Pada KTT ASEAN yang berlangsung di Vientiane, Laos pada 9-11 Oktober 2024, isu Laut China Selatan kembali menjadi sorotan. Di satu sisi, China menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan konflik melalui dialog. Namun di sisi lain, tindakan China di lapangan kerap tidak sejalan dengan pernyataan diplomatiknya.Â
Inkonsistensi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan negara-negara ASEAN, yang tercermin dalam berbagai pernyataan para pemimpin kawasan selama KTT berlangsung. Dalam pertemuan KTT ASEAN-China, Perdana Menteri Li Qiang menyatakan bahwa kepercayaan politik antara ASEAN dan China semakin berkembang.Â
PM Li menekankan perlunya meningkatkan kerja sama di tengah ketidakpastian global. Pernyataan ini selaras dengan sikap resmi China yang selalu menyuarakan pentingnya penyelesaian damai melalui dialog untuk sengketa Laut China Selatan.
Namun, realitas di lapangan seringkali berkata lain. China terus melakukan berbagai tindakan unilateral yang dianggap provokatif oleh negara-negara ASEAN. Pembangunan pulau buatan, pengerahan kapal-kapal coast guard ke wilayah sengketa, hingga klaim historis Nine-Dash Line yang kontroversial, merupakan contoh-contoh tindakan China yang bertentangan dengan semangat dialog yang diklaim mereka junjung tinggi.
Inkonsistensi ini tidak luput dari perhatian para pemimpin ASEAN. Wakil Presiden Indonesia Ma'ruf Amin, dalam pidatonya di KTT ASEAN-China, secara diplomatis namun tegas mengingatkan pentingnya menjaga stabilitas kawasan.Â
Wapres Ma'ruf menyatakan, "Saya optimis ini (pertumbuhan ekonomi) dapat terus berlanjut jika kawasan kita tetap stabil dan damai." Pernyataan ini dapat diinterpretasikan sebagai kritik halus terhadap tindakan-tindakan China yang berpotensi mengganggu stabilitas kawasan.
Lebih lanjut, Ma'ruf Amin menegaskan bahwa setiap konflik di Laut China Selatan harus diselesaikan secara damai dengan menghormati hukum internasional, khususnya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982. Pernyataan ini jelas merujuk pada putusan Arbitrase 2016 yang menolak klaim Nine-Dash Line China, namun hingga kini masih diabaikan oleh Beijing.
Respons negara-negara ASEAN lainnya juga mencerminkan keprihatinan yang sama. Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit dalam artikel-artikel yang dirujuk, dapat diasumsikan bahwa negara-negara seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia - yang memiliki klaim tumpang tindih dengan China di Laut China Selatan - juga menyuarakan kekhawatiran serupa dalam berbagai sesi KTT.
Sikap ASEAN secara kolektif terhadap isu ini cenderung konsisten mendorong penyelesaian damai, menghormati hukum internasional, dan menjaga stabilitas kawasan.Â