Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Heboh, Nilai Tukar Rupiah Menguat? Antara Kesalahan Teknis, Politik, dan Rapuhnya Ekonomi Digital

1 Februari 2025   22:52 Diperbarui: 1 Februari 2025   22:52 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcR8R0rar2YTwvG7gsyx8JbiQcoLsY3k2agcZ3DN489vinZTZw2RldWWJ2o&s=10

Tepat di 1 Februari 2025 ini, media sosial Indonesia dihebohkan oleh laporan kurs Rupiah yang tiba-tiba "anjlok" menjadi Rp8.170 per dolar AS, bahkan sempat muncul pencarian Google yang menampilkan angka Rp8.000. 

Otoritas keuangan, yaitu Bank Indonesia (BI), segera membantah informasi ini dengan menyebutnya sebagai kesalahan teknis. Meski begitu, insiden ini segera memicu spekulasi publik: bagaimana jika kesalahan perhitungan malah lebih ekstrem, misalnya menunjukkan 8 Rupiah (IDR) per dolar AS? 

Walau mustahil secara teknis, kemungkinan ini mengungkapkan betapa rentanya sistem finansial digital dan kompleksitas ekonomi politik di balik nilai tukar Rupiah.

Politik Nilai Tukar
Nilai tukar Rupiah tidak hanya ditentukan oleh mekanisme pasar, tetapi juga oleh kebijakan politik dan stabilitas institusional. Keterbukaan ekonomi mengakibatkan Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga komoditas, suku bunga global, dan arus modal asing. 

Selain itu, faktor politik domestik—seperti kebijakan fiskal, regulasi perdagangan, dan stabilitas pemerintahan—juga memiliki peran krusial. Kebijakan larangan ekspor nikel pada 2020, misalnya, yang bertujuan meningkatkan industri dalam negeri justru memicu ketegangan dengan investor asing dan, selanjutnya, berpotensi melemahkan kepercayaan terhadap Rupiah.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter kerap menghadapi dilema. Di satu sisi, menaikkan suku bunga demi mempertahankan Rupiah berisiko memperlambat pertumbuhan ekonomi. 

Di sisi lain, menjaga suku bunga rendah malah dapat memicu inflasi dan pelepasan modal asing. Kebijakan ini tidak bisa dilepaskan dari tekanan politik, seperti mendukung agenda pemerintahan yang berkuasa.

Antara Realitas dan Misinformasi
 
Laporan kurs Rupiah ke Rp8.170 per dolar AS yang secara teknis mengindikasikan penguatan signifikan, kenyataannya malah bertolak belakang dengan tren Rupiah yang cenderung melemah dalam beberapa tahun terakhir. 

BI menegaskan angka Rp 8.170 itu kesalahan teknis, tetapi publik merespons dengan skeptis. Dalam ekonomi politik, kepercayaan adalah mata uang utama. Jika masyarakat dan investor meragukan transparansi data resmi, maka dapat memicu kepanikan masyarakat dan ketidakstabilan ekonomi.

Soal penguatan nilai tukar Rupiah itu, kita bisa membayangkan hal yang mustahil terjadi. Andaikan ada kesalahan teknis bahwa Rupiah menguat ke level 8 IDR/dolar AS. 

Meski secara matematis absurd (karena Rupiah bernilai lebih rendah daripada dolar), skenario ini bisa berkaitan dengan dua hal. Pertama, platform digital seperti Google secara tidak terduga memiliki kekuatan untuk membentuk persepsi ekonomi secara nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun