Untuk mengatasi dilema ini, Indonesia perlu mengadopsi pendekatan multifaset. Pertama, Indonesia dapat menekankan pentingnya reformasi sistem multilateral yang lebih inklusif dan adil.Â
Dengan mendorong reformasi institusi-institusi internasional, seperti PBB dan lembaga keuangan internasional, Indonesia dapat berupaya menciptakan sistem global yang lebih mencerminkan realitas geopolitik kontemporer. Selanjutnya, reformasi itu dapat memberikan suara yang lebih besar bagi negara-negara berkembang.
Kedua, Indonesia dapat mengambil peran lebih aktif dalam membentuk norma-norma internasional, terutama di bidang-bidang yang relevan dengan kepentingan nasionalnya. Misalnya, Indonesia dapat menjadi vokal dalam isu-isu seperti kerja sama maritim, penanganan perubahan iklim, atau tata kelola ekonomi digital global.Â
Dengan berkontribusi aktif dalam pembentukan aturan-aturan internasional, Indonesia dapat memastikan bahwa kepentingannya terwakili dalam tatanan global yang sedang berkembang.
Ketiga, Indonesia perlu memperkuat kapasitas diplomasinya untuk dapat berperan lebih efektif dalam arena internasional. Ini termasuk meningkatkan keahlian di bidang hukum internasional, ekonomi global, dan isu-isu keamanan non-tradisional (Sukma, 2023). Dengan diplomat yang lebih terlatih dan berpengetahuan luas, Indonesia akan lebih siap menghadapi kompleksitas tatanan global kontemporer.
Keempat, Indonesia harus menjaga konsistensi antara dukungan terhadap tatanan berbasis aturan di level internasional dan implementasi prinsip-prinsip serupa di level domestik.Â
Kredibilitas Indonesia dalam mempromosikan tatanan berbasis aturan akan diperkuat jika negara ini juga menunjukkan komitmen kuat terhadap demokrasi, hak asasi manusia, dan rule of law di dalam negeri.
Kelima, Indonesia dapat mengambil peran sebagai jembatan antara berbagai kepentingan dalam sistem internasional. Dengan posisinya yang unik sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dan negara berpenduduk Muslim terbesar, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi mediator antara Barat dan dunia berkembang, serta antara demokrasi dan sistem politik lainnya (Wirajuda, 2023).
Keenam, Indonesia perlu mengembangkan narasi alternatif yang dapat menjembatani perbedaan antara konsep tatanan berbasis aturan ala Barat dan aspirasi negara-negara berkembang.Â
Konsep seperti "multilateralisme inklusif" atau "tata kelola global yang adil" dapat menjadi platform untuk mempromosikan visi Indonesia tentang tatanan internasional.
Terakhir, Indonesia harus tetap waspada terhadap potensi instrumentalisasi konsep tatanan berbasis aturan oleh kekuatan-kekuatan besar untuk kepentingan mereka sendiri. Indonesia perlu mempertahankan sikap kritis dan independen, menilai setiap isu berdasarkan manfaatnya bagi kepentingan nasional dan prinsip-prinsip keadilan global.