Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Dilema Indonesia Menghadapi Tatanan Global Berbasis Aturan

22 September 2024   23:34 Diperbarui: 23 September 2024   23:10 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam lanskap geopolitik yang semakin kompleks, Indonesia dihadapkan pada dilema signifikan terkait konsep "tatanan global berbasis aturan" (rules-based order). Konsep ini telah menjadi narasi dominan dalam wacana kebijakan luar negeri negara-negara Barat

Selain itu, tatanan semacam itu juga muncul sebagai respons terhadap pergeseran dinamika global, terutama kebangkitan Tiongkok atau China dan sikap revisionis Rusia (Lehne, 2024). Bagi Indonesia, menavigasi tantangan ini memerlukan keseimbangan yang cermat antara mendukung prinsip-prinsip internasional dan mempertahankan kepentingan nasional.

Tatanan global berbasis aturan pada dasarnya merujuk pada sistem internasional yang diatur oleh norma-norma dan institusi yang disepakati bersama, bukan oleh kekuatan semata. Konsep ini menekankan pentingnya hukum internasional, kerja sama multilateral, dan penyelesaian sengketa secara damai. 

Bagi negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, mempromosikan tatanan berbasis aturan dilihat sebagai cara untuk mempertahankan stabilitas global. Lebih jauh, tatanan itu dapat melindungi kepentingan mereka di tengah meningkatnya persaingan geopolitik.

Mesir begitu, konsep ini tidak lepas dari kritik. Tiongkok dan Rusia, misalnya, menganggap narasi tatanan berbasis aturan sebagai upaya Barat untuk mempertahankan hegemoni mereka (Lehne, 2024). 

Mereka berpandangan bahwa aturan-aturan internasional seharusnya disepakati oleh semua negara, bukan hanya oleh segelintir negara kuat. Sementara itu, negara-negara Global South, termasuk Indonesia, sering melihat konsep ini sebagai upaya untuk mempertahankan status quo yang tidak adil dalam sistem internasional (Acharya, 2023).

Kepentingan Indonesia

Bagi Indonesia, dilema ini semakin kompleks karena posisinya yang unik. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan ekonomi yang bergantung pada perdagangan internasional. 

Indonesia juga berkepentingan mempertahankan sistem internasional yang stabil dan berbasis aturan. Kepatuhan terhadap hukum internasional, terutama Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), sangat penting bagi kepentingan maritim Indonesia.

Di sisi lain, prinsip politik luar negeri bebas aktif Indonesia mengharuskan negara ini untuk mempertahankan independensinya dan tidak secara eksplisit memihak blok kekuatan mana pun (Weatherbee, 2022). Kondisi inj menciptakan tantangan dalam menavigasi persaingan geopolitik antara AS dan Tiongkok, serta dalam merespons konsep tatanan berbasis aturan yang sering dipersepsikan sebagai agenda Barat.

Untuk mengatasi dilema ini, Indonesia perlu mengadopsi pendekatan multifaset. Pertama, Indonesia dapat menekankan pentingnya reformasi sistem multilateral yang lebih inklusif dan adil. 

Dengan mendorong reformasi institusi-institusi internasional, seperti PBB dan lembaga keuangan internasional, Indonesia dapat berupaya menciptakan sistem global yang lebih mencerminkan realitas geopolitik kontemporer. Selanjutnya, reformasi itu dapat memberikan suara yang lebih besar bagi negara-negara berkembang.

Kedua, Indonesia dapat mengambil peran lebih aktif dalam membentuk norma-norma internasional, terutama di bidang-bidang yang relevan dengan kepentingan nasionalnya. Misalnya, Indonesia dapat menjadi vokal dalam isu-isu seperti kerja sama maritim, penanganan perubahan iklim, atau tata kelola ekonomi digital global. 

Dengan berkontribusi aktif dalam pembentukan aturan-aturan internasional, Indonesia dapat memastikan bahwa kepentingannya terwakili dalam tatanan global yang sedang berkembang.

Ketiga, Indonesia perlu memperkuat kapasitas diplomasinya untuk dapat berperan lebih efektif dalam arena internasional. Ini termasuk meningkatkan keahlian di bidang hukum internasional, ekonomi global, dan isu-isu keamanan non-tradisional (Sukma, 2023). Dengan diplomat yang lebih terlatih dan berpengetahuan luas, Indonesia akan lebih siap menghadapi kompleksitas tatanan global kontemporer.

Keempat, Indonesia harus menjaga konsistensi antara dukungan terhadap tatanan berbasis aturan di level internasional dan implementasi prinsip-prinsip serupa di level domestik. 

Kredibilitas Indonesia dalam mempromosikan tatanan berbasis aturan akan diperkuat jika negara ini juga menunjukkan komitmen kuat terhadap demokrasi, hak asasi manusia, dan rule of law di dalam negeri.

Kelima, Indonesia dapat mengambil peran sebagai jembatan antara berbagai kepentingan dalam sistem internasional. Dengan posisinya yang unik sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dan negara berpenduduk Muslim terbesar, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi mediator antara Barat dan dunia berkembang, serta antara demokrasi dan sistem politik lainnya (Wirajuda, 2023).

Keenam, Indonesia perlu mengembangkan narasi alternatif yang dapat menjembatani perbedaan antara konsep tatanan berbasis aturan ala Barat dan aspirasi negara-negara berkembang. 

Konsep seperti "multilateralisme inklusif" atau "tata kelola global yang adil" dapat menjadi platform untuk mempromosikan visi Indonesia tentang tatanan internasional.

Terakhir, Indonesia harus tetap waspada terhadap potensi instrumentalisasi konsep tatanan berbasis aturan oleh kekuatan-kekuatan besar untuk kepentingan mereka sendiri. Indonesia perlu mempertahankan sikap kritis dan independen, menilai setiap isu berdasarkan manfaatnya bagi kepentingan nasional dan prinsip-prinsip keadilan global.

Menghadapi dilema tatanan global berbasis aturan, Indonesia perlu mengadopsi pendekatan yang cermat dan strategis. Dengan menavigasi antara mendukung prinsip-prinsip tatanan berbasis aturan dan mempertahankan fleksibilitas kebijakan luar negerinya, Indonesia dapat memainkan peran konstruktif dalam membentuk tatanan global yang lebih adil dan inklusif. 

Tantangan ini juga merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk menegaskan perannya sebagai kekuatan menengah yang berpengaruh dalam politik global, sesuai dengan aspirasi dan potensinya sebagai negara besar dengan ekonomi yang berkembang pesat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun