Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pengaruh Global Kembalinya Trump ke Gedung Putih, Perangkap Thucydides?

22 Januari 2025   20:44 Diperbarui: 22 Januari 2025   22:01 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto pidato Donald Trump saat pelantikan dirinya sebagai presiden ke-47 Amerika Serikat di Capitol One Arena, Washington DC, Senin (20/1/2025).(GETTY IMAGES/JUSTIN SULLIVAN via AFP via Kompas.com)

Kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih pada Januari 2025 telah menimbulkan pesimisme tentang perdamaian dan kerja sama global. Trump dipandang bakal membawa politik global ke ketidakpastian.  

Kekawatiran itu khususnya dalam hubungan dinamis antara Amerika Serikat (AS) dan China atau Tiongkok. Siapa menyangka bahwa genderang perang dagang dengan China, walau Trump baru sehari dilantik menjadi orang nomor satu di Negeri Paman Sam.

Trump mengancam akan menerapkan tarif impor 10 persen atas produk China mulai 1 Februari 2025 mendatang.

Dalam studi Hubungan Internasional, fenomena ini dapat diibaratkan sebagai  "perangkap Thucydides." Konsep itu dikenalkan Graham Allison sebagai sebuah situasi ketika kekuatan yang sedang bangkit (China) menantang dominasi kekuatan yang sudah mapan (AS).

Peran Trump
Trump kembali menduduki tampuk kekuasaan ketika hubungan AS-Tiongkok berada pada titik kritis. Materi kampanye Trump yang keras soal Beijing disertai berbagai janji menerapkan kebijakan perdagangan yang lebih proteksionis telah berpotensi memperburuk ketegangan yang ada. 

Hubungan kedua negara tambah rumit karena persaingan teknologi dan militer yang semakin intens di kawasan Indo-Pasifik. Soal Huawei dan Laut China Selatan (LCS) seolah saling terkait sebagai isu geopolitik antara AS dan China.

Di tengah meningkatnya ketegangan itu, Trump diyakini memiliki dua peran paradoks. Di satu sisi, presiden Trump bisa menjadi katalis yang mempercepat konfrontasi. Sebaliknya, Trump juga justru bisa memaksa kedua negara untuk menemukan keseimbangan baru. 

Pendekatan "America First" yang lebih agresif dapat mendorong Tiongkok untuk mengambil sikap lebih asertif dalam membela kepentingannya. Kemungkinan kebijakan semacam itu dapat diambil China di wilayah yang dianggap sebagai sphere of influence-nya, seperti LCS dan Taiwan.

Meski begitu, peran Trump juga memiliki paradoksnya. Meningkatnya ketegangan dapat memaksa kedua negara untuk lebih berhati-hati. 

Kesadaran akan konsekuensi fatal dari konflik langsung antara dua kekuatan nuklir terbesar itu bisa mendorong munculnya mekanisme manajemen krisis yang lebih efektif. Pengalaman dari periode pertama kepresidenan Trump menunjukkan bahwa di balik retorika keras, tetap ada ruang untuk negosiasi pragmatis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun