Jalur kereta api yang menghubungkan antara Stasiun Cibatu dengan Stasiun Garut kini telah diselesaikan. Masyarakat nampaknya sudah mulai tidak sabar menanti kapan datangnya kereta api penumpang reguler di lintas yang sempat mati selama kurang lebih 38 tahun itu.
Jalur Cibatu-Garut sebenarnya sudah ada sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda. Jalur ini merupakan bagian proyek kereta api di Preanger (sekarang Jawa Barat). Lintas itu sendiri merupakan segmen (bagian dari) proyek jalur kereta api yang menghubungkan Cicalengka-Garut.
Proyek tersebut kemudan digarap oleh perusahaan kereta api negara Staatspoorwegen Westerlijnen dan pada 14 Agustus 1889 jalur Cicalengka-Garut sepanjang 51 km pun dibuka untuk umum. Karena proyek digarap oleh Staatspoorwegen, maka operator kereta api yang beroperasi di lintas tersebut juga adalah Staatspoorwegen.
Terdapat beberapa alasan mengenai pembuatan jalur kereta api di Jawa Barat yang dilakukan oleh Hindia Belanda pada masa itu. Pertama, karena potensi sumber daya alam yang ada di sana. Jawa Barat terkenal dengan hasil buminya yang memiliki nilai jual.
Sebelum ada jalur kereta api, waktu pengiriman hasil bumi dari wilayah Jawa Barat menuju Pelabuhan Tanjung Priok untuk diekspor membutuhkan waktu yang lama yaitu sekitar 10 bulan. Dengan adanya jalur kereta api yang dibuat, waktu pengiriman yang lama itu bisa dipangkas menjadi beberapa jam saja.
Alasan berikutnya adalah karena keindahan alam yang ada. Hal ini bisa mendatangkan manfaat ekonomi di bidang pariwisata. Sebut saja salah satunya aktor Inggris, Charlie Chaplin yang pernah berwisata di Garut pada tahun 1932. Alasan-alasan tersebut yang juga turut mendasari jalur Cicalengka-Garut kemudian dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda melalui Staatspoorwegen.
Saat masih beroperasi, jalur Cibatu-Garut bisa dikatakan sangat ramai dengan angkutan barang maupun penumpang. Data dari Djawatan Kereta Api (DKA/sekarang Kereta Api Indonesia/KAI) di tahun 1950-1953 menunjukkan tren peningkatan pada angkutan barang dan penumpang. Khusus lintas Cibatu-Garut saja, setiap tahunnya ada ratusan penumpang dan ribuan kilogram barang yang diangkut melalui jalur tersebut.
Stasiun Garut menjadi stasiun tersibuk yang mengangkut sekitar 358 ribu penumpang pada tahun 1950 dan meningkat menjadi 504 ribu penumpang pada tahun 1953.Â
Diurutan kedua tersibuk ada Stasiun Wanaraja yang mencata telah mengangkut 130 ribu penumpang pada tahun 1950 dan meningkat menjadi 178 ribu penumpang pada tahun 1953.
Jika diambil rata-rata hariannya, maka pada tahun 1953 terdapat 1.380 penumpang per hari yang menggunakan kereta api dari Stasiun Garut dan 488 penumpang dari Stasiun Wanaraja. Melihat catatan statistik tersebut, bisa dibayangkan sesibuk apa jalur Cibatu-Garut saat masih beroperasi dulu.
Sayangnya, pada 9 Februari 1983 jalur Cibatu-Garut akhirnya harus ditutup. Tanggal tersebut adalah kali terakhir kereta penumpang beroperasi di lintas tersebut.Â
Ada beberapa alasan ditutupnya jalur ini yaitu tren menggunakan kendaraan darat seperti mobil, truk, dan bus, tidak adanya sarana lokomotif yang siap melayani lintas ini, dan letusan Gunung Galunggung pada tahun 1982 yang menyebabkan prasarana kereta api di lintas tersebut rusak akibat abu vulkanik.
Angin segar soal dihidupkannya kembali jalur Cibatu-Garut ini berawal pada 26 September 2018 saat Direktur Utama KAI Edi Sukmoro meninjau kesiapan reaktivasi jalur dengan motor trail. Rencananya, reaktivasi jalur ini akan digunakan sebagai pilot project reaktivasi jalur kereta api selanjutnya.
Akhirnya, pada Januari 2019 pihak KAI mulai melakukan proses reaktivasi dengan menertibkan bangunan di sekitar jalur, membangun prasarana stasiun dan persinyalan, hingga mengganti rel kereta api dengan bantalan beton dan jenis R42 (sebelumnya jalur ini menggunakan bantalan kayu dengan tipe rel R25).
Proses reaktivasi berlangsung dengan cepat tanpa melibatkan Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan. KAI menunjuk langsung Kereta Api Properti Manajemen (KAPM/sekarang KAI Property) sebagai kontraktor reaktivasi jalur Cibatu-Garut. Biaya yang dibutuhkan untuk proyek ini mencapai Rp400 miliar.
Saat ini, seluruh prasarana di jalur Cibatu-Garut sudah siap untuk digunakan. Sebelumnya, sudah dilakukan berbagai uji coba dengan menggunakan sarana khusus hingga lokomotif dan kereta penumpang untuk memastikan seluruh jalur dalam kondisi siap beroperasi.
Melihat kembali sejarah jalur kereta api Cibatu-Garut rasanya apa yang dilakukan oleh KAI sudah sangat tepat. Jalur ini pernah menjadi jalur sibuk pada masanya dan saat ini kembali dihidupkan dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian di wilayah Garut dan sekitarnya. Harapannya, apa yang pernah terjadi di masa lalu dapat terulang kembali di masa sekarang.
Namun, masyarakat Garut khususnya untuk sementara waktu ini harus bersabar menunggu adanya kereta api yang melayani lintas ini. Pasalnya, Direktorat Jenderal Perkeretaapian belum mengeluarkan izin operasional di lintas ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H