Empat hari menjelang pelantikan pemerintahan baru di Indonesia, Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka melakukan pembekalan intensif terhadap para calon menteri dan pejabat pemerintah lainnya.Â
Kegiatan ini adalah untuk pertama kalinya seorang presiden dan wakil presiden terpilih mengadakan pertemuan bertajuk pembekalan. Yang menarik, tentu saja, adalah pembekalan itu dilakukan beberapa hari sebelum Prabowo dan Gibran dilantik secara resmi menjadi Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober mendatang.
Isu geopolitik menjadi salah satu tema sentral yang dibahas dalam sesi pembekalan tersebut, selain masalah korupsi dan kecerdasan buatan artificial intelligence/AI). Situasi ini mencerminkan urgensi pemahaman terhadap dinamika geopolitik kontemporer bagi jajaran pemerintahan yang akan datang.
Geopolitik merupakan kajian tentang bagaimana faktor-faktor geografis, ekonomi, politik, budaya, dan militer mempengaruhi kebijakan dan strategi suatu negara (Flint, 2016). Dalam konteks global yang semakin kompleks dan tidak pasti, pemahaman yang mendalam mengenai isu-isu geopolitik menjadi krusial bagi pemimpin negara.Â
Isu-isu geopolitik saat ini sangat dinamis dan saling terkait, dari pergeseran kekuatan ekonomi dan politik global, konflik regional, hingga tantangan keamanan non-tradisional.Â
Rivalitas global
Salah satu isu geopolitik kunci yang tengah dihadapi dunia pada saat ini adalah persaingan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok/China. Kedua negara adidaya ini saling bersaing dalam berbagai bidang, mulai dari ekonomi, teknologi, hingga pengaruh geopolitik.Â
Rivalitas AS-Tiongkok ini kemungkinan akan semakin memanas di masa depan. Indonesia harus mampu bernavigasi di tengah ketegangan tersebut.
Selain itu, isu lain yang tak kalah penting adalah dinamika di kawasan Asia Tenggara. Sebagai negara dengan posisi geografis strategis, Indonesia harus mampu memainkan peran yang lebih aktif dalam menjaga stabilitas dan kerja sama regional di Asia Tenggara, termasuk melalui ASEAN.Â
Indonesia perlu mengembangkan diplomasi yang cakap dalam menghadapi tantangan-tantangan di kawasan, seperti sengketa teritorial di Laut China Selatan, ancaman keamanan non-tradisional, hingga persaingan pengaruh antarnegara besar.