Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menavigasi Pusaran Pengaruh China di Indo-Pasifik: Belajar Dari Jepang dan Filipina

15 Januari 2025   10:09 Diperbarui: 15 Januari 2025   20:49 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dinamika geopolitik di Indo-Pasifik terus mengalami transformasi seiring dengan peningkatan peran China sebagai kekuatan regional dan global.

Fenomena ini telah mendorong munculnya berbagai respons diplomatik strategis dari negara-negara kawasan.

Respon itu merupakan upaya menyeimbangkan hubungan dengan China dan, di saat yang sama, mempertahankan kepentingan nasional masing-masing.

Pengalaman

Jepang dan Filipina dapat menjadi contoh menarik soal bagaimana negara-negara di kawasan ini mengembangkan pendekatan diplomasi strategis dalam menghadapi China.

Kedua negara ini menghadapi tantangan langsung dari asertivitas China, khususnya dalam sengketa teritorial di Laut China Timur dan Laut China Selatan. 

Mereka telah mengembangkan strategi diplomasi berbeda, namun saling melengkapi dalam merespons situasi ini. Jepang, di bawah kepemimpinan yang berbeda, telah mengadopsi pendekatan multi-lapis dalam diplomasi strategisnya. 

Di satu sisi, Tokyo memperkuat aliansi keamanannya dengan Amerika Serikat, yang tetap menjadi pilar utama pertahanan Jepang.

Di sisi lain, Jepang juga aktif membangun jaringan kemitraan strategis dengan negara-negara Indo-Pasifik lainnya, termasuk India, Australia, dan negara-negara ASEAN. 

Strategi ini tercermin dalam konsep "Free and Open Indo-Pacific" (FOIP) yang dipromosikan Jepang demi stabilitas Indo-Pasifik.

Sementara itu, Filipina mengambil pendekatan yang lebih pragmatis dan fleksibel. Manila berupaya menyeimbangkan hubungannya dengan China dan Amerika Serikat, sambil tetap mempertahankan klaimnya di Laut China Selatan. 

Filipina juga aktif memperkuat kerja sama pertahanan dengan sekutu tradisionalnya seperti AS dan Jepang. Di samping itu, Filipina juga tetap membuka ruang dialog dengan Beijing dalam isu-isu ekonomi dan pembangunan.

Pengalaman kedua negara ini memberikan pelajaran berharga bagi negara-negara Indo-Pasifik lainnya dalam mengembangkan diplomasi strategis mereka. Pertama, arti penting membangun kapabilitas pertahanan mandiri sambil memperkuat aliansi dan kemitraan strategis. 

Kedua, kedua negara mengembangkan pendekatan yang seimbang antara aspek keamanan dan ekonomi dalam hubungan dengan China. Ketiga, menempatkan diplomasi multilateral sebagai upaya menghadapi tantangan kawasan ini.

Dari pengalaman kedua negara itu, kita bisa melihat diplomasi strategis Indonesia. Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memiliki peran krusial dalam dinamika ini. 

Selama ini, Jakarta telah mengambil posisi yang unik dengan mempertahankan prinsip politik luar negeri bebas-aktif, sambil berupaya menjadi kekuatan penyeimbang di kawasan.

Melalui konsep ASEAN Outlook on Indo-Pacific (AOIP), Indonesia berusaha mempromosikan pendekatan inklusif yang melibatkan semua pemangku kepentingan kawasan, termasuk China.

Namun, tantangan yang dihadapi semakin kompleks. Asertivitas China di Laut China Selatan, termasuk di perairan Natuna Utara, tampaknya selalu tidak berkaitan dengan kemajuan negosiasi di meja perundingan. 

Berbagai perundingan di pertemuan ASEAN cenderung diabaikan dengan peningkatan operasi militer China di Laut China Selatan (LCS) dan pembangunan pulau atau karang di LCS.

Kenyataan itu menuntut Indonesia untuk mengembangkan respon alternatif. Jakarta perlu mengombinasikan penguatan kapabilitas pertahanan maritim, diplomasi aktif di forum multilateral, dan engagement ekonomi yang strategis dengan Beijing.

Sumber: nasional.sindonews.com
Sumber: nasional.sindonews.com

Rekomendasi 

Beberapa rekomendasi strategis yang dapat dipertimbangkan dalam konteks ini, meliputi:

1. Penguatan Arsitektur Kawasan: Mendorong penguatan mekanisme dialog dan kerja sama kawasan yang inklusif, termasuk melalui ASEAN-led mechanisms. Ini penting untuk mencegah polarisasi dan membangun mutual trust di antara negara-negara kawasan.

2. Diversifikasi Kemitraan Strategis: Mengembangkan hubungan yang lebih erat dengan middle powers di kawasan seperti Jepang, India, dan Korea Selatan, tanpa harus memilih sisi dalam persaingan AS-China.

3. Penguatan Kapasitas Maritim: Meningkatkan kemampuan untuk mengamankan kepentingan maritim nasional, termasuk melalui modernisasi armada dan infrastruktur pertahanan maritim.

4. Engagement Ekonomi Strategis: Memanfaatkan peluang kerja sama ekonomi dengan China sambil memastikan hal tersebut tidak mengorbankan kepentingan strategis nasional.

5. Diplomasi multilateral yang efektif: Menggunakan forum-forum multilateral untuk membangun konsensus kawasan dalam menghadapi tantangan bersama.

Diplomasi strategis di Indo-Pasifik diperkirakan bakal semakin ditentukan oleh kemampuan negara-negara kawasan dalam menavigasi kompleksitas hubungan dengan China.

Success stories dari Jepang dan Filipina menunjukkan bahwa pendekatan yang terukur dan multidimensional dapat menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini.

Indonesia, dengan posisi strategisnya, memiliki potensi besar untuk memainkan peran lebih signifikan dalam membentuk arsitektur kawasan yang stabil dan inklusif.

Namun, upaya itu membutuhkan komitmen jangka panjang dalam membangun kapabilitas nasional, memperkuat kerja sama kawasan, dan mengembangkan pendekatan diplomatik yang sophisticated.

Pada akhirnya, kunci keberhasilan diplomasi strategis di Indo-Pasifik terletak pada kemampuan untuk membangun arsitektur kawasan yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak, termasuk China, sambil mempertahankan prinsip-prinsip dasar seperti kedaulatan nasional, hukum internasional, dan stabilitas kawasan.

Tantangan kompleks itu tentu saja membutuhkan kearifan diplomatik, keteguhan prinsip, dan fleksibilitas pendekatan dari semua pihak yang terlibat. Diplomasi strategis Jepang dan Filipina memang telah memberikan capaian itu dalam menavigasi kepentingan mereka menghadapi China.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun