Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tingginya Kepuasan Publik sebagai Modal Politik untuk Diplomasi Prabowo

23 Januari 2025   12:13 Diperbarui: 23 Januari 2025   18:14 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mencapai 80,9 persen dalam 100 hari pertama kepemimpinan mereka.

Angka ini tidak hanya mencerminkan legitimasi politik yang kuat di dalam negeri, tetapi juga berpotensi menjadi modal berharga dalam memperkuat diplomasi Indonesia di kancah internasional.

Capaian ini merupakan hasil dari berbagai kebijakan populis yang telah diimplementasikan sejak awal masa jabatan, termasuk program bantuan pangan dan kesehatan yang menyentuh langsung kebutuhan dasar masyarakat.

Keberhasilan dalam mengeksekusi janji-janji kampanye dengan cepat dan terukur telah membangun kepercayaan publik yang substansial.

Hal ini menciptakan momentum positif bagi pemerintahan baru untuk melanjutkan agenda-agenda strategis, baik di tingkat domestik maupun internasional.

Modal Politik dan Diplomasi Aktif

Dengan dukungan domestik yang solid, pemerintah memiliki landasan kokoh untuk menjalankan kebijakan luar negeri yang lebih proaktif dan berpengaruh. 

Joseph Nye, profesor dari Harvard Kennedy School dan pencetus konsep soft power, menggarisbawahi bahwa legitimasi politik domestik yang kuat sebagai modal dasar diplomasi sebuah negara. 

Tingkat kepuasan publik 80,9% terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran merupakan komponen vital dari soft power suatu negara.

Menurut Nye, dukungan publik yang solid terhadap pemerintah meningkatkan daya tarik (attractiveness) sebuah negara di mata internasional. Pada gilirannya memperkuat kemampuan diplomatiknya untuk mempengaruhi negara lain tanpa menggunakan paksaan.

Lalu, Kishore Mahbubani, seorang mantan Diplomat Singapura dan Dekan Lee Kuan Yew School of Public Policy, menyoroti bahwa legitimasi domestik yang kuat memberikan strategic depth dalam diplomasi regional dan global. 

Dalam analisisnya tentang kebangkitan Asia, Mahbubani menekankan bahwa negara-negara dengan dukungan publik yang tinggi, seperti yang saat ini dinikmati Indonesia, memiliki kapasitas lebih besar untuk memainkan peran kepemimpinan regional dan menjadi honest broker dalam konflik internasional.

Modal politik yang kuat memungkinkan pemerintah untuk mengambil inisiatif diplomatik yang lebih berani dan strategis. Menteri Luar Negeri Sugiono menyatakan bahwa Indonesia akan lebih aktif dalam kepemimpinan global, dengan fokus pada isu-isu seperti ancaman konflik, krisis iklim, dan ketidakadilan ekonomi. 

Komitmen ini sejalan dengan amanat konstitusi Indonesia untuk berperan dalam mewujudkan perdamaian dunia. Kepercayaan publik yang tinggi memberikan legitimasi bagi pemerintah untuk mengadopsi kebijakan luar negeri yang progresif. 

Sebagai contoh, Indonesia dapat memainkan peran lebih besar dalam organisasi internasional seperti BRICS, yang menawarkan platform alternatif bagi negara berkembang untuk menyuarakan kepentingannya. 

Partisipasi aktif dalam forum semacam ini tidak hanya meningkatkan profil Indonesia di mata dunia, tetapi juga membuka peluang kerjasama yang menguntungkan secara ekonomi dan politik.

Selain itu, komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan di dalam negeri memberikan fondasi yang kuat untuk berperan aktif di tingkat regional dan global.

Sebagai contoh, Indonesia dapat meningkatkan perannya dalam ASEAN, terutama dalam menghadapi isu-isu seperti sengketa Laut China Selatan dan krisis di Myanmar. 

Dengan modal politik yang kuat, Indonesia dapat menjadi mediator yang efektif dan dipercaya oleh negara-negara anggota lainnya.

Peluang ke Depan

Meskipun tingkat kepuasan publik tinggi, pemerintah harus terus memastikan bahwa kebijakan populis yang diimplementasikan tidak hanya bersifat sementara, tetapi juga berkelanjutan dan berdampak jangka panjang. 

Transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program menjadi kunci untuk mempertahankan kepercayaan publik. Selain itu, pemerintah perlu merespons kritik dan masukan dari masyarakat untuk terus memperbaiki kinerjanya.

Di arena internasional, Indonesia menghadapi tantangan kompleks, termasuk dinamika geopolitik yang cepat berubah dan tekanan untuk mengambil sikap dalam isu-isu global. 

Dengan modal politik yang kuat, pemerintah memiliki peluang untuk memainkan peran lebih signifikan dalam diplomasi multilateral, seperti menjadi jembatan antara kekuatan besar dunia atau memimpin inisiatif regional dalam menghadapi tantangan bersama.

Tingkat kepuasan publik yang tinggi terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran bukan hanya indikator keberhasilan domestik, tetapi juga modal berharga dalam memperkuat diplomasi Indonesia. 

Dengan legitimasi politik yang kuat, pemerintah memiliki landasan untuk mengadopsi kebijakan luar negeri yang lebih proaktif dan berpengaruh. 

Tantangan memang tetap ada. Keberhasilan diplomasi Indonesia akan sangat bergantung pada konsistensi antara kebijakan domestik dan internasional, serta kemampuan pemerintah dalam merespons dinamika global yang terus berubah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun