Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Dua Bulan Diplomasi Prabowo: Antara Ambisi Global dan Tantangan Regional

19 Desember 2024   13:04 Diperbarui: 20 Desember 2024   06:01 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan opening remark dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) D8 di Kairo, Mesir, Kamis (19/12/2024) waktu setempat.(Dok. YouTube Egyptian Presidency)

Memasuki bulan kedua kepemimpinannya, Presiden Prabowo Subianto telah menunjukkan pergeseran signifikan dalam lanskap politik luar negeri Indonesia. 

Berbeda dengan pendahulunya yang lebih mengedepankan pendekatan low-profile, Prabowo hadir dengan gaya diplomasi yang lebih asertif dan personal, yang oleh kalangan pengamat, dijuluki sebagai kebijakan "bebas dan hiper-aktif".

Aktivisme diplomatik Prabowo terlihat jelas dari intensitas kunjungan luar negerinya yang sangat tinggi. Dalam tempo kurang dari dua bulan pasca pelantikan 20 Oktober 2024, ia telah melakukan rangkaian kunjungan ke berbagai negara strategis dari China, Amerika Serikat, hingga negara-negara Eropa dan Timur Tengah. 

Sebelumnya, pasca kemenangannya dalam pemilu Februari 2024, Prabowo bahkan telah menuntaskan kunjungan ke seluruh negara ASEAN. Aktivisme diplomasi itu menunjukkan keseriusan Prabowo dalam membangun posisi internasional Indonesia.

Ujian diplomasi

Namun, di balik aktivisme tersebut, muncul pertanyaan kritis tentang arah dan koherensi kebijakan luar negeri Indonesia. Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan China pada 9 November 2024 tampaknya menjadi ujian pelik pertama bagi diplomasi Prabowo. 

Dok BPMI of Presidential Secretariat/Laily Rachev)
Dok BPMI of Presidential Secretariat/Laily Rachev)

Beberapa kelompok kritis menganggap MoU itu secara implisit mengakui klaim nine-dash line di Laut China Selatan dan telah memicu kontroversi domestik. Langkah ini tidak hanya menimbulkan tanda tanya atas konsistensi posisi Indonesia, tetapi juga berpotensi menggerus kredibilitas kepemimpinan Jakarta di ASEAN.

Walaupun sudah cooling down, pemerintahan Prabowo perlu menegaskan prinsip-prinsip dasar diplomasi Indonesia terhadap China selama ini. Kementerian Luar Negeri dan beberapa pejabat pemerintah telah mengkonfirmasi posisi Indonesia tetap dan tidak berubah.

Ujian diplomasi juga muncul dari BRICS. Kompleksitas diplomasi Indonesia semakin bertambah dengan keputusan untuk bergabung dengan BRICS, yang diumumkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono pada 24 Oktober 2024. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun