Mohon tunggu...
Ludovicus Mardiyono
Ludovicus Mardiyono Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku "Kingdom Leadership"

Kingdom citizen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Batasi Jam Kerja BMI!

4 Juni 2012   03:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:25 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa bilang jam kerja Buruh Migran Indonesia (BMI) tidak bisa dibatasi? Seperti jam kerja pekerja pada umumnya, mestinya jam kerja BMI juga bisa dibatasi 40 jam seminggu, 8 jam sehari. Keberhasilan pekerja menuntut pembatasan jam kerja puluhan tahun silam adalah juga keberhasilan pekerja rumah tangga.

Selain itu, Konvensi No. 189 juga sudah mengadopsi pembatasan jam kerja untuk pekerja rumah tangga. Jadi, pembatasan jam kerja untuk BMI itu bukan hanya bisa tetapi sangat dan harus bisa. Jam kerja maksimal yang telah disepakati oleh dunia adalah 40 jam seminggu dan 8 jam sehari. Bagaimana jika sebuah keluarga memang sangat memerlukan pekerja rumah tangganya harus bekerja ekstra? Apakah boleh? Jawabannya adalah boleh asal kelebihan jam kerja harus diperhitungan sebagai jam lembur (overtime) dan harus diberi upah lembur sesuai aturan negara tempatnya bekerja.

Selama ini, hampir di semua negara BMI dan buruh migran dari negara lain bekerja lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu tanpa mendapatkan upah lembur. Buruh Migran adalah manusia biasa yang kekuatannya juga sama seperti pekerja lainnya, bedanya kalau pekerja lain, misalnya editor kerjanya hanya melulu editing, namun pekerja rumah tangga selain dituntut mampu mengurus rumah, mereka juga dituntut untuk bisa mengurus orang sakit, orang tua, bayi bahkan di beberapa negara mengurus binatang. Pendeknya pekerja rumah tangga dituntut memiliki multi-skill untuk bisa menjadi pekerja yang baik.

Buruh Migran sudah diperas terlalu lama, bukan hanya tenaga dan keringatnya, namun tulang dan darahnya. Sekarang saatnya negara dan masyarakat internasional memberikan keadilan bagi buruh migran di seluruh dunia agar bisa menikmati kehidupan yang wajar dan menyenangkan seperi pekerja pada umumnya.

Salah satu cara untuk memberikan penghargaan itu adalah dengan cara membatasi jam kerja pekerja rumah tangga menjadi 40 jam seminggu dan 8 jam sehari. Negara dan masyarakat yang sehat tidak akan pernah rela melihat jutaan pekerja rumah tangga tinggal dalam kondisi kerja dalam waktu yang panjang. Jika negara tetap membiarkan jam kerja panjang bagi pekerja rumah tangga, artinya negara itu sudah melakukan pelanggaran HAM luar biasa terhadap ribuan bahkan jutaan pekerja rumah tangga.

Buruh Migran di Hong Kong barangkali bisa menjadi kekuatan strategis untuk perjuangan ini. Bersatulah untuk kemenangan bersama. Bukan hanya kemenangan buruh migran tetapi kemenangan keadilan sosial bagi seluruh rakyat dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun