Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Krisis Myanmar, Ujian Berat bagi Kredibilitas dan Relevansi ASEAN

8 Oktober 2024   22:21 Diperbarui: 9 Oktober 2024   19:40 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang Konferensi Tinggat Tinggi (KTT) ASEAN 9-11 Oktober 2024, ASEAN tetap dihadapkan pada persoalan pelik yang mengancam kredibilitas dan relevansinya. Persoalan itu adalah krisis Myanmar sejak kudeta militer pada Februari 2021.

ASEAN sebenarnya telah mengeluarkan Konsensus Lima Poin (Five-Point Consensus) sebagai upaya awal untuk menyelesaikan konflik. Namun begitu, pendekatan ini dinilai gagal karena sikap keras kepala militer Myanmar yang terus mengabaikan seruan internasional dan ASEAN sendiri. 

Di tengah kebuntuan ini, ASEAN dihadapkan pada tantangan mempertahankan kredibilitas dan pengaruhnya di tengah semakin mendalamnya krisis politik dan kemanusiaan di Myanmar sejak 2021.

Kompleksitas Krisis Myanmar

Kudeta militer di Myanmar telah menyebabkan eskalasi konflik antara militer, kelompok oposisi, dan etnis minoritas bersenjata. Junta militer, yang dikenal dengan Dewan Administrasi Negara (State Administrative Council), telah menunjukkan sikap tidak kooperatif. 

SAC selalu menolak perundingan politik yang melibatkan pemerintah bayangan, National Unity Government (NUG), yang mewakili oposisi utama. Kekerasan militer juga terus meningkat, termasuk serangan udara terhadap warga sipil, yang telah dikutuk oleh komunitas internasional.

Selain itu, junta militer mencoba melegitimasi kekuasaannya melalui rencana pemilihan umum, yang menurut banyak pihak hanyalah "pemilu palsu" yang tidak akan memberikan solusi nyata bagi krisis ini. Tindakan junta ini telah menambah ketidakstabilan di Myanmar, dan pemilu yang direncanakan hanya akan memperparah konflik. 

Banyak pengamat internasional, termasuk dari ASEAN, menilai bahwa pemilu yang dikelola oleh militer tidak akan kredibel dan hanya akan memperkuat cengkeraman junta atas kekuasaan. Selain itu, janji pemilu dianggap sebagai strategi junta militer memperpanjang kekuasaannya.

Konsensus Lima Poin

Sejak dikeluarkannya Konsensus Lima Poin, ASEAN diharapkan dapat menjadi mediator utama dalam menyelesaikan konflik di Myanmar. Namun, implementasi dari konsensus ini terhambat oleh kurangnya kemauan politik dari junta untuk mematuhi poin-poin yang disepakati. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun