Kebijakan Indonesia bergabung dengan BRICS menjadi salah satu pilar penting dalam 100 hari diplomasi pemerintahan Prabowo dan Gibran. Keputusan itu  dapat dijelaskan menggunakan teori pilihan rasional (rational choice).Â
Dalam konteks teori ini, keanggotaan BRICS bukan sekadar langkah diplomatik, melainkan merupakan sebuah kalkulasi strategis yang mempertimbangkan berbagai opsi untuk memaksimalkan keuntungan nasional.
Model pilihan rasional itu berasal dari Graham T. Allison yang menjelaskan bahwa aktor-aktor politik, seperti negara, bertindak sebagai rational actor. Negara melakukan perhitungan sistematis antara biaya dan manfaat dalam mengambil keputusan tertentu.
Dalam konteks bergabungnya Indonesia ke BRICS, pemerintahan Prabowo-Gibran melakukan evaluasi mendalam terhadap berbagai potensi keuntungan ekonomi, diplomatik, dan strategis.
Dari sisi ekonomi, keputusan ini memberikan akses ke New Development Bank (NDB) milik BRICS. Lembaga itu menjadi sebuah alternatif institusi keuangan internasional yang dapat mengurangi ketergantungan pada lembaga keuangan tradisional Barat, seperti IMF dan Bank Dunia.Â
Kalkulasi ekonomi rasional menunjukkan bahwa diversifikasi sumber pembiayaan diharapkan dapat memberikan keuntungan signifikan bagi pembangunan infrastruktur dan ekonomi Indonesia.
Dari kaca mata geopolitik, bergabung dengan BRICS merupakan strategi menarik untuk meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam percaturan internasional. Pilihan rasional mendorong pemerintah dapat memposisikan diri di antara kekuatan global.Â
Selain itu, keanggotaan BRICS juga menciptakan ruang gerak diplomatik yang lebih independen dan menguntungkan. Indonesia menjadi lebih leluasa dalam menjalankan diplomasi berbasis doktrin bebas dan aktif.
Dalam kasus BRICS, pemerintahan Prabowo-Gibran tampak melakukan terobosan di luar prosedur konvensional dan menunjukkan fleksibilitas strategis.
Analisis pilihan rasional juga ternyata mengungkapkan pertimbangan domestik yang kompleks. Bergabung dengan BRICS ternyata juga memberikan keuntungan politis, berupa: pembentukan citra kepemimpinan yang inovatif, membangun narasi kemandirian nasional, dan memperluas jaringan diplomatik dan ekonomi