Ketidakmampuan ASEAN mencapai konsensus dalam isu Laut China Selatan telah melemahkan posisi tawar kawasan ini terhadap Tiongkok. Upaya ASEAN untuk menyusun Kode Etik (Code of Conduct/COC) yang mengikat secara hukum juga tidak menunjukkan kemajuan berarti.Â
Sementara itu, Tiongkok terus melakukan pembangunan dan militerisasi pulau-pulau buatan di kawasan sengketa. Ketidakmampuan ASEAN untuk berbicara dengan satu suara dalam menghadapi agresivitas Tiongkok telah memperlemah posisi kawasan ini dalam percaturan geopolitik global.
Di tengah persaingan strategis antara Amerika Serikat dan Tiongkok di kawasan Indo-Pasifik, ASEAN juga gagal memainkan peran sebagai penyeimbang yang efektif. ASEAN belum mampu memainkan peran penyeimbang di antara kekuatan-kekuatan besar untuk menghindari polarisasi kawasan (Anwar, 2024).Â
Alih-alih menjadi aktor yang diperhitungkan, ASEAN justru seringkali terjebak dalam tarik-menarik kepentingan antara AS dan Tiongkok.
Kelemahan kepemimpinan ASEAN juga tercermin dalam lambatnya implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Integrasi ekonomi ASEAN masih jauh dari target yang ditetapkan, melemahkan daya saing kawasan ini menghadapi blok-blok ekonomi lain (Pitakdumrongkit, 2023).
Di bidang politik-keamanan, ASEAN juga gagal mengoptimalkan mekanisme-mekanisme dialog yang ada seperti ASEAN Regional Forum (ARF) dan East Asia Summit (EAS). Forum-forum ini seharusnya menjadi wadah bagi ASEAN untuk menyuarakan kepentingan kawasan dan mendorong kerja sama konstruktif antar negara besar.Â
Namun dalam praktiknya, ASEAN seringkali hanya menjadi penonton pasif dalam forum-forum tersebut. Amitav Acharya menggarisbawahi lemahnya kapasitas kelembagaan ASEAN, termasuk Sekretariat ASEAN di Jakarta (Acharya, 2024). Kelemahan institusional ini membuat ASEAN lamban dan tidak efektif dalam merespon berbagai tantangan kawasan.
Kepemimpinan visioner
Krisis kepemimpinan ASEAN semakin diperparah oleh ketiadaan figur pemimpin kuat di kawasan. Absennya kepemimpinan visioner di ASEAN telah membuat organisasi ini kehilangan arah di tengah turbulensi geopolitik global.
Indonesia, sebagai negara terbesar di ASEAN, juga belum mampu memainkan peran kepemimpinan yang diharapkan. Indonesia belum optimal memanfaatkan posisinya sebagai kekuatan ekonomi dan diplomatik regional untuk mendorong ASEAN lebih berperan dalam isu-isu global.
Kenyataan ini membuat organisasi regional ini agak kehilangan relevansi di tengah dinamika geopolitik yang terus berubah. Jika ASEAN terus gagal mengelola isu-isu kawasan secara efektif, organisasi ini akan semakin terpinggirkan dalam percaturan global.