wilayah Daerah Operasional (Daop) 8 Surabaya. Itulah alasan mengapa sinyal tebeng ini dinamakan Sinyal Krian.
Mengingat Sinyal Krian dinilai memiliki nilai sejarah pada perkeretaapian di Indonesia, komunitas seperti Indonesian Railway for Preservation Society (IRPS) melakukan preservasi pada beberapa Sinyal Krian yang masih ada. Setidaknya, saat ini sudah ada 2 Sinyal Krian yang telah dilakukan preservasi.
Pada tahun 2019, IRPS Bandung, Yayasan Kereta Anak Bangsa (KAB), dibantu warga sekitar dan didukung Kereta Api Indonesia (KAI) melakukan preservasi pada Sinyal Krian yang tersisa di jalur Cibatu-Garut, tepatnya di dekat Stasiun Garut.
Pelaksanaan preservasi dilakukan bertepatan dengan peringatan 130 tahun perkeretaapian Garut dan reaktivasi jalur Cibatu-Garut oleh KAI yaitu pada 3-4 Agustus 2019.
Kemudian, di tahun 2022, Balai Teknik Perkeretaapian wilayah Jawa Timur (BTP Jatim), bersama dengan IRPS, Komunitas Railfans Daop 9 (KRD9), dan Komunitas Dead Railway Hunter (DRH), dibantu warga sekitar kembali melakukan preservasi pada Sinyal Krian berusia 125 tahun.
Kegiatan ini dilakukan pada 28 Maret 2022 di dekat Stasiun Tamanan, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur tepatnya di jalur nonaktif Kalisat-Panarukan yang masuk dalam wilayah Daop 9 Jember.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H