Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia selama empat hari (3-6 September 2024) menjadi momen yang tak terduga. Kunjungan itu menjadi sebuah 'oase' yang sangat dibutuhkan di tengah gejolak politik domestik pasca Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dan menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) November mendatang.Â
Selain berdampak signifikan terhadap citra internasional Indonesia, kunjungan Paus bisa berperan sebagai momentum penyembuhan (healing) bagi masyarakat Indonesia yang lelah dengan pertarungan politik yang intens. Sejak Paus Fransiskus tiba hingga meninggalkan Indonesia menuju Port Moresbi, berbagai berita politik tampak berkurang.Â
Layar berbagai televisi nasional berfokus pada berbagai hal terkait Paus dan kunjungannya di Indonesia. Media-media online juga dibanjiri kabar Paus dan agak menepikan berbagai berita politik.Â
Pasca Pilpres 2024, Indonesia memang menghadapi polarisasi politik yang cukup tajam. Tingkat polarisasi politik pasca Pilpres 2024 mencapai level tertinggi sejak era Reformasi, dengan indeks polarisasi mencapai 7,8 dari skala 10 (Muhtadi, 2024). Situasi ini diperparah dengan adanya ketegangan menjelang Pilkada November 2024, di mana persaingan antar elit lokal semakin memanas.
Di tengah situasi yang penuh ketegangan inilah kunjungan Paus Fransiskus hadir sebagai momen penyejuk. Kunjungan Paus Fransiskus menjadi semacam jeda politik yang sangat dibutuhkan. Kunjungan itu memberikan ruang bagi masyarakat untuk menarik nafas dari hiruk-pikuk pertarungan politik.Â
Kenyataan itu menegaskan peran kunjungan Paus sebagai oase di tengah gurun gersang politik Indonesia. Salah satu aspek penting dari dampak kunjungan Paus adalah kemampuannya dalam meredakan ketegangan politik.Â
Kehadiran Paus Fransiskus berhasil mengalihkan perhatian publik dari pertarungan politik yang melelahkan ke isu-isu kemanusiaan dan persatuan yang lebih luas. Intensitas perdebatan politik di media sosial selama dan sesaat setelah kunjungan Paus tampaknya menurun.
Lebih lanjut, kunjungan Paus juga berperan dalam mengingatkan masyarakat Indonesia akan nilai-nilai kebersamaan dan toleransi yang menjadi fondasi bangsa. Kunjungan Paus menjadi momen refleksi bagi masyarakat Indonesia untuk kembali pada nilai-nilai Pancasila, terutama dalam hal kerukunan antar umat beragama. Walau tampak klise, pandangan ini dapat membangkitkan kembali semangat persatuan di tengah perbedaan.
Dampak healing dari kunjungan Paus juga terlihat dari respons para pemimpin politik Indonesia. Selama kunjungan Paus, terjadi penurunan signifikan dalam retorika politik yang bersifat konfrontatif dari para elit politik. Meski hanya bersifat sementara, kunjungan tersebut ternyata bisa menciptakan atmosfer politik yang lebih kondusif.
Momen kunjungan Paus menjadi kesempatan bagi para pemimpin politik untuk menunjukkan kedewasaan dan kenegarawanan mereka, yang sayangnya sering kali hilang dalam hiruk-pikuk kampanye politik. Ada harapan bahwa kunjungan Paus berperan mendorong perilaku politik yang lebih beradab.
Namun, penting untuk dicatat bahwa efek healing dari kunjungan Paus ini tentunya tidak bakal bersifat permanen. Tantangan bagi Indonesia adalah bagaimana mempertahankan semangat persatuan dan toleransi yang muncul selama kunjungan Paus dalam menghadapi Pilkada mendatang. Karena itu, perlu upaya berkelanjutan dari berbagai pihak untuk menjaga momentum positif yang dihasilkan dari kunjungan Paus.
Dalam konteks persiapan Pilkada November 2024, kunjungan Paus juga memberikan dampak positif. Â Kunjungan Paus bisa memberikan semacam 'reset button' bagi atmosfer politik Indonesia. Sebuah kesempatan bagi para calon dalam Pilkada untuk memulai kampanye dengan semangat yang lebih positif.Â
Dengan iklim politik yang lebih sehat, Pilkada lebih diramaikan oleh visi, misi, dan program-program calon pemimpin daerah. Bagaimanapun juga, masalah-masalah di daerah juga tidak kalah pelik dibanding yang berskala nasional.
Tantangan ke depan bagi Indonesia adalah bagaimana mempertahankan semangat positif ini dalam menghadapi Pilkada mendatang dan proses politik selanjutnya. Suhu politik memang memanas, apalagi ada transisi kepemimpinan nasional 1 bulan sebelum Pilkada.
Komitmen dari semua pihak, termasuk elit politik, masyarakat sipil, dan media, sangat diperlukan untuk terus menjaga momentum positif ini. Selanjutnya, mereka perlu mentransformasikannya menjadi praktek politik yang lebih beradab dan berorientasi pada kepentingan bersama.
Dengan demikian, kunjungan Paus Fransiskus tidak hanya menjadi peristiwa bersejarah, tetapi juga menjadi katalis bagi pemulihan suasana politik Indonesia. Momen ini membuka peluang bagi Indonesia untuk membangun kembali pondasi demokrasi yang lebih kokoh berlandaskan pada nilai-nilai toleransi, persatuan, dan kemanusiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H